Edisi 2: Mencari Jawab

Setelah angin pergi, Anak Beruang dan Tanya berdiri berhadap-hadapan. Keduanya saling memindai. Anak Beruang besar dan berbulu, sementara Tanya mungil dan berkulit licin. Mata Anak Beruang besar dan lebar, sementara mata Tanya sipit dan kecil. Tapi mereka berdua mengenakan topi perahu kertas yang sama. Mungkin karena kepala mereka seperti lautan pikiran ajaib, perahu kertas itu seperti berlayar di sana.

“Sebelum kamu bertanya, aku beri tahu, ya. Namaku Tanya. Dan sebelum kamu bertanya lagi, nama depanku bukan Tanda. Aku sedang mencari Jawab,” cetus Tanya tiba-tiba.
“Jadi Tanda itu nama depan Jawab?” tanya Anak Beruang sambil menggaruk-garuk perutnya yang gendut.
Tanya mengerutkan kening, ia tidak tahu Anak Beruang bercanda atau serius.


Anak Beruang sering sekali bertanya tentang ini dan itu. Kadang tanya-tanya itu mengantarnya pada jawab, kadang juga tidak. Tapi Anak Beruang selalu senang bertanya, karena perjalanan mencari jawab selalu menarik untuk ditempuh. Maka tahu-tahu matanya bersinar cerlang.

“Eh, Tanya, kalau kita cari, apakah Jawabnya harus ketemu?” tanya Anak Beruang dengan suara riang.
“Ummmh …,” Tanya jadi bertanya-tanya sendiri. Apa, sih, sebetulnya maksud Anak Beruang ini?
“Nah. Kalau tidak harus, ayo kita cari!”



Anak Beruang meraih tangan Tanya. Meski tangan Anak Beruang lebih besar dan kuat daripada Tanya, genggamannya hangat. Di sisi Anak Beruang, Tanya merasa ringan seperti kertas. Karena langkah Anak Beruang lebar-lebar dan sulit diikuti, Tanya membalas genggaman Anak Beruang seerat-seratnya. Ia tak ingin lepas dan tertiup entah ke mana di hutan yang asing itu.

Kalau tak harus ditemukan, mengapa Anak Beruang justru semangat sekali mencari Jawab?
Tanya tidak tahu.
Lalu ke mana Anak Beruang akan membawa Tanya?
Tanya juga tidak tahu.

Hei! Tunggu dulu! “Tidak Tahu”! Sepertinya Tanya baru saja menemukan Jawab! Tapi … apa iya…?

Entah apa yang terjadi, pepohonan memendar, saling menjauhi satu sama lain. Semua kemudian tampak samar-samar…

Bersambung ...


Sundea

Artwork oleh Vianditya Dewanta. 

Komentar