Si Paling Kondang

“Jadi kamu masih berfungsi?”
“Masih dan enggak…”
 
 
Tuiter, burung yang jarang beribadah meskipun termasuk burung gereja, hinggap di telinga Paling Kondang, selebritis yang menurut gosip-gosip dikutuk menjadi kepala batu. Iya. Cuma kepalanya yang membatu. Tuiter ingin tahu apakah dengan menjadi “kepala batu”, Paling Kondang masih bisa mendengar.
 
Sebetulnya tak ada yang mengutuk Paling Kondang. Itu adalah mekanisme bertahannya ketika menanjak menjadi selebritis papan atas. Ketika semakin berjaya di dunia selebrita sosialita, telinga Paling Kondang menangkap semakin banyak suara. Banyak ujaran beracun yang membawa celaka bagi batin.
 
“Jangan dengerin kata orang,” nasehat seorang kawan selebrita ketika Paling Kondang sampai sakit-sakitan akibat nyinyiran sejumlah warganet.
 
Paling Kondang menurut. Tidak ada yang mengutuknya. Ia sendirilah yang mengubah kepalanya menjadi batu. Ia masih bisa mendengar, tapi tak lagi mendengarkan. Ia resisten terhadap setiap pesan. Baik pesan yang berfaedah untuk kemajuannya, maupun pesan yang memukulnya hingga terpelangting mundur. Matanya pun hanya bisa melihat, tapi tak dapat lagi menghayati apa yang dilihatnya.
 
“Apa rasanya menjadi telinga batu?” tanya Tuiter.
“Kamu masih bisa tanya tentang ‘rasa’ ke aku?”
 
Tuiter terbang menemui warganet. Berkicau di media sosial, bercerita tentang Paling Kondang yang berkepala batu. Apa yang dicuitkan Tuiter memancing suara-suara sumbang maupun merdu. Semuanya sampai ke telinga batu Paling Kondang. Terdengar tetapi tidak pernah didengarkan. Semua yang berusaha menabrak kepala dan menyusup ke telinga batunya seperti peluru akhirnya hanya jatuh berserakan di dekat kaki Paling Kondang.
 
Tuiter adalah burung yang jarang beribadah meskipun termasuk burung gereja. Tidak semua yang dikatakannya benar. Tapi, bukan berarti tak pernah mengandung kebenaran…
 
 

Komentar