Doa yang Bergerak Terbalik

Awan warna-warni turun dengan hati-hati. Seperti doa yang bergerak terbalik ia meniti turun lewat derai yang sampai ke telingaku.

 


“Kuas kami hilang,” bisiknya.

“Kuas apa? Kok bisa?” tanyaku.

“Kuas ajaib. Ada yang mencuri,” bisik awan lagi.

 

Awan warna-warni lantas bercerita tentang sekotak kuas ajaib milik langit. Konon, kuas-kuas itu dapat digunakan untuk melukis apa saja dan menjadikannya nyata. 

  


“Betul-betul apa saja?” aku memastikan.

“Iya, apa saja, aku kan catnya,” jamin awan.

“Aku bisa melukis daun di pohonku yang sudah kering, dong?”

“Jangankan itu. Masa depan pun bisa kamu lukis dan jadi nyata dengan kuas itu.”

“Uwow!”

Awan merunduk semakin dekat kepadaku, “tapi dengar, ya, hanya makhluk terpilih yang boleh meminjam kuas itu.”

 





Awan warna-warni menjelaskan, kuas ajaib hanya dipinjamkan kepada mereka yang sudah punya cukup pengalaman. Jika dijumlah, seluruh pengalaman yang dikumpulkan harus cukup banyak untuk membeli kebijaksanaan.

 

“Mengapa aturannya begitu?” tanyaku.

“Sebab, apa saja bukan berarti apa saja.”

“Maksudnya?”

Awan warna-warni tak menjawab.

“Seperti apa bentuk kuasnya? Mungkin aku bisa bantu mencarikan.”

“Seperti huruf A.”

 


 

Aku mencoba membayangkan dan mengingat-ingat apa pernah aku melihat kuas seperti huruf A. Kuas… A. Kuas A. OH! KUASA! Mendadak berbagai prahara akibat kekuasaan hadir bagai kilat yang menyambar-nyambar dalam ingatanku. Perundungan terjadi karena kuasa. Negara carut marut ketika dikendalikan kekuasaan. Jika memiliki kuasa, seseorang dapat mengambil langkah tidak adil dengan leluasa. Suka dan tak suka dapat diubah menjadi petaka atas nama kuasa. Aku tak heran kuas ajaib langit diincar pencuri. Aku jadi mengerti mengapa awan bilang, apa saja bukan berarti apa saja.

 

“Kuasa itu menakutkan,” desisku.

“Tidak juga,” bisik awan warna-warni dengan tenang.

Aku tengadah menatap sumbernya. Ia membiaskan sinar dan memeras diri menjadi doa yang bergerak terbalik dengan membungkuk rendah hati kepadaku. “Dengar ini, ya: Kuas A. Kuasa. Kuas A-manah.”

 

 

Awan warna-warni yang telah menjelma tetesan biru-kuning-merah mirip permen Fox yang tak lengket menetes ke kepalaku kemudian mengalir melalui seluruh tubuhku. Ia seperti doa yang bergerak terbalik. Tidak memanjat, tetapi turun sampai menyentuh tanah, mencium akar, dan menumbuhkan. Alam telah ditempa pengalaman panjang yang membuatnya punya kebijaksanaan lebih daripada cukup untuk menghormati amanah.

 

Awan warna-warni menitipkan cerita ini kepadaku. Mungkin ia tahu, sesungguhnya aku pernah melihat kuas-kuas yang dicuri itu, tapi tak pernah melihat kotaknya. 

 


 

Visual: Constellation Neverland 4.0: A Cup of Coffee Beneath the Clouds. Merupakan kolaborasi antara Sembilan Matahari dan Smiljan Coffee. Lebih lengkap mengenai karya ini dapat dibaca di sini

 


 

 

Komentar