Anta Permana

Begitu lilin dinyalakan, cahaya segera berkata kepada apinya, “Semoga kita anta permana”.
 

Saat angin berembus kencang, api bertahan menghindari padam, sementara cahaya kecil setia mengikuti. Ketika mereka sedang berjuang menjaga hidup, sepasang tangan menangkup, melindungi api dan cahaya sehingga mereka terjaga dalam nyala. 

 “Tidak ada yang anta permana, cahaya,” kata api.

“Tapi lihat, kita tidak jadi padam dan masih bersama, lho,” sanggah cahaya.

“Untuk sementara. Pijar kita ada habisnya.” 




Tangan yang menangkup pelan-pelan terbuka dan seraut wajah pelan-pelan mendekat; entah untuk berdiang, mencari terang, atau sekadar menyaksikan lidah api menari. Malam itu aliran listrik terputus. Ruang gelap gulita.

Api membakar tubuh lilin hingga meleleh seperempatnya. Wajah tadi, yang separuhnya diterangi pendar, terlihat keruh. Tiba-tiba semua lampu menyala. Mendadak raut itu berubah riang.

“Tidak ada yang anta permana, cahaya,” kata api ketika wajah itu mendekat kembali. Bukan untuk melindungi nyala, tapi justru untuk memadamkan lilin dengan satu embusan.

Api dan cahaya terpisah sebagai esensi yang mandiri. Api membiarkan nasib meniup atmanya ke mana saja, sementara cahaya terus berlari mencarinya.

Atma mendarat di mana-mana. Pada kunang-kunang, ubur-ubur kristal, ikan sungut ganda di Samudera Arktik, bahkan marka jalan dan stiker glow in the dark. Cahaya selalu berhasil menemukan dan menjadi kirana di sisinya.

Pada salah satu episode hidup mereka, atma menjelma angin, sementara cahaya jatuh menerangi jiwa Anak Beruang. Anak Beruang selalu berlari-lari mengejar angin, tetapi angin tahu sejak semula Anak Beruang memang sudah menangkapnya. Demikian pula sebaliknya.



“Semoga kita anta permana,” kata Anak Beruang.

“Tidak ada yang anta permana, Anak Beruang. Segala sesuatu ada habisnya,” ujar angin. 
 


Kisah mereka adalah segmen-segmen pendek yang disempadani kesementaraan. Namun, mereka selalu berjumpa kembali di kehidupan selanjutnya.

Keduanya adalah tokoh yang sepasang, pada rangkaian sekuel yang lebih daripada sekadar panjang.

Anta permana.

Salah satu di antara mereka beriman kepada batasnya, yang lain mendoakan keabadian.
 
 

Artwork Anak Beruang digarap oleh Arthaharta semesta
, "bapak"-nya writing club kesayangan kami, cswritersclub. Artha adalah lulusan arsitektur dari salah satu PTN di Bandung. Tertarik pada seni dan kerajinan sejak kecil. Menjadi props coordinator untuk opening dan closing ceremony pada gelaran Asian Games dan Asian Paragames 2018 dan beberapa kali menjadi illustrator untuk cover novel penulis Wattpad yang dicetak. Saat ini lebih banyak menjadi illustrator dan pengajar lepas untuk workshop-workshop seni dan kerajinan, serta terbuka untuk berbagai bentuk kolaborasi. Sempat berkolabarasi antara lain dengan Zodiak Gembira dan seniman mandala Ayuma Mandala
 
 
Untuk commision atau melihat-lihat galeri karyanya silakan mampir ke: @wokinhos.
Untuk berkenalan dengan Artha silakan mampir ke: @artahartasemesta 
 
 
 
 

Musik pengiring narasi:"In the Moment" (by Steve Oxen), feliyanstudios 

Narasi: Sundea

Komentar