Perayaan

Tahun ke-10 pernikahan Ikanpaus dan aku dimeriahkan berbagai peristiwa. Mulai dari force majors, pekerjaan, urusan keluarga, sampai plesir di luar rencana. Aku sempat mencoba menuliskannya untuk diunggah di blog ini, tetapi tak selesai-selesai. Meskipun sudah menyiapkan benang merah untuk rampai peristiwa tersebut, tulisanku tetap terasa scattered setiap kubaca kembali.

Tahun ke-10 pernikahan kami pun diikuti usangnya perabot rumah tangga dan pohon-pohon kesayangan yang sudah menemani sejak awal pernikahan kami. Meskipun sedih, aku melihatnya sebagai akhir sebuah babak.  Di tahun ke-10 pernikahan, aku belajar memaknai, tak ada yang disebut berkorban ketika yang kita pikirkan adalah memberi. Pohon jeruk tongheng kami yang rajin berbuah menjadi contoh nyatanya.

Tahun ini, batang-batang pohon tongheng mulai kering. Kendati demkian, pohon tongheng berpacu dengan waktu. Melalui sisa pucuk yang masih hidup, sebisa mungkin ia berusaha menghadiahkan buah. Berkali-kali kami memintanya beristirahat, tetapi tak diindahkan. Pohon tongheng terus memberi dan kami menyaksikannya mengering bersama bakti.

 ***

Pada tanggal 7 Juni 2024, temanku, seniman Mufti Priyanka a.k.a Amenk, berpulang menjelang usia 44. Kabar duka tersebut mengejutkanku. Baru belakangan aku tahu, Amenk mengidap sakit lambung dan paru-paru.

Melalui unggahan-unggahan media sosial, aku melihat bagaimana Amenk dikenang. Karya-karya Amenk tak henti diunggah kembali di linimasa. Pemakamannya pun penuh dihadiri handai taulan. Banyak pula yang menjadi saksi kebaikan Amenk semasa hidupnya baik melalui media sosial atau bercerita secara langsung kepadaku.

 ***

Pada tanggal 10 Juni 2024, kawan kami, Kindi, keluar dari penjara. Ternyata momen bebasnya disambut haru dan raya oleh sahabat-sahabatnya yang tergabung dalam grup whatsapp “Kita Support Kindi”. Sementara itu, di tanggal yang sama, aku memilih merayakan ulang tahunku dengan berjalan-jalan sendirian. Tak ada kemeriahan dan hal-hal yang terasosiasi dengan “raya”. Namun, aku menikmati kebebasan dan ruang kontempelasi yang kuhadiahkan untuk diriku sendiri.

Aku jadi mempertanyakan, bagaimana “perayaan” sebaiknya dimaknai? Kita kerap merayakan hal-hal yang sudah dituntaskan: Perayaan kelulusan, perayaan selesainya suatu proyek, perayaan berakhirnya masa tahanan seseorang, perayaan tutup tahun, dan lain sebagainya. Jika demikian, apakah kematian juga sesuatu yang sepatutnya dirayakan? Saat mengucapkan selamat berpisah kepada mereka yang  telah mendahului kita, kita pun mengenang kebaikan-kebaikan yang telah tuntas ia berikan di periode hidupnya.

Di zine-zine-an online edisi 203, aku akan memaknai perayaan dengan caraku. Ada obituari Amenk, ada cerita dari grup “Kita Support Kindi”, dan ada foto Anniverandom yang terlalu scattered jika ditulis sebagai artikel panjang.

Teman-teman, setiap akhir mengantarkan kita kepada awal. Selamat tinggal merelakan kita kepada selamat datang. Semua yang berhasil kita tempuh patut dirayakan; dengan gegap gempita, ataupun dalam hening.  

 

Selamat Hari Keseimbangan.
Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,

Sundea


 

Komentar