Namanya Nindya Lubis.
Puteri almarhum dokter mata dan pilot Norman Lubis ini tengah mengambil program
spesialis mata. Di tengah segala kesibukan yang ketat mengikat, Nindya masih
sempat menjawab pertanyaan-pertanyaan hore dari www.salamatahari.com.
Mengapa nona cantik ini
mengambil program spesialis mata? Apa penemuan di bidang kedokteran mata yang
paling menarik baginya? Bagaimana
seorang calon dokter menjelaskan istilah “mata adalah jendela hati” ? Apa cerita Nindya mengenai almarhum papanya?
Semua jawabannya ada di
wawancara berikut ini…
Nin, cerita dong
tentang kegiatan kamu sehari-hari…
Hai
Matahari! Aku lulus sebagai dokter tahun 2012. Selesai internship, aku sempat kerja sebagai dokter umum sekaligus penulis
lepas di Jakarta. Saat ini, aku terdaftar sebagai mahasiswa Program Pendidikan
Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Kesehatan Mata di Bandung. Kalau istilah kami, aku
ini sekarang residen mata.
Sebenernya residen itu apa sih persisnya?
Residen
adalah dokter yang sedang mengambil program spesialis. Di rumah sakit
pendidikan, ada hierarki yang cukup saklek. Konsulen adalah sebutan untuk
dokter spesialis. Residen adalah sebutan untuk asisten dokter spesialis. Nah,
yang disebut orang sebagai koas adalah ko-asisten, alias asistennya asisten.
Jadi, koas itu adalah mahasiswa kedokteran yang sedang menempuh program profesi
dokter, jadi dia asistennya dokter umum yang lagi ngambil program spesialis.
Ya Oloh … kusut amat…kenapa musti berjenjang banget begitu,
sih?
Ribet
ya? Ahaha. Kenapa ada hierarki seperti ini? Karena konsulen tugasnya supervisi
residen, dan residen tugasnya supervisi koas. Walaupun di lapangan sistem
seperti ini sudah banyak berubah.
Ok. Apa suka-dukanya jadi residen?
Haha
waduh. Senengnya adalah karena sebagai residen kita sudah memilih prodi atau
jurusan. Kalau jurusan pilihanmu adalah passion-mu, maka kamu pasti bahagia.
Tapiii, di luar itu pasti tau kan kalo di mana-mana pendidikan dokter itu
berat. Kere, karena di Indonesia residen gak dibayar, malah kita yang bayar
sekolah. Apalagi sekolah kedokteran itu gak murah. Sekolahnya juga lamaaa
banget.
Berapa lama?
10
tahun sampai jadi dokter spesialis. Dokter umum 6 tahun, spesialis 4 tahun.
Buset! 10 taun! Kalo anak udah kelas lima es de!
Iya,
bayangkan, setelah sekolah 10 tahun bukannya menghasilkan duit malah ngabisin
duit. Lalu waktu, tenaga, dan perhatian juga terkuras. Jadi residen itu berarti
kerja, lanjut jaga malam, lanjut kerja lagi, sambil menghadapi tugas-tugas
pendidikan dan ujian. Belum lagi acara-acara yang juga jadi kewajiban. Kadang
gak lihat matahari. Pergi subuh, pulang malam. Sejak jadi residen, sering
banget aku sampe rumah, kena bantal langsung ketiduran saking kecapekan.
Kegiatan sosial amblas blas, jarang ketemu temen-temen karena kalau weekend dan
gak jaga pun pilih istirahat di rumah. Ini gue masih single lho, kebayang gak
gimana mereka yang udah nikah dan punya anak? FYI, rata-rata temen residenku
itu udah nikah dan punya anak, lho.
Bersama teman-teman |
Terus apa yang bikin kamu mau jadi spesialis mata?
Karena
almarhum papaku dokter mata hahaha jadi sejak kecil aku udah familiar sama ilmu
mata, honestly kalo mau ambil jurusan
lain pun aku gak kebayang.
Cerita dikit, dong, tentang papa kamu. Unik juga. Beliau
dokter mata sekaligus pilot pesawat kan
ya? Kok bisa?
Almarhum
papaku adalah seorang dokter mata yang juga purnawirawan TNI-AU. Beliau dulu
menempuh pendidikan dokter hingga mendapat gelar Drs. Med (sekarang setara
S.Ked atau Sarjana Kedokteran) kemudian mendaftar program Ikatan Dinas AU. Dulu
beliau cerita, beliau sempet berantem sama almarhum kakekku yang juga seorang
dokter tentara karena kakekku maunya anaknya jadi dokter aja, nggak usah jadi
tentara … hahaha… beberapa waktu setelah menjadi dokter AU, beliau ditugaskan
menempuh pendidikan spesialis.
Dan beliau ambil spesialis mata?
Belum.
Awalnya beliau didaftarkan untuk program pendidikan spesialis Ilmu Penyakit
Dalam, tapi karena satu dan lain hal gak jadi. Menurut beliau sih beliau
sebenernya cukup lega waktu itu karena passion-nya
nggak di situ. Untuk seorang dokter tentara ditugaskan sekolah spesialis itu
perlu melihat kebutuhan angkatan. Nah, waktu itu kebetulan yang sedang
dibutuhkan adalah spesialis mata. Jadilah beliau ditgaskan mengikuti program
dokter spesialis mata. Alhamdulillah cocok hehe…
Kalo pilotnya?
Nah.
Mungkin terpupuk di angkatan udara, beliau kemudian mengambil lisensi pilot
pesawat nonkomersil atau penerbangan pribadi. Lisensi beliau mencakup beberapa
pesawat kecil. Beliau terdaftar sebagai anggota Federasi Aerosport Indonesia
(FASI) yang dulu Berjaya. Ala-ala film “Pearl Harbor” gitu deh. Beliau cinta
banget sama hobby-nya ini. Jadi dulu waktu aku kecil dan beliau masih aktif di
angkatan, kalo weekdays beliau
praktik dinas di rumah sakit TNI AU pada pagi sampai siang hari. Sore sampai
malam lanjut praktik pribadi. Nah, di waktu weekend
beliau akan mengajak kami anak-anaknya untuk terbang seputar Bandung, kadang
iseng sampai Cirebon atau Pangandaran. Kami naik pesawat kecil miliknya atau
milik FASI. My childhood was sooo well
spent … hahahaa…
Hahaha … iya, seru banget … naik pesawat kayak naik delman
istimewa kududuk di muka. Ok. Balik lagi ke mata tadi. Menurut kamu apa yang
istimewa dari anggota tubuh yang satu ini?
Mata
itu mikroskopis dan punya sistemnya sendiri. Misalnya sistem imunnya. Mata
punya apa yang disebut immune privilege
yang berbeda dari sistem imun organ lainnya. Selain itu, sebagai organ sensoris
mata punya sistem yang menurutku sangat keren, mulai dari menangkap bayangan
yang dilihat sampai meramu bayangan tersebut sampai terbentuk di otak dan
terjadi "penglihatan". Ilmunya sangaat spesifik, dan mata itu juga
mencakup bedah mikro. Jadi dokter mata itu dokter bedah juga lho, tapi bedah
mikro.
Apa itu bedah mikro?
Ya
operasinya kebanyakan pake mikroskop karena organnya mini haha.. Skill-nya juga
spesifik banget. Antimainstream lah, cukup hipster di bidang kedokteran.
Eaaa … hipster. Ok. Kita kasih pertanyaan yang nggak
mainstream juga untuk ilmu kedokteran. Apa pendapat kamu tentang ungkapan “mata
adalah jendela hati”?
Ungkapan
yang sangat Unit Rekonstruksi sekali, haha. Mungkin maksudnya ekspresi mata
atau cara orang menatap, ya. Tapi buatku, mata itu juga bisa jadi jendela yang
bisa memberikan gambaran tentang penyakit sistemik lain yang mungkin jadi penyebab
sakitnya pasien. Beberapa tanda dan gejala di mata cukup spesifik untuk itu.
Hahaha… jawabannya tetep ilmiah. Apa penemuan favorit kamu
di dunia kedokteran?
Favoritku
sih ada dua. Pertama, implan retina. Saat ini masih dalam tahap pengembangan,
belum diterapkan pada manusia secara klinis dengan luas. Kalau penemuan ini
berhasil, ini akan memungkinkan orang-orang yang mengalami kebutaan
irreversible yang disebabkan penyakit retina untuk melihat lagi. Kedua, nah ini
minatku banget. Stem cell!! Meski masih dalam tahap trial and error,
pengembangan dan penelitian stem cell mata memberikan harapan bagi banyaak
sekali pasien mata!
Ngomong-ngomong soal harapan, kamu berharap jadi dokter mata
yang kayak gimana?
Aku
ingin jadi dokter mata yang maju baik di bidang keilmuan, penelitian maupun
bedah, pastinya. Yang sedikit berbeda dari dokter mata lainnya, mungkin
cita-citaku bukan untuk mengabdi di daerah, tapi mengabdi sebagai pengajar. Aku
ingin membentuk mindset yang maju
untuk dokter-dokter mata penerusku, supaya dunia kedokteran mata di Indonesia
bisa jadi lebih dan lebih baik lagi. Cita-citaku
sih, segitu lulus inginnya cari beasiswa di luar negeri supaya ilmunya bisa
diterapkan di sini.
Sekolah lagi …? Baiklah…semoga sukses…
Iya,
sekolah lagi hahahahaha. Amin. Bantu doain, ya. :D
Kalau pendapat kamu tentang dunia kedokteran mata Indonesia
saat ini?
Saat
ini, kedokteran mata adalah salah satu cabang kedokteran yang paling cepat
berkembang dari segi keilmuan. Hal ini didukung dengan juga dengan perkembangan
teknologi, yang tentunya akan terus berkembang. Makanya mata sangat erat
kaitannya dengan engineering. Teknik
maupun alat-alat mata juga terus berkembang. Yang aku sayangkan, sekarang ini
belum ada lembaga penelitian mata di Indonesia selain di rumah-rumah sakit
pendidikan dengan program spesialis mata. Padahal penelitian mata di dunia
terus berkembang pesat. Semoga ke depannya Indonesia lebih maju di bidang
penelitian, ya. Dengan populasi sebanyak Indonesia, kalau sistemnya lebih
diperbaiki, hal ini bisa dicapai, kok. Selain itu, aku juga berharap dari segi
teknik dan engineering kita bisa
berkembang, agar dokter-dokter mata di daerah bisa memberikan yang terbaik bagi
masyarakat dengan biaya murah.
Amin. Terus … tiga tatapan mata yang berkesan secara personal
buat kamu?
Tatapan
pacar kalo lagi ada maunya, tatapan anak bayi yang pingin tau, dan tatapan gue
di cermin kalo abis gajian... karena tampak bahagia.
Hahaha … terakhir … kalau salamatahari jadi manusia,
kira-kira matanya kayak apa?
Mata
besar puppy eyes dengan pupil seperti bola duniaa..
Eh … satu lagi deh … cabang pertanyaan yang barusan …kalau
salamatahari pengen pake soft lense,
cocoknya yang kayak apa?
Pake
soft lens bentuk bunga matahari hahahah
Ok. Makasih, ya, Nin, maaf ngerusuhin malem-malem, selamat
istirahat hihihi…
Belom
kak masih dikejer deadliiiiine … aku lagi cuti dan langsung balik nulis cari
nafkah!
Hahaha … oh, baiklah. Selamat mencari nafkah lagi kalau gitu
Maacihhh…
Tebak yang mana Nindya |
Malam sudah larut. Mata Dea pun sudah berat sayu, minta diistirahatkan.
Di sisi lain Bandung, mata Nindya mungkin masih terbelalak lebar menatap layar
komputer memenuhi tuntutan deadline-nya.
Teman-teman, jika ingin lebih kenal dengan Nindya, silakan mampir ke blognya di https://perfectelle.wordpress.com/
Sundea
Komentar