Bintang Banting

 Taptaptap… taptaptap…

 

Jendela kamar Anakberuang diketuk. Anakberuang yang terbangun mengusap matanya. Seberkas sinar yang redup dan tipis menyusup masuk melalui sela-sela jendela. Apakah ini sudah pagi? Tapi biasanya sinar matahari lebih berani.

 

Taptaptap… taptaptap…

 

Kembali terdengar ketukan. Anakberuang bangkit dari tempat tidur dan memutuskan untuk membuka jendela. Ternyata di kalang jendela telah menanti sebentuk bintang kecil yang redup.

 

“Kamu bintang jatuh, apa?” tanya Anakberuang.

“Bukan. Aku tidak pernah jatuh. Aku turun sendiri,” sahut bintang kecil itu dengan suaranya yang berdenting bening.

“Turun sendiri?” tanya Anakberuang lagi.

“Iya. Daripada jatuh. Boleh aku masuk?” 

 

Anakberuang mempersilakan bintang kecil itu masuk. Ia melompat lalu langsung duduk di atas tempat tidur Anakberuang. Debu-debu cahayanya terkibas sedikit dan bertaburan seperti glitter di karpet dan kasur Anakberuang.

 

“Namaku Banting, anagram dari ‘bintang’.”

“Apa itu anagram?” tanya Anakberuang.

“Hmmm. Kata berbeda yang terdiri dari huruf-huruf yang sama. Pernah dengar?”

Anakberuang menggeleng, “Aku tidak sekolah dan tidak bisa membaca.”

“Oh, begitu. Siapa nama kamu?”

“Anakberuang.”

 Anyway, Anakerbuang, dulu aku bintang yang terang sekali dan suka membanting terangku ke mana-mana. Aku pernah disangka pesawat alien saking terangnya, bikin heboh di kompleks perumahan hihihi,” cerita Banting tanpa diminta.

“Terus kenapa sekarang kamu jadi redup begini?” tanya Anakberuang.

 

Seketika eksepresei Banting berubah dan sinarnya menyuram. Ia menghela napas. “Itulah. Segala sesuatu ada masanya. Barang-barang bisa usang, makanan bisa basi, terang bintang pun begitu, lama-lama bisa mati.”

Anakberuang mengangguk-angguk.

“Semua bintang yang padam pada akhirnya akan jatuh, Anakberuang. Aku tidak mau,” lanjut Banting. “Jadi, aku turun sendiri sebelum itu terjadi. Aku menumpang awan, pindah ke punggung burung, lalu melompat ke pohon yang ada di depan rumah kamu itu, kemudian turun dari situ”

“Kamu bisa memanjat pohon?” tanya Anakberuang.

“Tidak bisa. Tapi mencoba merosot dari pohon pasti lebih baik daripada jatuh dari langit.”

 

Banting menjelajahi kamar Anakberuang dengan tatapannya. Mungkin ia mencari sesuatu. Mungkin juga hanya sedang memetakan tempat asing yang jauh sekali dari angkasa luasnya yang tak berbatas. Sementara itu Anakberuang sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya.

 

“Terus terang aku bingung, lho, Banting,” Anakberuang mengusap-usap dagunya .

“Kenapa?”

“Kalau sudah pasti akan jatuh dari langit luas, kenapa cuma kamu bintang yang turun sendiri?”

“Itulah, Anakberuang, tidak ada bintang yang mau ada di bawah. Mereka semua takut kerendahan,” tanggap Banting.

“Memangnya ada, ya, takut kerendahan?”

“Ya ada, dong. Semua bintang takut kerendahan. Makanya mereka berusaha mati-matian tetap di tempat tinggi, walaupun pada akhirnya jatuh juga.”

“Kamu nggak takut kerendahan?”

“Setelah tahu sinarku meredup, aku justru jadi takut ketinggian.”

“Oh?”

“Iya. Sebab aku sadar, sebetulnya bukan kerendahannya yang menakutkan, tapi ada di tempat rendah dalam keadaan tidak siap.”

 

Hati-hati Banting merayap turun ke karpet di kamar Anakberuang. Ia meminta izin beristirahat karena selama ini belum pernah merasakan tidur. Anakberuang membiarkan sambil mengamati Banting yang kian temaram, kemudian padam seperti lampu kecil yang dimatikan.

 

Banting segera lelap dan tampak nyaman ketika menitipkan semua bebannya pada karpet.  Dengkurnya merdu seperti genta angin. Anakberuang tahu, Banting sudah tak mungkin jatuh terbanting. Ia tak perlu takut pada ketinggian lagi setelah ada di kerendahan yang serendah itu.

 

Ke mana Banting jika bangun nanti? Akankah Banting tinggal di kamar Anakberuang selamanya? Apa yang akan dilakukan bintang di kerendahan? Masihkah ia bersinar? Anakberuang tidak tahu.

 

Saat hendak menutup jendela, di kejauhan Anakberuang melihat sebuah bintang jatuh yang katanya bisa mengabulkan keinginan. Untuk pertama kalinya ia bertanya, mengapa kejatuhan bintang menjadi bahagia buat makhluk lainnya?   

AI Generator

 

Komentar