Amertasanjiwani

Bandung, Minggu 30 Agustus 2020


Pagi itu Dea bangun setelah ngalamin mimpi yang aneh tentang kematian.

Pertama-tama, Dea mimpi Oom Tomo—Oom Dea yang meninggal persis dua bulan lalu—nyetrika di deket jendela kaca rumah kami. Dia bilang setiap hari Sabtu dia boleh mampir ke dunia. Di mimpi Dea, Oom Tomo keliatan baik-baik aja dan sehat. Dia bilang di surga udah nggak ada nafsu berkuasa. Nggak ada pemerintahan. Semua orang setara. Dea sempet nanya tentang tatanan sosial, gimana semua itu bisa berjalan tanpa aturan-aturan, tapi Dea lupa apa jawaban Oom Tomo.

Abis itu Dea mimpi naik bis bareng sepupu Dea, Karen. Di tengah jalan, bis tau-tau berenti dan orang-orang disuruh turun. Karen dan Dea jalan bergandengan ke arah cahaya putih yang menyamankan perasaan.

“Ini bisnya kecelakaan ya, Kay?” tanya Dea ke sepupu Dea. Anehnya, itu semua nggak kedengeran kayak pertanyaan yang menakutkan.
“Kayaknya iya, De, kita udah meninggal.”
“Oh, ok. Jadi kita sekarang jalan kaki ke surga, ya…”

Karen dan Dea berjalan bergandengan menuju cahaya putih yang menyamankan itu. Tapi perjalanannya kerasa panjang banget, nggak nyampe-nyampe, sampai akhirnya entah kenapa Karen ngambil keputusan untuk belok ke arah lain. Dea ngikutin.

“Kita nggak usah jadi meninggal, De,” kata Karen.
“Oh. Ok,” saut Dea ringan. Dea nggak ngerasa perlu nanya alesannya pula.

Kami lewat di sebuah gang yang jalannya naik-turun. Gang itu gelap, tapi—again—nggak menakutkan. Kami sempet lewat di sebuah rumah dan ketemu orang yang kami kenal, lagi masak pake tungku. Meskipun nggak mampir, kami sempet bertegur sapa sama orang itu.

Jalan yang kami tempuh asing banget, terjal, dan nggak ada petanya, tapi nggak tau kenapa Dea nggak takut tersesat. Karen, sepupu Dea yang Solar Leo, juga keliatan yakin banget netapin langkah. Kalau Dea inget-inget lagi, mimpi itu harusnya serem. Tapi perasaan yang Dea inget dari rangkaian kejadian itu adalah damai dan nyaman.

Paginya, begitu bangun, Dea jadi penasaran sama pengalaman orang yang pernah dateng ke alam kematian. Googling-lah Dea. Dea cukup kaget karena hampir semua cerita ternyata ngeri. Perasaan yang mereka hadepin nggak pleasant. Sama, sih, rata-rata liat cahaya putih, tapi mereka juga ngeliat penyiksaan-penyiksaan yang bikin mereka ketakutan dan minta dikembaliin ke dunia. Ada beberapa suasana yang mirip sama mimpi Dea, tapi tone perasaannya nggak ada yang sama. Pas Dea lagi seru-serunya googling, menetaslah kupu-kupu pastur ini: Kacha.

Di cerita “Mahabarata”, Kacha adalah resi yang jadi murid Sukra, guru para asura alias raksasa. Kacha pengen belajar amertasanjiwani, ilmu untuk ngidupin kembali siapa pun yang udah mati.

Kacha tau di masa yang akan datang akan ada perang besar antara para dewa dan asura. Dengan nguasain ilmu amertasanjiwani, Kacha bisa menghidupkan kembali dewa-dewa yang gugur di pertempuran.

Singkat cerita, setelah ngelewatin berbagai rintangan, Kacha berhasil nguasain ilmu itu. Tapi, karena nolak cinta Dewayani, anak Sukra, dia dikutuk. Kesaktian mantra amertasanjiwaninya ilang. Ketika pertempuran bener-bener terjadi, Kacha nggak berhasil ngidupin dewa-dewa yang gugur di medan perang. Padahal dia sebetulnya inget mantra yang harus diucapin.

Dea ngerasa ada benang merah yang tipis antara mimpi Dea tentang dunia kematian dan kelahiran Kacha si kupu-kupu pastur pagi itu. Kalau mau dihubung-hubungin, dua bulan lalu, persis di hari kematian Oom Tomo yang juga akhir pekan, ada kupu-kupu pastur lain yang keluar dari kepompong. Kupu-kupu itu Dea namain Xaverius yang artinya “rumah baru”. Hari itu Dea ngeliat gimana yang mati dan yang hidup sama-sama mencari “rumah baru” untuk fase mereka yang selanjutnya. 

Kembali kepada Kacha, dia adalah kupu-kupu unik yang milih mengepompong di kaca akrilik tempat kami melihara dia, bukan di ranting yang kami sediain.

Setelah keluar dari kepompong, sambil ngeringin sayap, dia bertengger di rambut Ikan Paus yang sedang meditasi. Sebelum bener-bener bertolak ninggalin rumah kami, Kacha ngerayap ke kening Ikan Paus, di tempat mata ketiga, dan ngasih perasaan yang damai dan nyaman. Mungkin mirip sama apa yang Dea rasain di mimpi Dea.

Hidup dan mati selalu jadi misteri yang hadir sepaket. Di luar segala gambaran menakutkan tentang kematian yang selalu bersembunyi di balik “hidup”, Dea percaya ada sesuatu yang charming juga.

Dea nggak tau persis hubungan mimpi-mimpi Dea dan rangkaian peristiwa yang Dea ceritain.

Dea cuma ngerasa perlu nyatet semua yang Dea inget apa adanya.

Selamat Hari Keseimbangan pertama di bulan September

Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah…

Musik latar video: "Remember When", tersedia di video editornya
 

Komentar