Makna

 -Bandung, Kopi Nako, 13 April 2025-
 
Meet up 30hbc
 
“Apa benefit yang didapat dari menjadi admin 30hbc?”
“Saya merasa jadi orang yang berguna.” 
 

Ani dan Budi tanpa kostum. Foto: Kurasitama
 
Demikianlah kira-kira secuplik percakapan antara Fiola, salah satu peserta yang hadir di meet up 30hbc Bandung, dengan Sigit, salah satu admin 30 Hari Bercerita. 30 Hari Bercerita adalah gerakan non profit yang rutin diadakan setiap awal tahun. Diinisiasi Rizki Ramadhan alias Kiram, penulis wara asal Jakarta, 30 Hari Bercerita mengajak kita menulis di akun Instagram masing-masing selama 30 hari dengan tagar #30haribercerita. Tidak ada konsekuensi apa-apa jika peserta tidak konsisten, sebab pada prinsipnya gerakan ini dibuat untuk menantang diri sendiri. Namun, setiap hari akun Instagram @30haribercerita berkomitmen memilih tulisan sejumlah peserta untuk diunggah ulang.
 
Sepuluh tahun silam, 30 Hari Bercerita lahir sebagai proyek personal Kiram. Meskipun terbuka untuk dibersamai siapa saja, tak ada ambisi apa-apa. Ternyata dari tahun ke tahun kawan 30 Hari Bercerita kian bertambah.  Ketika akun Instagram @30haribercerita tak dapat diasuh sendiri oleh Kiram, bergabunglah sejumlah kawan yang membantu menopang jalannya 30 Hari Bercerita. Ada yang bertugas sebagai admin, ada yang merancang tema desain dari tahun ke tahun, ada juga yang membantu operasional ini-itu.  30 Hari Bercerita lantas melebarkan sayapnya. Pada 2017, gerakan ini menerbitkan buku bertajuk “Mimpi Budi”. Masuknya sponsor, adanya kolaborator, dan usaha menjual cenderamata, mengisi pundi-pundi yang memungkinkan 30 Hari Bercerita menggelar meet up di berbagai kota setiap tahunnya.
 
Meet up mempertemukanku dengan teman-teman baru yang tidak baru. Terbiasa membaca cerita mereka membuat mereka tak terasa asing, walaupun kami tak pernah bertemu muka sebelumnya. Selama kurang lebih satu bulan, aku sudah berkenalan dengan keseharian mereka, cara berpikir mereka, dan perjuangan-perjuangan yang mereka hadapi. Ada yang membagi cerita-cerita ringan, ada pula yang menulis sebagai terapi karena kehilangan orangtuanya akibat pandemi. Bahkan ada yang berhalangan datang, tapi diwakilkan oleh puisi-puisi 30 Hari Berceritanya yang sudah lahir sebagai buku. 
 
Buku kumpulan puisi Putra Aco. Foto: Sundea
 
Kubayangkan, admin yang setiap hari bertugas membaca setiap tulisan tentu merasa lebih akrab lagi dengan peserta. Namun, apakah peserta merasa akrab dengan mereka? Nah, ini dia. Baru kusadari, tulisan dari peserta 30 Hari Bercerita seperti surat dari sahabat pena yang sifatnya sepihak. Kita boleh membalasnya, boleh memperkenalkan diri kita, tapi boleh juga menjadi pembaca pasif. Posisi admin @30haribercerita lebih tersembunyi lagi. Meskipun mempunyai identitas, kepribadian, dan kehidupan yang tak kalah menarik, di hadapan peserta 30 Hari Bercerita, setiap admin wajib mengenakan kostum Ani dan Budi. Mungkin bagi setiap admin  para peserta bukan orang asing. Sementara bagi peserta, bisa jadi admin-admin ini tetap asing karena hanya mereka temui lewat kostumnya.    
 
“Tahun lalu kami masih terbuka untuk volunteer, tapi karena tahun ini agak istimewa, enggak,” ungkap Gandes, salah satu admin @30haribercerita. Di tahun ke-10 30 Hari Bercerita, admin  sengaja menanggalkan kostum Ani-Budi dan membuka “dapur” mereka kepada peserta meet up.
 
Siang itu, di lantai dua Kopi Nako, “Ani dan Budi” duduk menghadap peserta sebagai Sigit si serius yang bekerja di sebuah koorporat, Kira si crafter cantik yang ceplas-ceplos dan aktif, Vito si jahil jenaka yang bekerja di sebuah pabrik, Gandes si pekerja kantoran yang kharismatik, dan Eru si crafter eksentrik yang santai. Kelimanya menceritakan suka-duka dari balik redaksi @30haribercerita; mulai dari pengalaman memilih cerita untuk diunggah ulang, diskusi konten, drama-drama Instagram, sampai membagi waktu di sela-sela kesibukan mereka. Mereka pun terbuka untuk ditanyai apa saja oleh peserta yang hadir di meet up hari itu.
 
Menariknya, sebetulnya tipis-tipis kita bisa mengenali karakter admin melalui pilihan tulisan yang diunggah ulang. Meskipun ada syarat-syarat tertentu untuk pengunggahan tulisan, selera admin tetap punya andil besar. Vito misalnya, cenderung tertarik pada tulisan-tulisan yang unik meskipun bisa jadi terkesan tidak serius. “Kalau titik-titik doang terus di-repost, itu kayaknya kerjaan aku,” Vito mengakui sambil tertawa kecil. Bagi Vito, ide-ide yang memantik pertanyaan “kok kepikiran, sih” senantiasa menarik hatinya. Sementara Sigit yang kebagian shift malam menutup hari dengan selera ceritanya yang cenderung dingin dan misterius.
 
Cerita—yang dibagikan maupun disimak—ternyata bukan sesuatu yang remeh. Tak hanya memberikan kelegaan bagi peserta, admin pun menemukan kebahagiaan pada kegiatan membaca dan memilih cerita setiap hari. Di tengah keseharian yang bergulir bak mesin industri, pengalaman-pengalaman personal yang ditulis oleh beragam manusia memberikan makna. Cerita-ceritalah yang sesungguhnya membuat hidup ini berharga. Melalui cerita, kita menyadari bahwa manusia bukan sekadar perangkat melainkan individu dengan pesona dan dinamikanya. Dengan berbagi cerita, keasingan pun luruh. Setelah menanggalkan kostum Ani dan Budi, admin @30haribercerita pun menjadi individu dengan ceritanya masing-masing. Bukan perangkat. Bukan orang asing.
 
Peserta Meet Up. Foto: Kurasitama


Di penghujung meet up 30haribecerita, peserta diarahkan untuk mampir ke meja cenderemata. Di antara produk-produk yang sebelumnya sudah ada, aku menemukan produk baru: Kartukar Cerita.
 
“Ini apa?” tanyaku pada Isna, salah satu panitia yang bertugas menjaga meja cenderamata.
“Oh, ini kartu untuk ngobrol,” sahut Isna.
 
Isna kemudian menjelaskan, ada dua pilihan seri Kartukar Cerita. Satu seri untuk dimainkan dengan teman-teman dekat, seri lainnya untuk dimainkan dengan teman-teman baru. Kartunya berisi pertanyaan-pertanyaan pemantik obrolan. Katanya, ada sosok pendiam yang berani bercerita banyak akibat bermain Kartukar Cerita. Kekhawatiran tak diterima akibat banyak “membuka kartu” ternyata mendapat respons sebaliknya. Dalam cerita-cerita yang mengalir tulus apa adanya, kerapuhan dan kekuatan hadir bersama untuk membuat manusia lebih mudah disayangi.
 
Teman-teman, harga kartunya 50 ribu rupiah saja. Bisa menjadi pemecah kecanggungan yang mudah dibawa ke mana saja. Jika berminat, hubungi nomor “Ani” yang ada di tautan ini, ya.
 
Foto: Irawan

 

Komentar