Oleh: Azisa Noor
Penerbit : m&c!
Harga: Rp 16.500,00
“Hai, kalian dari Jepang, ya ?” sapa saya pada Satu Atap bersaudara. “Bukan, kami aseliii dari Bandung,” sahut Satu Atap 2. “Yah … mungkin ada keturunan Jepang sedikit, sih, tapi pada dasarnya kami komik Indonesia. Komik Bandung,” koreksi sang kakak, Satu Atap 1. Ada kebanggaan di nada suaranya. “Yang putih-putih dan sipit tidak selalu dari Jepang, lho. Kami dari Jawa Barat kan putih-putih juga,” timpal Satu Atap 2. “Tidak percaya? Silakan kenali kami … ,” sambung Satu Atap 1. Saya tersenyum pada dua komik lincah dan ceria itu. Tanpa basa-basi lagi saya berkenalan dengan kakak beradik yang sambung menyambung cerita itu.
Alkisah, dalam sebuah kos di Jalan Aceh Bandung (baiklah. Sekarang saya percaya kakak beradik ini berasal dari Bandung), tinggallah makhluk-makhluk gaib yang menyamar menjadi manusia biasa. Ada Rangga si ganteng yang setengah setan, Maya peri hutan yang genit, Erik si putra duyung, dan lain-lain. Entah bagaimana ceritanya, nenek Putri yang manusia biasa dapat mendamparkan cucunya ke kos tersebut.
Berbagai cerita menarik terjadi. Mulai dari datangnya Rana, kakak perempuan Rangga yang berprofesi sebagai pemburu setan (Satu Atap 1) sampai upaya menggagalkan pemberangusan kawasan Babakan Siliwangi (Satu Atap 2). Makhluk-makhluk gaib pun tak lepas dari kisah cinta. Ada ser-seran absurd ala Rangga dan Putri (Satu Atap 1-2), Erik si pemalu dan penakut yang tiba-tiba mampu menyelamatkan Hana, kakak kelas yang ditaksirnya diam-diam (Satu Atap 2), serta si genit Maya yang mati kutu ketika berjumpa Dipta, cinta masa kanak-kanaknya semasa di Kalimantan (Satu Atap 2).
Seluruh kisah ini sepertinya bermuara pada pesan “kita tak pernah sendiri” dan “berdamailah dengan perbedaan”. Kedua pesan tersebut sungguh relevan dengan negeri kita dan disampaikan secara khas Indonesia oleh kedua komik kakak beradik ini. Meski selintas lalu Satu Atap masih terlihat kejepang-jepangan, ada nafas nasionalistik yang ingin bertiup dan menularkan nyawa pada komik-komik Indonesia. Para komikus di Indonesia tidak sendiri. Berdamailah dengan perbedaan lalu bangkitlah untuk terbit sebagai diri sendiri. Tahu-tahu saya jadi terharu.
“Dea, kamu tahu, nggak kalau makhluk gaib seperti di Satu Atap lumayan banyak di Bandung?” Satu Atap 1 membisikkan rahasia. “Enggak, sih, tapi saya percaya saja,” sahut saya. “Kamu tahu nggak kalau sebetulnya kamu ….,” Satu Atap 2 tidak melanjutkan kalimatnya. “Kalau saya apa?” tanya saya tegang. “Kalau kamu …, ya itu,” sahut Satu Atap 2 dengan senyum jahilnya. “Saya apa, sih?” saya jadi penasaran.
Barangkali jawabannya ada pada adik-adik mereka yang akan lahir nanti. Satu Atap 1 dan Satu Atap 2 belum berakhir, para makhluk gaib ini masih menyimpan banyak rahasia.
Melalui tutur komik, Satu Atap 1 dan Satu Atap 2 masih berjuang menghembuskan nyawa bagi komik Indonesia.
Psst teman-teman, tahukah kamu kalau kamu ….
Sundea
Kunjungi Azisa Noor di www.scarlet-dragonchild.deviantart.com
Komentar