Namanya Abima Nara Satriannga,
seorang antropolog muda dan seniman. Saat ini, Abi dan teman-temannya sedang
menggarap film bertajuk Sirat. Menariknya, dalam prosesnya
mereka merilis sebuah perangkat yaitu disposable camera.
Mengapa harus disposable camera? Apakah ada hubungannya dengan filmnya? Coba
kita simak cerita Abi.
Hai, Bi, ayo kita kenalan dulu sama
pembaca zine-zine-an online.
Halo
namaku Abima Nara Satriangga, biasa dipanggil Abi, Nara atau Bima. Senyamannya
aja. Kegiatanku sehari-hari gak jauh dari seni dan antropologi, mulai dari
bikin musik, ngelukis, nulis, dan belakangan ini lagi bikin film pendek lagi.
Oh iya! tentu saja main sama kucing-kucing di rumah!
Katanya lagi mau bikin film judulnya Sirat, ya? Tentang apa, sih, filmnya?
Film
pendek Sirat bercerita tentang
hubungan sepasang kekasih yang terancam karena diwariskan trauma, luka, dendam
oleh para pendahulu mereka yang saling membenci di masa lampau, tepatnya pada
masa kelam pertengahan tahun 60-an. Mereka dihadapkan pilihan, terus tenggelam
dalam luka masa lalu atau saling menerima, memperbaiki, bahkan memaafkan demi
masa depan yang damai tanpa harus melupakan atau acuh pada sejarah keluarga
mereka melainkan menguak kebeneran dengan jernih pikiran. Kisah bagaimana cinta
yang diterpa “badai halilintar” paling mengerikan pun akan tetap utuh lantas
melegakan jiwa.
Wow, kayaknya seru. Di film ini
posisi kamu sebagai apa?
Kebetulan
dalam proyek Sirat aku sebagai
produser dan sutradara. Ya sesekali juga ikut nimbrung nulis sama penulis
naskahku. Karena ide cerita memang datang dariku yang awalnya bercerita tentang
“reinkarnasi dan karma” yang pada perjalanannya dikembangkan oleh penulis jadi
lebih humanis, membumi, dan realistis.
Ok. Sejauh ini jalannya sudah sampai
mana?
Proyek
Sirat sebenrnya sudah dimulai sejak
tahun 2015. Namun, karena pandemi covid, tim produksi yang sudah terbentuk
bubar. Akhirnya tahun 2023 proyek ini bangkit kembali dan sejauh ini sedang
dalam proses pra produksi.
Terus katanya untuk film ini kalian
mau rilis disposable camera Berhubung zine-zine-an edisi ini temanya
“Perangkat”, aku penasaran ada cerita apa di balik perangkat disposable camera ini.
Ya
betul! Karena kami punya mimpi besar tapi modalnya kecil, kami mau jualan disposable camera untuk ngumpulin uang.
Tapi tentu gak cuma jualan ya, aku dan tim juga berkampanye melalui kamera ini
sebagai instrumennya. Bagaiman kemera bukan hanya sekedar alat merekam tapi
juga sebagai alat untuk bicara mengenai sudut pandang bagaimana seorang manusia
menyikapi hidupnya lantas berkehendak untuk memilih. Bicara melelaui hasil
“jepretan” dari kamera disposable ini.
Selaras dengan manusia-manusia (karakter-karakter) dalam film pendek Sirat yang kisahnya bergulir karena
sebab dan akibat dari pilihan tujuan hidup mereka. Jadi melalui karya fotografi
kita juga bisa menyampaikan banyak hal. Bisa jadi apa yang sulit untuk
diutarakan, malah akan ter-Sirat dalam selembar foto yang sunyi namun begitu
dalam.
Asik. Tapi kenapa kamera? Apa ada
hubungan langsungnya sama cerita filmnya? Kenapa nggak benda lain?
Kenapa
kamera? Karena karakter utama di film pendek Sirat adalah seoarang fotografer perempuan, namanya Ara. Lalu
kenapa disposable atau upcycle? Kamera yang kami jual berasal
dari kamera bekas atau yang sudah dibuang! Sebut saja limbah. Itu adalah cara
lain Sirat untuk menyampaikan bahwa masa lalu yang sudah usang, yang dilupakan,
terbuang, bisa kita olah kembali menjadi hal yang bermanfaat di masa sekarang
dan masa depan. Karena menurut pengalaman, aku tidak bisa mendahului waktu tapi
aku bisa menengok ke masa lalu untuk belajar. Itu kenapa di motor atau mobil
ada kaca spion bukan? Supaya selamat sampai tujuan kita harus sesekali melihat
ke belakang 😁 Rencanya selain kamera, aku dan tim
juga berencana untuk merilis benda lain.
Wih, benda apa, nih?
Aku
bocorin dikit deh, salah satunya dupa. Ya semoga bisa terlakasana ya.
Amiiin. Nah, berhubung benda yang
bakal dirilis sebentar lagi adalah kamera, menurut kamu kamera itu perangkat
yang kayak apa, sih?
Wah
kamera itu perangkat ajaib! Waktu itu kan terus melaju ya. Dia tidak akan
menunggu. Tapi dengan perangkat ajaib itu momen-momen bisa jadi abadi.
Sebenernya buatku mirip dengan lukisan, patung, atau buku yang juga merekam
suatu peristiwa atau momen. Tapi buatku pribadi sebuah foto itu lebih
sederhana, objektif, jujur apa adanya, dan lebih mencakup semua kalangan. Aku
suka sekali menghabiskan waktu mengenang hal-hal baik pada masa lalu, sekalipun
itu lima menit yang lalu sambil menatap sebuah foto!
Aku
ingin sampaikan pengalamanku saja ya. Setiap orang diberikan anugerah untuk
berkehendak dan memilih. Jadi jika kalian punya mimpi atau rasa-raanya adalah
sebuah lakon atau tujuan hidup, beranilah untuk memilih menjadikannya nyata.
Tentu dengan strategi dan perhitungan yang memudahkan ya karena setiap insan
punya situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Pastinya selalu ada cara! Seperti
halnya aku mau bikin film pendek, gak punya modal, banyak urusan lain, soal
keluarga, pekerjaan tapi dengan keberanian, perhitungan, dan doa aku tidak akan
menyerah selama masih diberikan waktu. Jadi mari kita jaga sehat pikiran, hati
dan badan agar bisa mewarisi hal-hal baik nan bermanfaat untuk kehidupan
sebelum waktu kita habis. Astungkara… Terimakasih!
Aku membaca proposal Sirat yang dikirimkan Abi. Aku jadi teringat percakapanku dengan SylvieTanaga dua pekan lalu. Kami bertanya-tanya, akankah trauma generasional dan
hantu-hantu yang dilekatkan pada identitas dapat berhenti diwariskan ke
generasi selanjutnya?
Saat membaca paparan Sirat, aku jadi optimis. Generasi berikutnya punya segala perangkat untuk menjadi Ghostbuster. Mereka akan
melihat hidup dengan kacamata dan kesadaran yang berbeda. Mereka jugalah yang
kelak menjadi penentu dalam struktur-sturkutr yang lebih besar.
Kunjungi akun Instagram @sirat_art
untuk tahu lebih banyak mengenai film ini dan kunjungi @narasatriangga untuk
mengenal Abi. Mari kita nantikan bersama rilisnya perangkat-perangkat pendukung
film Sirat.
Komentar