Satu-satunya cara untuk "melawan" adalah terus berjalan
Setelah
setahun hidup berdamping dengan Covid-19, Dea sempat mencoba membuat catatan kilas
balik di buku harian. Dea sadar, dalam sewarsa ini kita semua dipaksa berjalan
jauh sekali. Hidup berubah drastis. Kita beradaptasi. Betapa banyak yang
hilang, tetapi betapa banyak juga yang
kemudian kita temukan.
Tahun lalu, Dea dan Ikan Paus, suami Dea, memulai masa-masa #stayathome dengan serangkai kisah bersama kupu-kupu. Pengalaman ini terkumpul dalam sebundel catatan kecil dan sebuah lagu.
Meskipun sudah sempat Dea bagi sebelumnya, karya ini kembali Dea
angkat sebagai pengingat. Dea mengunggahnya di platform Karyakarsa, tapi memutuskan untuk membagikannya secara gratis di bawah
lisensi creative commons. Sengaja Dea memilih lisensi “atribusi” supaya karya
ini dapat berkembang sebebas-bebasnya jika pesan baiknya memang memberkati. Hal
yang perlu diingat, jangan lupa mencantumkan sumber jika teman-teman membagikan
atau mengadaptasi “Salamatahari #4”.
Banyak
terima kasih untuk Ikan Paus yang menjadi tandem Dea bermain-main, Ayu
Oktariani yang dengan baik hatinya meminjamkan ilustrasi mandalanya yang penuh
makna, Cswritersclub yang menjadi tempat Dea terus menulis, dan tentunya
segenap tim Bandung Philharmonic serta kawan-kawan musisi yang membuat “Daur” lengkap
dan utuh sebagai suatu karya.
Semoga
Covid-19 tidak panjang umur, tetapi memanjangumurkan peradaban…
“Salamatahari #4” dapat diunduh di sini.
Untuk
yang sudah pernah membaca versi tahun lalu, boleh, kok, mengunduh lagi. Ada
satu cerita tambahan dan revisi-revisi kecil di versi kali ini.
Selamat Hari Keseimbangan
Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,
Sundea
Komentar