Seharusnya bukan ini kue ulangtaun #ikanpaus
Kue alternatif ini dibuat dari sisa adonan. Pas ngeliat tanda-tanda kue utamanya bakal gagal, sisa adonan Dea pisah dan kukus sendiri pakai mangkok kobokan. Hasilnya seiprit itu. Ditaburin kayu manis biar agak bagusan dan ditunclepin lilin. Tapi setelah Dea liat-liat lagi kok malah mirip gundukan tanah kuburan dan nisannya, ya?
Sebelum ini Dea pernah nyoba bikin kue lapis kecil dan berhasil. Nah. Untuk bikin kue lapis yang kali ini, Dea banyak gaya dan eksperimen. Hasilnya gagal. Terjadilah martabak segan kue basah tak mau yang rasanya aneh. Ini sih namanya keberhasilan adalah kegagalan yang tertunda :))
Eh tapi serius. Buat Dea, kegagalan bukan keberhasilan yang tertunda. Kegagalan adalah kegagalan aja. Dia nggak selalu harus berjalan di rel yang sama dengan keberhasilan karena idup nggak selamanya tentang gagal dan berhasil, salah dan benar, skeptis dan naif, positif dan negatif, serta dua kutub sejenis. Buat Dea, idup adalah menakar segala sesuatu dan ngerespons apa pun seadil mungkin.
Kegagalan bisa berarti tanda untuk berhenti, peringatan untuk balik arah, benturan untuk berbelok, catetan untuk bikin penilaian-penilaian, bahan untuk diketawain, dan tentu bisa juga jadi alesan utk bikin sesuatu yang lebih baik. Tapi kegagalan itu sendiri tetaplah kegagalan yang perlu diterima secara utuh dan apa adanya, bukan sebagai bayang-bayangnya keberhasilan.
Keberhasilan pun suatu cerita lain yang sama penuhnya. Dia bisa aja ngejalin open relationship dengan kegagalan...
edisi kegagalan bukan keberhasilan yang tertunda |
...dan berbagai hal lain yang nggak memilih kutub.
Bandung, 17 Oktober 2020
Komentar