Selama
#swakarantina #dirumahsaja, suami Dea, Ikan Paus bikin statistik Covid-19 di
Indonesia. Singkat cerita, yang paling bahaya adalah sistem penyebarannya yang
eksponensial. Sederhananya, Covid-19 nyebar dengan cara ngelipet ganda kayak
bunga berbunganya retenir. Awalnya kayak sedikit, tapi tau-tau banyak. Sistem
penambahan yang kayak gini di luar intuisi mengukurnya manusia. Makanya kalau
nggak diitung pakai rumus, kita belum tentu aware.
flickeringvines.com |
Ketika
prediksi ini dibuat sama Ikan Paus, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia belum terlalu banyak. Tapi
sebenernya kita udah bisa belajar dari negara lain. Negara-negara yang ngelakuin
lockdown kasusnya cepet beres meskipun pas lockdown perekonomiannya otomatis ambyar.
Sementara, negara yang telat penanganannya, pada suatu titik bakal susah
ngebendung kasus yang udah ngelipet secara eksponensial. Nggak ada pilihan yang
enak. Tapi kalau dibanding-bandingin, situasi kedua sepertinya lebih serem.
Sebagai
virus, Covid-19-nya sendiri mungkin nggak seserem itu. Orang-orang yang sistem
kekebalannya bagus bisa sembuh sendiri. Bahkan, orang yang terpapar Covid-19
bisa nggak nunjukin gejala sakit sama sekali. Tapi mereka yang setrong-setrong
ini tetep bisa jadi carrier. Kalau beredar di masyarakat, nggak tau kan mereka nularin
ke siapa aja. Nah. Karena sistem penularan Covid-19 cepet banget dan since dia
novel (masih baru) Corona Virus, secara umum badan manusia belum “pengalaman”
ngadepin virus ini. Makanya yang parah bisa parah banget.
Repotnya
lagi, karena serentak di mana-mana, yang sakit jumlahnya bisa sekaligus banyak.
Fasilitas kesehatan dan tenaga medis kita nggak akan cukup (nggak usah ada
Covid 19 aja di Indonesia Rumah Sakit udah penuh melulu). Banyak yang akan akan
meninggal, terutama kemungkinan besar rakyat kecil karena paling susah dapet
akses kesehatan bagus. Terus kalau pertimbangannya ekonomi, bukannya kalau
sampai kasus membludak perekonomian justru makin ripuh, ya? Kalau Covid-19
nggak dibasmi dari awal, kesannya memang baik-baik aja pertama-tama. Tapi
bukannya itu artinya kita lagi miara bom waktu?
Ada
moment Dea serius berusaha ngingetin
pentingnya lockdown. Tapi ada yang bilang, rakyat kecil nggak ada yang kasih
makan kalau Indonesia lockdown, masyarakat kita tingkat pendidikannya rendah, dan
banyak komentar ini-itu soal kebijakan negara. Semua informasi itu Dea tampung
dan pikirin.
Ada
juga buzzer-buzzer begitu giat bikin kampanye “menenangkan” yang justru
memadamkan cahaya awareness di kepala kita, menjauhkan kita dari informasi yang
clear, bahkan ngedukung pariwisata. Nggak heran kan kalau di masa lockdown Jekardah
orang-orang malah pergi liburan dan nggak sadar risiko jadi super-spreader yang
ngebahayain banyak orang. Pentingnya
social distancing nggak terpahami secara merata dan maksimal. Padahal kalau
bisa ngegalang buzzer berpengaruh,
bukannya lebih baik diarahin untuk ngebangun awareness dan edukasi ke arah situ, ya?
Tapi
ya udahlah. Dea nggak kepengen marah-marah. Sekarang konsentrasi Dea lebih ke gimana “ngeratain kurva”, bukan
ngebahas siapa yang salah siapa yang bener. Karena buat Dea yang penting banget
sekarang ngebangun awareness, ini beberapa point yang pengen Dea ingetin sekali
lagi:
Pertama, apa itu Covid-19 dan gimana penularannya.
Ini dari Instagram Dokter Nahla Shihab. Pemaparannya simpel tapi jelas sekali. Aku
suka.
Kedua, yang bahaya bukan exactly Covid
19-nya tapi CARA PENYEBARANNYA YANG EKSPONENSIAL. Ikan Paus nganalisa dan bikin
grafik statistiknya di sini.
Ketiga, di moment kayak gini, nggak egois
itu penting banget, sebab, dalam suatu
sistem, egois pada akhirnya akan nyelekain orang lain dan… diri sendiri.
Jadi
sekali lagi Dea ingetin untuk ngelakuin social distancing secara sadar. Bukan cuma
supaya kita nggak ketularan penyakit, tapi juga supaya kita jangan jadi carrier
buat orang lain. Plis simak sebaik-baiknya video terjemahan dan rangkuman EdwardSuhadi dari Washington Post ini. Jelas banget:
Nggak
usah panic buying. Inget kalau orang lain juga butuh makan, butuh sabun cuci tangan,
butuh vitamin, dan lain sebagainya. Kalau kita nggak serakah, stoknya cukup. Tapi
kalau isi supermarket pengen kita abis-abisin sendiri, harga malah naik karena
demand-nya tinggi, stok ga ada, kemudian keyos.
Di
beberapa negara yang akhirnya lockdown pun supermarket dan apotek tetep buka.
Jadi nggak perlu khawatir nggak ada kesempatan beli-beli lagi. Terus temen Dea
share aplikasi TaniHub ini kalau temen-temen mau pesen sayur. Bisa dianter. Menarik
lho ini.
Keempat, pelihara kekebalan tubuh sendiri
dan orang di sekitar, terutama pegawai yang jadi tanggung jawab kita kalau ada
(kalau mereka kerja harian, ada baiknya kita rumahkan tapi tetep kita bantu memenuhi
kebutuhan idup). Makan vitamin C dan E, istirahat cukup, olahraga, dan sebisa
mungkin makan dengan gizi yang bener. Dengan tetep sehat dan ngejaga orang deket tetep
sehat, kita udah cukup membantu meringankan beban.
Jaga
kebersihan dan cuci tangan nggak asal-asalan juga penting. Virus mati kok
dilawan sabun dan disinfektan. Mungkin ini udah banyak di-share. Tapi Dea share
lagi di sini, siapa tau ada yang perlu. Ini cara bikin hand sanitiziser sendiri.
Covid-19 terus bergerak, tapi Dea
rasa kita punya andil nentuin seberapa lama krisis ini bakal berlangsung. Konon kelas menengah cukup berpegaruh dan
jumlahnya cukup besar. Kalau kita kebetulan ada di kelompok ini, kita bisa
mulai bergerak dengan percaya diri. Ambil bagian yang bisa kita ambil di proses
meratakan kurva. Bukan cuma untuk kita dan orang terdekat, tapi juga untuk negara
ini.
Temen-temen,
“nyalain lilin” bukan nganggep informasi yang kurang menyenangkan sebagai pikiran
negatif dan cuma mau percaya yang indah-indah. Itu bukan berpikir positif, itu
halu dan denial.
Nyala
lilin yang sesungguhnya adalah pengetahuan dan kesadaran. Rangkul dengan
seimbang semua informasi yang berguna. Uji baik-baik valid apa enggaknya. Mereka nunjukin apa yang perlu kita
beresin sehingga kita nggak perlu meraba-raba kemudian cilaka dalam kegelapan.
Tulisan
ini cuma cahaya lilin yang kecil. Tapi kalau apinya dibagi, semoga terangnya
bertambah luas.
Komentar