Apa perbedaan kepala dan kelapa?
Kalau kepala dicukur jadi botak, kalau kelapa dicukur jadi batok.
Demikianlah bunyi salah satu jokes bapack-bapack yang pernah kudengar. Bagiku teka-teki ini memantik pikiran menarik seputar bahasa Indonesia. Betapa dekatnya “kepala” dan “kelapa”. Keduanya memiliki makna yang jauh berbeda, tetapi berapa banyak di antara kita yang pernah terpeleset menyebut “kepala” sebagai “kelapa” atau “kelapa” sebagai “kepala”?
Otak kita seringkali memproses kata sebagai satu paket bunyi daripada urutan huruf yang spesifik. Itu sebabnya “kepala” dan “kelapa” mudah tertukar. Meskipun sudah mempersiapkan artikulasi untuk kedua kata tersebut, kemiripan membuat “jalur neurologis”-nya rentan bersilangan. Fenomena ini disebut spoonerisme, diambil dari nama dekan dan dosen di Oxford Universtiy, Reverend William Archibald Spooner (1844-1930), yang terkenal sering melakukan kesalahan linguistik semacam itu.
Di edisi ini aku ingin bermain-main dengan kelapa dan kepala. Ada kisah Coco Jo Coffee yang meletakkan mati dan hidupnya pada kelapa, ada pula “Bohlamian Rhapsody” yang mengisahkan hubungan helm dan kepala yang dilindunginya. Setelah membaca kedua artikel di edisi 212 dan menceritakannya kepada orang lain, bisa jadi kamu tertukar menyebutkan yang mana sebagai yang mana.
Otak kita mempunyai cara menarik dalam memproses bahasa. Kadang terlalu sangkil sampai menempuh jalan pintas yang salah.
Namun, bukankah ketersesatan kadang mengantar kita kepada jalan-jalan baru?
Selamat Hari Keseimbangan
Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,
Sundea
Komentar