Namanya Anjar Anastasia, seorang penulis dengan energi besar. Sudah lebih dari dua dekade ia konsisten berkarya dengan tulisan-tulisannya. Mulai dari cerpen yang kerap dimuat di berbagai majalah, skenario film pendek, puisi-puisi, sampai novel. Ia pun sering membagi ilmu menulisnya di mana-mana. “Karena motto saya, menulis adalah berbagi hidup,” ungkap Mbak Anjar.
Dari antara sekian karyanya, terselip sejilid novel bertajuk Renjana. Kendati begitu, ia tak berani berkomentar banyak mengenai kata “renjana” yang kini disepadankan dengan passion. Mengapa?
Yuk mengobrol dengan Mbak Anjar …
Halo, Mbak Anjar … cerita sedikit, dong, tentang isi novel “Renjana” ini …
Novel ini sebenarnya bisa dibilang sambungan dari novel saya yang berjudul Beraja, biarkan ku mencinta. Bercerita tentang keresahan hati tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, terutama tokoh Firdaus, seorang Pastor muda yang sedang berjuang untuk mempertahankan panggilannya, di tengah hingar bingar dunia serta perkembangannya. Ia mulai galau berada di antara kehidupan spiritualnya yang mulai tergerus kenikmatan dunia sekitar yang kian canggih.
Wih … terus terus …?
Tokoh lain adalah Ola yang dengan caranya berjuang menyimpan cintanya kepada Pastor muda itu. Ola tidak berniat mematahkan panggilan Firdaus, meski pada saat yang bersamaan, Firdaus tengah galau dengan pilihan hidupnya.
Jadi ceritanya berkisar di antara kedua tokoh itu?
Masih ada dua tokoh lagi. Dua tokoh lain yang berjuang mempertahankan rasa hati mereka adalah Wie dan Tra. Sejoli yang berbeda strata sosialnya. Wie seorang manajer dan Tra pekarya kantornya.
Kalau Wie dan Tra ini perjuangannya apa?
Mereka baru menyadari bahwa cinta yang sempat begitu berkobar di hati masing-masing, tak bisa pudar begitu saja. Mereka sama-sama menyadari, perbedaan strata sosial adalah hal riil yang tidak mungkin mereka pungkiri. Tetapi nyatanya, rasa hati itu tetap mengikuti langkah mereka, meski saat itu mereka telah memiliki pasangan masing-masing.
Kompleks juga, ya. Terus apa yang menghubungkan kedua pasangan ini – Daus-Ola dan Wie-Tra – di novel Mbak Anjar?
Yang menghubungkan jelas rasa hati mereka sebagai manusia biasa. Manusia yang bisa mencinta, membenci, galau, bingung atau akhirnya membiarkan saja semua seiring waktu.
Kalau yang membedakan?
Yang membedakan adalah pengolahan rasa hati itu. Firdaus jelas dengan latar belakang spiritualnya. Ola dengan kedewasaan sebagai seorang perempuan berlatar belakang keluarga broken home, tapi mampu mandiri. Wie dengan keangkuhannya sebagai manusia modern, yang disadarkan oleh waktu dan prioritas hidup. Sementara Tra, adalah seorang gadis kampung, tetapi bisa begitu cerdas menangkap makna hidup dari alam dan sekitarnya.
Kalau menurut Mbak Anjar, “renjana” itu sendiri apa, sih?
Renjana itu ya ungkapan rasa hati yang kuat hehe. Kalau di Kamus Besar Bahasa Indonesia, rasa hati yang kuat itu bisa berupa rasa rindu atau birahi. Beberapa waktu belakangan arti dari “renjana” sendiri disepadankan dengan passion. Untuk satu ini, saya nggak berani komentar banyak.
Komentar dikit aja, deh …. hihihi …
Saya merasa ada sedikit perbedaan tentang hal itu, tapi sulit menjabarkan hihi…. intinya, menurut saya “renjana” itu berhubungan dengan hati dan rasa yang mungkin nggak perlu diperjelas dengan sesuatu yang nyata dan bisa dilihat orang. Bisa disimpan sendiri saja, tidak berbentuk. Kalau passion ujung-ujungnya bisa berbentuk, terlihat, dan dinikmati orang meskipun sama juga berasal dari rasa. Menurut saya lho ya…
I see. Berarti kata “renjana” yang jadi judul novel Mbak Anjar ini artinya gimana, dan kok bisa kepikiran pake judul itu?
Sebenarnya kata ”renjana” sendiri sudah ada di novel pertama saya, Beraja. Waktu akhirnya draft novel selesai dibuat, saya perhatikan baik-baik ternyata tulisan saya itu memang nggak jauh-jauh dari rasa hati yang ternyata berhubungan dengan renjana itu. Jadilah judul itu diusulkan ke penerbit dan diterima. Paling ditambah sub judul supaya orang yang masih asing dengan kata itu bisa sedikit ngeh. Sub judulnya “Yang Sejati Tersimpan di Dalam Rasa”.
Dari antara sekian banyak kemungkinan karakter dan latar belakang, apa yang bikin Mbak Anjar akhirnya milih bikin tokoh Pastur Daus, Ola, Wie, dan Tra?
Keempat tokoh di Renjana (dan Beraja) sebenarnya mewakili sekitar kita, dengan semua idealisme yang mereka bawa sebagai manusia. Firdaus mewakili manusia religius/spiritual yang demi “jubah”-nya, melupakan kerendahhatian rohaninya. Wie mewakili manusia modern penuh ambisi, tapi kadang gengsi pada perasaanya sendiri. Tra mewakili manusia sederhana, peka terhadap sekitar dan alam, meski ke-”cerdas”-annya seringkali disepelekan. Ola mewakili manusia, perempuan, yang kadang dipandang sebelah mata. Ola yang dianggap penyebab masalah, ternyata lebih kuat daripada yang orang-orang kira, bahkan menjadi pendukung utama bagi sesama yang membutuhkan. Jenis-jenis manusia seperti itu ada disekitar kita dan bisa jadi menjadi semacam cermin bagi diri sendiri.
Risetnya gimana, Mbak?
Risetnya yang ada di sekitar saja. Selain sedikit ada studi literasi dari beberapa buku tentang beberapa hal. Yang jelas, butuh konsentrasi lebih dan suasana hati yang menunjang. Beruntung saat saya membuat ini, pasangan saya sangat membantu menjaga suasana hati. Jadi, suasana hati yang penuh bunga dan rasa itu bisa tercurah di sana.
Hehehe. Renjana, ya, berkaitan dengan rasa hati. Terus, nulis Renjana ini berapa lama, Mbak?
Dua tahun.
Wah, lumayan lama juga, ya … apa yang paling sulit selama dua tahun nulis ini, Mbak?
Memang menulis Renjana tingkat kesulitannya lebih besar daripada novel biasa, dilihat dari gaya bahasa puitisnya dan isi cerita yang meminjam banyak makna dari setiap kalimatnya. Selain itu saya sambil kerja juga.
Pertanyaan klasik, nih. Disela-sela kesibukan bekerja, gimana Mbak Anjar menyediakan waktu untuk menulis?
Setelah bekerja atau di sela itu, saya selalu bisa sempatkan menulis, meski hanya satu kalimat. Saya nggak ingin menyia-nyiakan ide yang ada di kepala. Soalnya itu berharga banget.
Okeh. Selain novel Renjana, buku apa lagi yang pernah Mbak Anjar tulis?
Hehe aku nggak pernah ngapalin. Bagiku, dengan begini aku tertantang untuk terus kreatif dan menghasilkan karya. Tapi, lebih dari limabelas bukulah hehe.
Beberapa judul buku: Beraja, biarkan ku mencinta (Grasindo 2001), Apa Kabar, Kang Je? (Obor 2006), Karena Aku Sayang (Gramedia Pustaka Utama 2006), Motivasiholic, seni memotivasi diri sendiri (Grasindo 2009) Kumpulan Puisi, 10 Perempuan Bandung Pecinta Puisi (Alumni 2010), Mafia Irlandia di Kampung Laut, Jejak-Jejak Romo Carolus, OMI memperjuangkan kemanusiaan (Gramedia Pustaka Utama 2012), Roda Rea, kumpulan cerpen (Sheila Books Fiction 2014), Bangku Itu Kosong Dua (Grasindo 2014), yang terbaru Everything I Do (Gramedia Pustaka Utama 2015).
Terakhir. Apa, sih, yang jadi renjananya Mbak Anjar sekarang?
Renjana dalam artian passion tadi, ya? Haha apa ya….yang jelas masih ingin selalu karya saya diterima oleh masyarakat baca sampai kapan pun. Pengen juga sih ada karya saya yang akhirnya diangkat ke film. Amin…
Amiiin … semoga ada produser film, nih, yang baca artikel ini dan tertarik hehe …
Tertarik pada novel Renjana? Bisa lho dipesan di http://tanyakobu.getscoop.com/ atau diintip di toko-toko buku kesayangan kamu. Mbak Anjar sendiri bisa dikunjungi di http://berajasenja.com/. Eh … tapi untuk sementara ini sabar dulu, ya, rumah Mbak Anjar yang beralamat di berajasenja ini sedang direnovasi. Doakan segera selesai dan kita bisa bertamu.
Artikel ini saya tutup dengan satu pertanyaan yang boleh kalian jawab sendiri-sendiri. Menurutmu, apa sih renjana? Dan apa yang saat ini menjadi renjanamu?
Sundea
foto-foto dok. pribadi Mbak Anjar
Komentar