You Painting Sunflowers is How I Remember You*

Konon, Vincent Van Gogh tak pernah memotong telinganya sendiri. Ia bertengkar dengan sahabatnya, Paul Gauguin, yang lantas menebas telinga Van Gogh dengan pisau. Van Gogh tak ingin sahabatnya mendekam di penjara. Maka, ia tak pernah melaporkan Gauguin dan mengaku memotong telinganya sendiri. 

 

Potret diri Van Gogh, bunga matahari Gauguin

Apakah cerita tersebut benar? Tidak tahu. Kisah kedua pelukis besar ini berkembang dalam berbagai versi narasi. Namun, aku terpikat dengan kisah Van Gogh – Gauguin saat mendengar “In the Yellow House”, lagu yang dirilis dalam album Abandoned Garden - Michael Franks (1995). Michael Franks membawakannya  secara duet bersama Brian Stokes Mitchell, komponis yang juga aktor musikal Broadway. “In The Yellow House” merupakan dialog antara Van Gogh (Franks) dan Gauguin (Mitchell).  Supaya paham konteks lagunya, aku cerita sedikit dulu, ya.    

 

Yellow House: Van Gogh, lanskap: Gauguin


Di Arles, Perancis Selatan, pada awal 1888, Vincent Van Gogh menyewa empat kamar untuk dijadikan studio. Ia menyebutnya Yellow House.  Bagi Van Gogh yang berjuang menghadapi masalah kesehatan mental, Yellow House menjadi tempat yang terapeutik. Di sana Van Gogh menemukan kenyamanan pulang dan perlindungan untuk eksplorasi artistiknya. Beberapa narasi menyebutkan, kuning melambangkan kegembiraan, optimisme, dan janji atas harapan-harapan baru. Yellow House ini bahkan diabadikan Van Gogh dalam sebuah karya.


Beberapa waktu kemudian, Paul Gauguin bergabung dengan Van Gogh di Yellow House. Van Gogh menyambutnya dengan penuh semangat. Gauguin, si Solar Gemini, membunuh kesepian Van Gogh, si Solar Aries. Tiga bulan di Yellow House begitu sempurna untuk kedua seniman ini. Mereka berbagi suka dan duka, mabuk-mabukan bersama, dan tentunya produktif berkarya. Van Gogh dan Gauguin sering melukis obyek yang sama dengan interpretasi masing-masing. Kendati demikian mereka tetap mempunyai kebebasan memilih apa yang ingin mereka lukis secara spesifik. Bunga matahari adalah salah satu obyek favorit Van Gogh. 

 

 

Bunga di meja: Van Gogh, sisanya Gauguin

Sayangnya, kedua seniman ini tak selamanya akur. Konon, dalam suatu pertengkaran yang cukup sengit, Gauguin memutuskan untuk meninggalkan Yellow House. Van Gogh tak mengizinkan. Pada saat itulah insiden potong telinga—entah oleh Van Gogh sendiri atau Gauguin—terjadi. 

 

Long story short, Van Gogh yang tak sanggup bertarung dengan kondisi mentalnya sendiri memutuskan bunuh diri pada 1890. Semasa hidupnya, Van Gogh dianggap gagal sebagai seniman dan secara sosial. Ia hanya berhasil menjual satu lukisan: The Red Vineyard. Kebutuhan Van Gogh ditanggung oleh adiknya, Theo, yang paling mengerti kondisi mentalnya. Aku tak tahu bagaimana persisnya ikatan personal Van Gogh dan Gauguin, tetapi interpretasi Franks dalam “In The Yellow House” sungguh manis adanya. 

 

 

Langit Van Gogh dan pantai Gauguin

 

“In The Yellow House” disajikan dalam ketukan ¾ yang terdegar seperti langkah dansa Waltz. Di sela-sela duet Franks dan Mitchell, kerap tersisip tiupan flumpet. Flumpet adalah alat musik tiup logam yang memadukan warna suara terompet dan flugelhorn. Menurutku, pemilihan alat musik ini menarik karena kombinasi suara “terang” (terompet) dan “remang” (flugelhorn) representatif untuk "In The Yellow House". Flumpet disebut capable of both sharp and warm attack

 

Aku yakin pemilihan flumpet bukan random adanya. Apa lagi, alat tersebut tidak terlalu umum, bahkan baru diciptakan pada 1989. Art Farmer, musisi yang mengisi flumpet dalam “In The Yellow House”, adalah pemain pertama instrumen tersebut.

 

“In The Yellow House” dibuka dengan hari-hari ideal dan hangat Van Gogh-Gauguin. Musik, yang dibangung dalam melodi dan harmoni nyaman, ditemani drum swing ringan, melenakan kita dan mengajak kita berdansa. Deskripsi lukisan Van Gogh-Gauguin disinggung tipis-tipis dalam lirik dan disusun cantik sebagai narasi cerita. Sampai…

 

In time our fine companionship went wrong
But our pictures are living proof
Of our life in the yellow house


Lantas masuklah tiupan flumpet Art Farmer sebagai interlude panjang sekaligus pembatas babak. Setelahnya, "In The Yellow House" menghidangkan nuansa yang lebih muram dan gelisah. Gauguin (Mitchell) menyampaikan penyesalan atas ketidakmengertiannya, sementara Van Gogh (Franks) menerima dan memaklumi. Kendati demikian, pada akhirnya Van Gogh tetap memutuskan untuk mengakhiri hidup. Flumpet yang ditembakkan sendirian seakan menjadi penutup yang mewakili kalimat ini:

 

 Only my pistol can comfort this sadness tonight

 

Baiklah. Ini lagunya, ya:

 


Meskipun sudah kudengar berulang-ulang, seperti dongeng favorit, “In The Yellow House” tak pernah gagal menyihirku. Beberapa waktu yang lalu, dengan kemampuan mengedit seadanya, aku bahkan iseng memadukan karya-karya Van Gogh dan Gauguin menggunakan gambar-gambar yang kupinjam dari Pinterest. 

 

Sebetulnya Van Gogh dan Gauguin memiliki karakter lukisan sendiri-sendiri. Lucunya, karya mereka tampak tidak canggung, bahkan menciptakan cerita baru ketika kumuat dalam satu bingkai. Mungkin seperti itu jugalah persahabatan keduanya. Maka, aku memutuskan menyematkan keisenganku sebagai ilustrasi artikel ini.

 

 

Potret diri Gauguin dengan latar karya Van Gogh

Bicara mengenai persahabatan, bunga matahari, dan maut yang memisahkan, hari ini persis 8 tahun setelah Om Em, sahabatku, dimakamkan. Hari ini pula musik video Sal Priadi, “Gala Bunga Matahari”, dirilis. 


 

Latar belakang, suasana Arles: Gauguin, kursi Van Gogh dan Gauguin: Van Gogh

 

Selamat hari keseimbangan
Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,

Sundea

*secuplik lirik dalam "In The Yellow House", diucapkan oleh Gauguin (Mitchell).
 

Komentar