Namanya Rahman. Ia bertualang sampai
ke Selandia Baru dalam rangka mengumpulkan kabar-kabar burung. Pssst… tahukah
kamu? Menurut kabar yang beredar, ada, lho, burung yang ketahuan selingkuh
dengan tetangga. Seperti apa ceritanya? Simak obrolan Dea dengan
penyalamatahari kita di edisi ini.
Halo, Rahman, jadi sekarang kamu udah
nggak di Bandung, ya?
Haloo
Kak Dea dan pembaca zine-zinean salamatahari. Aku Rahman dari Bandung, tapi
sekarang tinggal di Auckland Tāmaki Makaurau, Selandia Baru Aotearoa.
Di sana apa aja kegiatannya?
Kegiatan
sehari-hari keliling-keliling sambil ngamat burung, sambil ngerjain hobi-hobi
cimpi seperti berkebun dan kadang bikin kolase dan zine juga. Aku juga jadi
pelajar sekaligus ngajar juga di kampus. Di Auckland aku
kuliah doktoral di School of Biological Sciences, University of Auckland.
Oh, wow, lagi kuliah doktoral. So far udah sampai di mana?
Saat ini aku masih
persiapan untuk ujian kualifikasi tahun pertama dan kalau lancar penelitianku
akan lanjut untuk 2-3 tahun ke depan.
Semoga lancar, ya, Man. Terus, terus, kalau pengamat
burung profesi atau hobi jadinya?
Kerjaanku
sebetulnya adalah peneliti, tapi kebetulan memang yang diteliti hampir selalu
burung. Proyek yang sedang aku kerjain sekarang adalah pingin ngeliat gimana
sih burung itu belajar nyanyi dari temen-temennya sesama burung. Terus nanti
aku ngeliat gimana, sih, anak-anak burung itu niru bapak-ibunya, atau bahkan
tetangganya, sampai mereka punya nyanyian mereka sendiri.
Ngamatin burung itu caranya gimana,
sih?
Jadi
aku sering ke hutan, nyari burungnya pakai binokuler (karena seringkali jauh
juga kan di kanopi pohon), terus ngerekam suara burung pake mic gitu.
Mirip-mirip kayak lagi wawancara burung satu-satu haha.
Kayak wawancara? Menarique. Pernah
ngebayangin, nggak, kalau diterjemahin dalam kata-kata, nyanyiannya “lirik”-nya
apa?
Pernah dong, selalu
kepikiran juga kalau lagi di lapangan ngambil data dan mereka nyanyi itu
artinya apa ya? Kalau dari studi-studi yang lampau, burung-burung itu kurang
lebih menyanyi untuk beberapa tujuan. Satu, untuk ngabarin burung yang masih
sejenis tentang keberadaan mereka di suatu tempat. Kurang lebih kayak “Hey! Aku
di sini, lho!” dan kadang bisa berarti juga “Ini rumahku jadi kamu jangan
dateng ke sini! (galak gitu ceritanya)”. Bisa juga berarti “Apakah kamu
jodohku? (kedip kedip)” hahaha. Bayi burung juga teriak-teriak “Buuu, Paaak
makan dong lapar nih!” dan si bapak ibunya bisa bales “Iya sabar nak ini lagi
cari cacing dulu!” atau “Makan nih ulet gemuk!!”
Selain itu juga
bisa dipakai untuk ngasih tau semisal ada hewan pemangsa atau hal-hal
berbahaya, kalau dibahasa-manusiakan mungkin contohnya “Awas jangan ke sini!
Ada ular!” atau jangan-jangan mereka bilang “Awas itu ada orang aneh bawa
mikrofon!” haha.
Hahahaha. Seru banget. Sebetulnya sejak kapan
kamu jadi pengamat burung dan gimana ceritanya?
Sebetulnya
dulu pas kuliah biologi di ITB udah dapet materi tentang burung ini dari
tingkat dua, tapi awalnya aku ngga begitu suka karena aku bolor jadi susah
ngeliat burung di kejauhan. Tapi kemudian aku jatuh cinta sama orang yang suka
ngamat burung terus jadi tertular, lah semangatnya haha. Sebetulnya dulu pas
aku ngerjain skripsi S1, aku ditantang pembimbingku untuk menghasilkan ide yang
unik karena peneliti burung itu banyaaak banget di mana-mana. Di Indonesia pun
sebetulnya jumlahnya banyak banget dibanding peneliti hewan-hewan lain. Tapi
aku tuh suka banget ngeliat perilaku hewan dan setelah ngobrol-ngobrol sama
beberapa ahli burung, di Indonesia nggak banyak yang ngerjain perilaku.
Akhirnya di situ aku menemukan niche-ku dan sampai sekarang aku bener-bener
dikasih peluang buat fokus ngeliat gimana burung-burung itu berperilaku di
alam.
Eh,
taunya sampai sekarang, hampir 15 tahun kemudian, aku masih berkutat sama
perburungan ini. Sekarang kayaknya udah sadar kalau aku nggak akan bisa kabur
dari burung di manapun aku berada, jadi ya udah pasrah aja dan belajar enjoy. Lama-lama menikmati juga, sih,
karena bisa sekaligus jalan-jalan ke alam dan nggak bosen diem di dalem ruangan
terus.
Tapi kamu seserius ini, lho, sampai
ngambil doktor ke luar negeri segala. Kataku, sih, ini bukan pasrah, tapi niat
hahaha. Apa yang bikin kamu seserius ini nekunin profesi sebagai peneliti
burung?
Jujur
sampai sekarang aku juga masih bertanya-tanya, sih, kenapa aku masih mau
berkutat di dunia perburungan ini. Menurutku salah satu karakter sebagai
peneliti adalah kita tuh harus bisa memupuk rasa penasaran. Apa-apa ditanyain.
Kayaknya pertanyaan yang ngga habis-habis ini yang jadi bahan bakar aku untuk
terus tekun kerja sama dengan para burung haha.
Contoh pertanyaan gimana?
Contohnya,
kenapa, sih, burung nyanyi? Kenapa, sih. burung suka berantem? Semakin ke sini
juga aku dapat funfact yang ngga ada
habisnya. Oh penelitian si B bilang kalau beberapa jenis burung tuh bisa
belajar fisika dan matematika. Penelitian si A itu bilang kalau di dunia burung
tuh ada juga loh perselingkuhan dan perceraian.
Tunggu dulu. Perselingkuhan dan
perceraian? Udah kayak sinetron hahaha.
Dunia burung
ternyata penuh drama haha meskipun sering dibilang kalau burung itu salah satu
jenis hewan yang faithful dan emang betul ada banyak spesies yang
monogamus atau pasangannya cuma satu seumur hidupnya. Terus setelah
ditilik-tilik ternyata ada juga burung yang monogamus kalau lagi musim kawin
aja, sisanya nggak. Ditambah analisis genetik dan jadi tahu asal-usul
masing-masing bayi burung, jadi ketahuan oh kadang si bapak dan ibu ini
menyelinap dari pasangannya dan kawin sama tetangganya.
Buset. Mendadak inget lagu “Selimut Tetangga”
hahaha. Terus jadi prahara rumah tangga, nggak, tuh?
Dulu aku pernah
penelitian burung gelatik dan mereka jadi salah satu contoh burung yang
bayi-bayinya punya sumber genetik beraneka ragam. Semakin sini, peneliti juga
lihat fenomena perceraian di kalangan burung-burung yang monogamus tadi.
Pasangannya ditinggal dan akhirnya mereka bonding dengan individu lain.
Contohnya mungkin di beberapa spesies penguin. Kan kita tahunya mereka sweet banget dengan pasangannya ya,
ngasih hadiah, saling nyuapin makanan, ternyata ya bisa drama juga haha.
Iya. Drama banget hahaha.
Tapi
seru ngga sih??
Seruuu hahaha. Berhubung Salamatahari
edisi ini temanya “Kabar Burung”, selama jadi pengamat burung, menurut kamu burung
apa yang menurut kamu paling sering bawa kabar?
Ini
pertanyaan yang menarik banget. Tiap daerah tuh pasti ada elemen-elemen yang
berhubungan sama burung. Misal, di banyak daerah di Indonesia kalau denger
suara burung Wiwik, dianggapnya sebagai kabar kalau ada orang yang meninggal.
Di budaya Māori, burung kipasan (pīwakawaka) sering dianggap sebagai pembawa
kabar dari dewa-dewa tentang orang yang akan meninggal. Kenapa selalu ada
hubungannya sama orang meninggal ya? Jadi serem sendiri hahaha.
Ya udah. Biar nggak
tambah serem, kamu cerita aja tentang burung favorit kamu.
Aku
tuh suka banget burung cekakak. Kenapa namanya cekakak? Karena memang suaranya
kayak orang lagi ketawa hahaha. Burungnya pun cantik banget warna biru, jadi
selalu senang ngeliat mereka di manapun. Selain itu aku juga suka banget
kutilang. Mereka sayangnya bunyinya bukan trilili kayak di lagu anak-anak. Tapi
lebih kaya suara lonceng gitu gemerincing, cantik banget. Rasanya nama kutilang
di Bahasa Sunda, cangkurileung, bisa ngegambarin banget betapa unik nyanyian
kutilang.
Kalau kamu bisa jadi burung, kamu mau
jadi burung apa?
Mungkin aku mau
jadi burung kesukaanku, si cekakak tadi. Kerjaannya ketawa-ketiwi, nongkrong di
atas pohon, sesekali terbang cari makan, tapi lebih seringnya ngelamun
ngeliatin air karena dia biasanya hidup deket perairan.
Selama jadi pengamat burung, apa pengalaman
kamu yang paling tak terlupakan?
Waktu
itu aku ke Timika untuk kerja praktik, terus dari awal kami udah dikasih tahu
kalau kami beruntung bisa ngeliat cenderawasih secara nyata. Selama ini aku
cuma pernah liat dari awetan aja di museum, kurang seru kan. Waktu itu kami
lagi jalan-jalan aja di sekitar perumahan, taunya ada bunyi yang aneh dan beda
dari burung lainnya, terus si cenderawasih itu terbang aja gitu dengan
santainya melintasi kanopi. Saking takjubnya semua cuma bisa cengo dan ngga
kepikiran buat foto, jadi sayangnya ngga ada buktinya kalau udah pernah liat
cenderawasih. Pengalaman liat hewan langka di habitat aslinya tuh ngga akan
pernah bisa terlupakan sih, spesial banget dan aku merasa sangat privileged
untuk bisa berkunjung ke rumah mereka.
Ayo
coba ngamat burung bareng! Di Indonesia burungnya banyak banget dan sayang
banget kalau sampai nggak tahu burung-burung apa aja yang ada di sekeliling
tempat tinggal kamu. Siapa tahu dengan semakin kenal burung-burung, jadi
semakin sayang sama alam di sekitarmu juga.
Sipppooo, terima kasih, ya,
Rahmaaann…
![]() |
Kunjungi Rahman di akun Instagram @rrsyd |
Aku teringat pada salah satu lagu
favoritku ketika anak-anak, “Burung Camar”, yang diciptakan Abah Iwan dan
dinyanyikan Vina Panduwinata. Burung camar membawa kabar tentang nelayan yang
menyintas hidup di laut, sang burung camar membagi kesedihan dan empatinya
melalui nyanyian.
Bisa jadi kabar-kabar yang dibawa burung
adalah kabar penting. Mungkin kabar-kabar itu tidak sampai dengan tepat kepada
kita karena kita tak sungguh-sungguh memahami bahasanya seperti Rahman. Maka,
adakah di antara teman-teman yang jadi tertarik untuk mempelajari bahasa
burung?
Ketika aku mengetik artikel ini, dari
kejauhan aku mendengar beberapa burung berkicau bersahut-sahutan dilatari suara
tonggeret. Kira-kira, apa yang mereka perbincangkan?
Komentar