Melambat dengan Sekebun Kawan

-Bandung, Berkawan Sekebun, 2 Juni 2025-

 

Photo BoothTanpa Kamera

 

Namanya Kurnia Ngayuga Wibowo alias Yuga. Ia, yang biasa berkarya dengan kamera, menggarap photo booth keliling. Namun, bagaimana jika photo booth Yuga justru hadir tanpa kamera?

 


“Aku mau ajak manusia melambat,” ujar Yuga. Alih-alih cepat dan instan seperti photo booth pada umumnya, Photo Booth Tanpa Kamera menyajikan pengalaman lambat dan manual. Kita, yang ingin “difoto”, datang dengan dua kata kunci pilihan kita. Yuga menginterpretasinya kemudian menggambar kita dalam panel-panel komik.

 

Dua kata kunci dari kita ibarat prompt AI yang diolah bersama data-data di kepala Yuga. Selama Yuga menggambar, kita tak harus berdiri hadapannya untuk “disalin”.  Kita boleh berinteraksi dengan apa saja yang ada di sekitar kita. Yuga menggambar kita berdasarkan ingatan dan interpretasinya. Bisa mirip, bisa tidak. Namun, bagiku pribadi, bagaimana informasi tentang kita diolah otak Yuga itulah yang menarik. 

 

Respons dan interaksi kita dengan Yuga pun dapat manusiawi dan ekspresif. Ada yang senang, berujung ledek-ledekan dengan Yuga, terharu, bahkan ada anak kecil yang menyobek gambar Yuga karena tidak suka. Semua tanggapan itu disambut apa adanya dan Yuga mengaku tak ada “beban kesenian” dalam proyeknya. Photo Booth Tanpa Kamera hanya upaya untuk kembali menikmati proses, kehadiran, keintiman, dan hal-hal lain yang tak dapat digantikan oleh kecanggihan digital.

 

Senin lalu, Yuga mampir ke toko zine mungil di Pasar Cihapit, Berkawan Sekebun. Berkolaborasi dengan Taos, seniman Bandung yang juga kuncen Berkawan Sekebun, Yuga menggarap Photo Booth Tanpa Kamera. Yuga menggambar sementara Taos menorehkan “kata hari ini” pada gambar Yuga. Kolaborasi lucu Yuga dan Taos hanya berlangsung hari itu dan dibayar dengan sistem kencleng sukarela.

Taos


Aku mengamati setiap partisipan yang datang membawa cerita. Ada ibu hamil, partisipan dari Jakarta dan Semarang, teman-teman lama Taos dan Yuga, bahkan ada yang berulang tahun tepat di hari itu. Kusadari proses melambat memberikan jeda-jeda untuk diisi. Sambil menunggu Photo Booth Tanpa Kamera rampung, partisipan dan teman-teman yang mampir ke Berkawan Sekebun berkenalan, berbagi cerita, dan banyak tertawa. “Kata hari ini” pun tak di-genarate dengan prompt yang dingin. Taos bercakap-cakap dengan setiap partisipan, bahkan tak jarang membagi perasaan dan pikirannya sendiri. Aku melihat bagaimana dialog-dialog tersebut menciptakan simpul-simpul antar manusia.

 

Ulang tahun ke-20 Nadhira, salah satu partisipan, menjadi meriah. Teman-teman yang baru dikenal Nadhira di Berkawan Sekebun melimpahi Nadhira dengan doa-doa tulus, nyanyian meriah, dan foto-foto akrab. “Aku baru pertama kali, lho, ke sini,” kata Nadhira ketika Dinda dari Berkawan Sekebun spontan memberikan hadiah ulang tahun untuk Nadhira. Sebagai gantinya, Nadhira membagikan bingkisan-bingkisan kecil bak goodie bag ulang tahun anak-anak pada teman-teman barunya.

 

Nadhira


Photo Booth Tanpa Kamera tak membekukan momen, melainkan mencairkan kebekuan di antara orang-orang yang seharusnya asing. Berkawan Sekebun sendiri adalan nama sekuat doa. Aku, yang ketika mampir ke sana hanya mengenal Taos, tiba-tiba punya kawan sekebun di toko zine mungil penuh cinta itu.

 

“Apa rasanya ikut Photo Booth Tanpa Kamera?” tanyaku pada Iluk, salah satu partisipan dari luar kota.

On the spot banget,” sahut Iluk yang takjub melihat rangkaian gambar dan kata dari Yuga dan Taos.

 

Sasha, Chintia, dan Iluk

 

Sadarkah Iluk bahwa AI bekerja lebih on the spot daripada Yuga dan Taos? Namun, pernyataannya mengingatkanku bahwa manusia tetap menakjubi apa yang dibuat secara manual oleh manusia. Musik-musik digital tak membunuh alat musik akustik dan panggung-panggung live. Kecanggihan fotografi tak mengecilkan kekaguman kita pada mereka yang mampu membuat lukisan realistik. Kita pun selamanya merasa nyaman dipeluk, ditepuk di bahu, dan ingin digenggam tangannya saat kehilangan kekuatan.

 

Kesenian adalah ekspresi manusia yang meyentuh perasaan dengan kemurniannya. Bagiku, ia selalu mungil dan halus seperti bulu anak anjing dan kucing. Lantas, haruskah ia mempunyai beban? 

 


 

 

Komentar

Anonim mengatakan…
hangat beud tulisan Kak Dea seperti biasa 🥹 hatur nuhun yaa 💖🌻
salamatahari mengatakan…
Masama, lho...