Tanya dan Anak Beruang duduk di
pinggir sungai yang mengalir. Tanya bersidekap menatap aliran sungai, sementara
Anak Beruang mengais-ngais tanah dengan ranting. Keduanya punya pikiran yang
sama. Ke mana lagi mereka harus mencari Jawab? Ini pertanyaan sungguhan. Bukan
pertanyaan retoris.
Tiba-tiba Awan hitam menggulung
cahaya matahari. Langit menjadi gelap. Angin mulai bertiup kencang dan
pucuk-pucuk daun bergoyang-goyang gelisah. Petir bergemuruh. Anak Beruang
mencolek Tanya dengan ranting yang sedang digenggamnya.
“Mau hujan,” kabar Anak Beruang.
“Lalu?”
Dan hujan turun. Langsung deras. Anak
Beruang kembali menarik tangan Tanya dan membawanya berlari mencari tempat
berteduh. Akhirnya mereka menemukan sebatang pohon yang besar, rimbun, dan
kokoh sekali.
“Huh! Hujan lagi! Kita belum meneukan
Jawab! Menangkap jejaknya pun belum,” gerutu Tanya ketika mereka sudah duduk-duduk di bawa pohon.
“Kan kita tidak harus menemukannya.
Yang penting kita mencari,” tanggap Anak Beruang.
Tanya lalu tengadah menatap pohon
yang menaunginya. Keningnya berkerut sejenak. “Anak Beruang, pohon yang ini
lebih tinggi, nggak dibanding pohon yang tadi?” Tanya kemudian bertanya.
“Hmmm. Kayaknya … kayaknya … nggak
tau.”
Tanya mendelik pada Anak Beruang karena
tanggapannya yang tidak jelas itu.
Akhirnya Tanya berdiri. Ia lalu
berseru sekuat-kuatnya, “HEIII…POHON … Apakah kamu pohon tertinggiiii…?!!!”
Sebelum sampai kepada pucuk, suara
Tanya sudah habis ditelan suara hujan. Tetapi Tanya tidak putus asa. Ia terus
berusaha, terus berseru-seru, sampai suaranya hampir habis. Anak Beruang hanya
duduk mengamati.
“Kamu kok tidak membantu, sih?”
protes Tanya dengan suara serak.
“Aku tidak suka teriak-teriak,” sahut
Anak Beruang seadanya.
Tanya tampak agak kesal. Tapi karena
sudah tak sanggup berteriak-teriak lagi, ia kembali duduk di bawah pohon sambil
menunggu hujan reda. Ia melepaskan topi kaptennya yang basah, berusaha
mengeringkannya supaya jangan sampai sobek. Sementara topi kapten Anak Beruang
sudah basah dan compang-camping tersangkut ranting. Anak Beruang sendiri sudah
lupa kalau ia memakai topi.
Hujan lalu berhenti. Awan kembali
melepaskan matahari yang digulungnya kemudian melayang-layang di atas Anak
Beruang dan Tanya. Awan yang tebal dan basah lalu mengibas-ngibaskan diri seperti anjing yang sedang mengeringkan diri.
Beberapa sisa tetesannya terciprat pada Tanya dan Anak Beruang.
“Aduh!” Tanya menyeka hidungnya yang
basah.
“Oh, maaf…” Awan sadar. Ia lalu bergerak
turun. Posisinya jadi agak dekat dengan Anak Beruang dan Tanya.
“Hai Awan,” sapa Anak Beruang.
“Hai,” balas Awan.
“Tanya, kita bisa mengobrol dengan
Awan tanpa harus menemukan pohon tertinggi atau Jawab,” sorak Anak Beruang
girang.
Tanya mendadak sumringah.
Kejengkelannya sirna. “Oh, iya, ya…”
“Buat apa kalian mencari Jawab?”
tanya Awan.
Tanya kemudian bercerita mengenai
kucing yang ditolongnya. Mengenai pohon tertinggi. Dan mengenai Jawab yang
katanya tahu di mana letak pohon tertinggi itu. Mendengar paparan Tanya, Awan
malah terkekeh.
“Apa yang lucu?” Tanya mengerutkan
keningnya.
“Kalian terlalu sibuk mencari Jawab.
Padahal Jawab begitu dekat dengan kalian, kalian berdua berpijak di atas
Jawab.”
“Maksudnya?” Tanya bertanya lagi.
Sementara itu Anak Beruang
mengamat-amati tanah yang dipijaknya mencari Jawab.
"Maksudku ...," lanjut Awan sambil bergerak menjauh, “Kalian berpijak di tanah Jawabarat … hahahaha…” setelah
itu Awan melayang-layang lagi, pergi meninggalkan kedua anak yang
terbengong-bengong itu.
“Jadi? Gimana sih? Aku kok pusing?”
Tanya menggaruk-garuk kepalanya sendiri.
Anak Beruang melompat-lompat di atas
Jawabarat yang dipijaknya, “Hore-hore-hore! Kita ternyata menemukan Jawab!”
Lalu, masih perlukah
kedua anak ini mencari pohon tertinggi?
Ke mana kucing yang
diselamatkan oleh Tanya?
Apakah Awan sudah
pernah bertemu dan mengobrol dengan kucing itu?
Apakah ini semua pertanyaan-pertanyaan retoris?
Ketika Anak Beruang dan Tanya lupa
mencari dan memutuskan untuk bermain saja, pertanyaan-pertanyaan itu bertiup
tanpa arah …
Sundea
Kesel nggak sama endingnya? Kesel ya?
Mohon maaf lahir batin kalau gitu. Udah mau bulan Ramadhan, jadi ada
alesan untuk minta maab karena segala kekeyosan yang kami buat sebulan ini … hihihi…
Artwork dibuat oleh ViandityaDewanta. Tunggu, ya, bakal ada ngobrol-ngobrol sama Vianditya Dewanta di
salamatahari biar kalian kenal siyapah sosok di balik gambar-gambar keren dan
tokoh Tanya sepanjang bulan ini…
Komentar