Bunglon ini pertama
kali ke-gep ada di rumah IkanPaus dan Dea pada suatu siang, ketika dia
lagi nangkring di kursi rotan kami. Waktu itu Ikan Paus dan Dea baru pulang
bayar listrik. Pas kami buka pintu, si bunglon tampak kaget. Dia langsung
lompat turun dari kursi rotan, mengendap-endap di lantai, terus ngibrit ke
kebun.
“Kenapa dia harus
ngendap-endap dulu, nggak langsung lari aja?” tanya Dea ke Ikan Paus.
“Karena dia pikir dia
nggak keliatan. Dia kira warna dia sama sama lantai kita,” saut Ikan Paus.
“Terus kenapa dia
nggak nyamain warnanya sama lantai kita? Dia kan bunglon.”
“Perubahan warna
bunglon sebenernya terbatas. Paling jauh dia cuma bisa berubah warna jadi
abu-abu.”
“Oh, gitu ya, aku baru
tau.”
Lucunya, setelah hari
itu si bunglon malah makin sering muncul. Dia yang awalnya selalu kabur kalau
liat Ikan Paus dan Dea, lama-lama jadi jinak. Ikan Paus dan Dea mulai ngerasa
akrab sama si bunglon. Dia suka ikut seru sendiri kalau Ikan Paus nyirem
taneman, dan suka nangkring di jendela kayak burung kakaktua nontonin Dea kalo
Dea lagi nulis.
“Biasanya kamu suka
ngasih-ngasih nama. Bunglon ini kan udah kayak peliharaan kita. Nggak kamu
kasih nama juga?” tanya Ikan Paus pada suatu sore.
“Hmmm. Siapa ya?
Namanya … Kermit. Mukanya soalnya mirip Kermit
the Frog,” kata Dea.
Ikan Paus ngeliatin
muka si bunglon sambil ketawa kecil, “Iya juga ya …”
“Tapi dia juga mirip
ikan asin merk Ikano yang kita beli waktu itu. Jadi nama lengkapnya Kermit
Ikano,” tambah Dea.
Ikan Paus ketawa
sambil noyor kepala Dea.
Karena Kermit Ikano
semakin sering muncul, Dea juga jadi semakin sering duduk-duduk ngamatin dia.
Kadang Dea sok-sok main petak umpet sama Si Kermit. Kadang Dea meratiin dia lompat-lompat
dari undakan ke semak-semak, atau dari semak-semak ke dinding. Pada suatu hari,
pas Kermit lagi diem aja, Dea liat-liatan sama dia. Ternyata Kermit matanya
lucu. Kelopaknya bisa bergerak kayak mau keluar. Pas Dea cerita ke Ikan Paus,
Ikan Paus ngasih tau sesuatu yang lebih lucu lagi.
“Kamu tau nggak kalau
mata kanan dan mata kiri bunglon itu independen?”
“Hah? Independen
gimana?”
“Geraknya nggak selalu
harus bareng. Coba kamu perhatiin ….”
Meski sampe saat ini
Dea belom sempet meratiin kedua mata Kermit Ikano, apa yang Ikan Paus bilang
justru ngingetin Dea sama hubungan Ikan Paus dan Dea sendiri. Ikan Paus dan Dea
berkomitmen untuk jadi pasangan di satu tubuh, tapi nggak pernah maksain untuk
selalu sama di segala hal. Kami punya banyak kebiasaan dan concern yang
berbeda. Kalau pagi Dea minum kopi sambil nulis, Ikan Paus bangun- bangun
langsung minum air putih terus ngurus taneman. Dea nggak bisa diburu-buru, Ikan
Paus justru injury time-an banget. Dea kerjanya agak berantakan dan
pindah-pindah ke mana-mana, Ikan Paus terlokalisir di satu tempat. Dea lebih
banyak meratiin barang-barang di dalem rumah, Ikan Paus lebih banyak meratiin
kebun.
Kami bahkan ngeliat
Tuhan dengan kacamata yang agak beda. Ikan Paus ngehayatin Tuhan dalam suasana
yang agung dan sakral, sementara Dea justru ngehayatin Tuhan lewat keseharian
yang paling biasa dan sederhana. Lucunya, kami juga nggak pernah punya masalah
waktu berdoa bersama. Kami bisa tetep berpegangan tangan, ngadep Tuhan yang
sama, meskipun di dalem hati kami ngehayatin Tuhan dengan cara kami
sendiri-sendiri.
Tau-tau Dea keinget
sama lagu “You be You and I’ll be Me”-nya The Free Design
You be you and I'll be
me
Close but
independently
Not one but two
inseparably
You be you and I'll be
me.
Let two be whole and
know the cost
Dea belajar, kesadaran
bahwa ada dua individu yang independen di satu ikatan pernikahan, justru bikin
suami-istri bisa jalan beriring dengan damai dan ringan. Dan kesadaran bahwa
yang berjalan beriring ini adalah satu tim, ngejauhin pasangan dari saling
menyalahkan dan menjatuhkan, justru selalu nyari cara untuk saling meng-cover.
Ikan Paus dan Dea
ngadepin segala hal yang dihadepin juga sama setiap pernikahan. Mulai dari
ngatur keuangan supaya cukup untuk idup sehari-hari, nyari cara ngurus rumah
yang efektif, ledeng jebol, salah satu lagi bad mood atau capek, kesibukan
masing-masing, Dea belajar masak, Ikan Paus berusaha pulang lebih cepet,
kenalan sama temen-temen, keluarga, dan sifat-sifatnya … dan ternyata itu semua
bisa dihadepin dengan baik-baik saja dan lebih banyak ketawa-ketawanya.
Pada akhirnya, bukan
apa yang kita hadepin di pernikahan yang jadi permasalahan. Tapi gimana kita
ngebangun team work-nya.
Rumah tangga itu
seperti main-main aja. Kita bisa tambah pinter sedikit-sedikit karena main
dengan apa aja setiap hari. Seperti tulisan ini yang bisa muncul karena Dea
main-main dengan Kermit Ikano.
Ikan Paus, terima
kasih karena udah jadi mata bunglon yang satu lagi.
Two inseparably, close
but independently …
Sundea
Komentar