-Angkot Kalapa-Dago, Jumat 23 Juli 2010-
Seorang anak yang tidur nyenyak di pangkuan ayahnya menarik perhatian saya. Sesekali Sang Ayah mengusap-usap punggung dan bahu Si Anak. Sesekali sinar mataharilah yang mengusap putih seragam sekolahnya.
“Pak, boleh saya foto, nggak ?”
“Buat apa ?”
“Saya suka nulis kejadian-kejadian menarik di angkot …”
Akhirnya, setelah saya bercerita sedikit tentang zine-zine-an online Salamatahari dan memberikan selembar sticker, Sang Ayah yang ternyata bernama Pak Doddy itu mempersilakan.
“Baru jemput puterinya, Pak ?” tanya saya. “Sudah dari rumah. Tapi dia ini setiap pulang sekolah maunya ikut saya,” sahut Pak Doddy sambil menepuk-nepuk bahu puterinya lembut.
Ternyata Pak Doddy adalah seorang Konsultan Keuangan freelance. “Sekarang ekonomi naik-turun, jadi lebih baik freelance,” ujarnya. Setiap hari Pak Doddy bertualang dari bank ke bank, dari satu kantor ke kantor yang lain untuk menunaikan tugasnya. Desya, puteri sulungnya yang duduk di kelas 2 SD, selalu menyertai. “Kalau di rumah, dia justru nggak bisa bikin PR. Dia harus diajak jalan-jalan, hepi-hepi, baru bisa bikin PR. Semua orang di bank sudah kenal dia,” kata Pak Doddy sambil tertawa kecil.
Pak Doddy pun bercerita tentang tingginya tingkat stress di kalangan pebisnis. “Kadang mereka hanya pakai ini,” ujar Pak Doddy sambil menunjuk kepalanya, “Padahal semuanya kembali kepada Tuhan. Kita perlu berserah kepada-Nya.”
Di depan Bank Rakyat Indonesia, Pak Doddy berhenti. Dengan lembut ia membangunkan Desya. Desya yang masih terkantuk-kantuk menggandeng tangan Sang Ayah manja. “Hayuk, Dea,” pamit Pak Doddy sebelum turun dari angkot. Dalam keadaan mengantuk, Desya pun sempat melambai. Saya mengangguk kepada ayah dan anak itu.
Siang menjelang sore itu, bisnis dan keuangan berputar dengan cara yang perlahan dan sahaja.
Di dalam angkot. Rendah hati mengikuti siklusnya.
Sundea
Komentar
gw post koq ttg kerinduan gw sama rumah di wordpress! hihi...