Episode 3: Take a Bow (Tamat)

“Weeds are flowers, too, once you get to know them.” – Winnie the Pooh



Dea lupa kapan Bandung Philharmonic Children Concert Series (BPCCS) mulai dibuat. Tapi yang pasti, program ini ngalamin berbagai trial and error dan beberapa kali gonta-ganti format. BPCCS pernah hadir dalam bentuk sandiwara boneka ala-ala bertema Beethoven, mainin “The Carnival of The Animals”-nya Camille Saint-Saëns, dan ngebawain dongeng simfonik “Peter and The Wolf” –nya Sergei Prokofiev.

Tapi repertoar untuk anak-anak jumlahnya terbatas. Maka, sejak sekitar 1,5 taun yang lalu, Bandung Philharmonic mutusin untuk bikin repertoar sendiri. Mengingat Ikan Paus dan Dea serumah, udah biasa ngerjain sesuatu untuk Bandung Philharmonic, dan kebetulan kombinasinya pas; komposer-penulis (kelontong), kami diminta ngegarap naskahnya. Padahal, waktu itu Dea bener-bener nggak tau musti nulis gimana. Dea sadar tulisan untuk panggung nggak sama sama tulisan mandiri. Ada aktor, tata panggung, durasi, musik, dan hal-hal lain yang musti Dea pertimbangin, sementara Dea buta total soal itu semua. However, Ikan Paus dan Dea tetep nyoba jalan.

Ikan Paus dan Dea bertumbuh bareng program BPCCS. Dalam tempo setaun lebih, Dea belajar banyak banget dan suka prosesnya. Format BPCCS yang semula amorphous mulai nemuin bentuk. Kerabat kerjanya pun makin lama makin solid dan profesional. Karena sebetulnya banyak banget cerita, setelah konser “Under Our Sea” yang kami gelar lebih dari dua minggu yang lalu, niatnya Dea mau nulis satu posting lengkap dan panjang. Tapi karena terlalu banyak yang pengen ditulis, posting ini malah ketunda terus. Jadi, daripada ketunda lebih lama lagi, di posting ini Dea cuma pengen ngasih credits ke mereka-mereka yang bikin “Under Our Sea” jadi pertunjukan berkesan.

Yang ngelindungin, concern, dan memfasilitasi kami seperti orangtua sendiri. Makasih khusus buat Ci Herlin Wei yang udah ngebuka rumahnya dirusuhin berhari-hari untuk latihan :D

CEO Bandung Philharmonic yang berinisiatif bikin repertoar BPCCS sendiri, kemudian ngasih program ini kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebebas-bebasnya. It means a lot.

Sutradara  idealis yang demanding tapi realistis. Dia tau gimana ngukur potensi maksimal tiap anggota tim dan ngedorong kami semua sampai di titik itu. Dia tau gimana ngebagi renjananya terhadap dunia pertunjukan musikal dan ngejadiin renjana itu makanan sehat yang nguatin kami semua. Top deh!



Eliza Octaviani dan Spextra Organizer featuring Hanna dan Fatmawati Junaedi
Dea baru kenal Eliza di program “Under Our Sea”. Dia ditarik sebagai project manager karena proyek ini memang butuh sosok yang nanganin “pritilan”. Ternyata Eliza ini emang luar biasa. Cara kerjanya rapi dan sistematis, kemampuan multitaskingnya mencengangkan, dan Cici Libra yang satu ini tau banget cara berdiplomasi dalam segala hal. Kalau nggak ada dia, kami semua luluh lantak … eaaa …

Eliza dibantu juga sama tim Spextra Organizernya serta Hanna dan Fatma, sekretaris Bandung Philharmonic.

Ini pertama kalinya tiket BPCCS ludes kejual, bahkan harus nambah kursi. Biasanya kami jungkir balik banget ngejual tiketnya. Dengan hadirnya pasangan marketing Meilan dan Laura, keajaiban terjadi. Dea nggak ngerti gimana cara kerja mereka. They were miracle!

Nah. Ini. Pasangan suami-istri yang ngurus setting dan props. Dea kenal Kang Aris dan Teh Sofi sejak “Lonely Clown”. Selain energinya yang menyenangkan, hal yang juga berkesan buat Dea, mereka hampir nggak pernah bilang “nggak bisa”. Seaneh apapun tuntutan Mario terhadap panggung, jawaban mereka selalu “bisa” dan … memang bisa, Bok. Gokil! 

sebenernya banyak yg lebih spekta daripada ini. Tapi terjadi keerroran pas aku nyari fotonya, maaf, ya.


Yoga, Kibong, dan Wilson Nicander
Tim yang heboh ngurusin berbagai hal seputar panggung dan teknis. Salah satu hal inovatif di konser ini adalah blackman yang hadir dalam bentuk ikan seperti ini:

foto: @yonbeni. Ini juga salah satu ide ajaib tim setting

Yoan, Kak Odin, Kak Nissa dan tim kostum
Geng ibuk-ibuk ini memang akrab dengan dongeng. Mereka biasa bergaul di kelompok dongeng Bengkimut. Kedekatan mereka sama dongeng bikin mereka imajinatif berat. Dea suka banget sama kostum Gugun bayi yang dibuat dari sarung tangan. 



Brigitta dan Leon Tan
Yang ada di balik desain-desain lucu poster, pamflet, katalog, dan lain sebagainya. Tipikal pekerja yang bisa diandelin dan kerasa banget usahanya selalu ngasih yang terbaik. Terima kasih J

Baru ketemu Ci Irene di pertunjukan ini dan terpesona banget sama kemampuannya “nyihir” anak-anak. Di “Under Our Sea”, Ci Irene berperan sebagai MC. Dia nge-review kembali pertunjukan, ngeliat sejauh mana anak-anak paham message yang disampein, dan mimpin games. Idenya banyak dan kemampuan improvisasinya luar biasa :D



Strings Kuartet yang profesional banget. Baru latihan bareng di hari-H tapi bisa dengan cepet beradaptasi dengan teaternya. Salah satu sesi yang menarik di konser adalah pengenalan alat musik by Ola. Setelah pertunjukan lewat, ini salah satu sesi yang paling banyak dibicarain sama penonton.



The Casts
Timothy Si Gugun yang staminanya luar biasa, Elora Si Kikut yang suaranya nyentuh ke hati, Gaellen Si Sriti yang manis kayak peri, Prudent si keluarga Gugun, calon psikolog klinis yang bisa meranin banyak kepribadian, Vidal si keluarga Kikut yang imut-imut dan senyum terus, Kenneth si papa Sangkuriang yang presence-nya kuat dan cerdas, Azka Tukang Ikan yang antagonis maksimal, dan Ci Sylvi narator bersuara merdu yang suaranya bikin hati nyess.

antagonis totalitas. Foto @yonbeni


Cinta kepada laut bisa diwujudkan dengan tau cara ngelola sampah. Bank Sampah Bersinar adalah partner asik yang bisa digandeng untuk misi ini. Di booth mereka, mereka nyeritain cara milah sampah, salah satu alesannya supaya sampah kita nggak ngalir ke laut. Nantinya Bank Sampah Bersinar bakal ngolah sampah-sampah kita jadi hal-hal yang jauh lebih berguna. They were rock!

Oh, iya. Kabar gembira. Kata BSB, sekarang mereka sedang ngusahain ngolah plastik jadi minyak. Jadi, kasih kemasan-kemasan jajanan kalian ke mereka (termasuk Indomie). Sampah-sampah plastik ini nggak akan abadi di laut dan mencelakakan teman-teman laut kita lagi. Yaaay :D

Cek IG BSB dan kontak aja kalau mau tanya-tanya lebih lanjut. Kalau kamu nggak sempet nganter sampah kamu ke mereka, mereka bahkan bersedia ngejemput ke tempat kamu. Kurang gampang apa lagi, coba?
   



Sebuah venue yang memungkinkan acara ini terlaksana. Seneng banget sama pihak Pasar Baru Square yang sangat kooperatif. 

Last but not Least, suami aku Ikan Paus
Buat Dea, ngerjain proyek ini bareng Ikan Paus adalah keseruan luar biasa. Dea seneng bertumbuh bareng dia, baik secara personal maupun profesional. Di BPCCS, Dea nemuin bentuk kolaborasi yang pas sama Ikan Paus.

Karena kerjaan dan dunia kami rada lain, kalau masing-masing lagi sibuk kejar tayang, kami jarang punya waktu untuk berbagi. Di BPCCS, kami punya kesempatan untuk berbagi lebih banyak, saling memasuki dunia masing-masing, dan jadi tim kecil untuk urusan kejar tayang yang sama hehe. 


Kira-kira begitu. Dea juga mau ngucapin makasih ke penonton, keluarga, dan orang-orang yang mungkin nggak khusus kesebut di sini. Percayalah. Apresiasi kalian adalah air dan pupuk yang memungkinkan kami bertumbuh.

Selamat  Hari Keseimbangan + sehari setelah ulangtaun Bandung, Temen-temen.
Beri cinta kepada laut dengan cara yang kamu bisa :)



Jangan pernah membeli tukik, si langka yang bersirip apik
Pisahkanlah sampah-sampahmu agar tak hanyut ke laut biru
Beri cinta kepada laut dengan cara yang kamu bisa
Beri cinta kepada laut dengan cara yang kamu bisa

Penyanyi: Eunike Sylvia
Musik: Bandung Philharmonic Strings Quartet
musik: Ikan Paus
Lirik: Sundea 

Komentar