Akhir-akhir ini kebetulan saya sedang
cukup sering memantau media sosial. Walaupun gadget saya “sunyi”, riuh
rendah media sosial terasa begitu “meriah”. Ada keramaian perihal LGBT yang
tak habis-habis, meme seputar ibu-ibu bermotor matic yang sering menjadi raja
jalanan, sampai status Tere Liye – seorang penulis bukur best seller katanya – yang membuatnya ditimpuki massa.
Entah mengapa saya merasa ada yang
lucu dengan pengalaman memindai media sosial ini. Rasanya seperti kegaduhan di
dalam kepala, kegalauan pribadi yang mengombang-ambing terus menerus, atau jantung
sendiri yang bergemuruh di dalam hati. Seperti een storm in een glass water atau “badai dalam segelas air” kalau
kata almarhum oma saya. Sunyi. Tetapi riuh rendah.
Bulan ini saya mengangkat “Riuh
Rendah” sebagai tema www.salamatahari.com
edisi 175. Apa saja cerita yang bisa dibagi seputar keriuhrendahan? Mari
kita lihat nanti :D
Omong-omong … kenapa harus disebut “riuh rendah”,
ya? Apa hubungannya dengan "rendah" …?
Siapa tahu dalamperjalanan menyusuri
bulan ini yang mungkin saja riuh rendah, saya akan mendapatkan jawabannya.
Salamatahari, semogaselaluhangat dan
cerah,
Sundea
Komentar