Kelingking

Setelah ikut memilih dalam Pemilu 9 Juli 2014 lalu, saya mengamati jari kelingking saya yang belepotan tinta. Tahu-tahu saya menyadari betapa istimewanya jari kecil itu. Secara umum dia dipercaya menjadi penanda keikutsertaan kita dalam Pemilu. Dalam dunia suit menyuit, si kelingking yang berperan sebagai semut kecil, mampu mengalahkan jempol si gajah besar. Kelingking juga dapat menyusup ke mana-mana ketika keempat jari lainnya tak cukup ramping. Dan yang paling saya suka, sepasang kelingking menjadi lambang janji dan perdamaian ketika saling berkait.

Kelingking mengantar kita kepada beragam kearifan dengan cara yang ringan dan jenaka. Ia tidak menggurui. Metafornya yang hadir dalam permainan-permainan, membawa makna, baik saat diuraikan maupun tidak. 

Di edisi 156, www.salamatahari.com bermain-main dengan kelingking. Ada rahasia kelingking dalam palmistry, ada kisah di balik organisasi Celup Kelingking, ada semut dan gajah dalam semacam review album Gajah-nya Tulus, ada backhoe tak berkelingking di tambang kapur Sekapuk, dan ada benang merah di kelingking pengikat jodoh di studio Djiwo Tentrem.

Akhir-akhir ini dunia sepert dihujani desing seteru. Sudah saatnya si kelingking mungil menjalankan perannya. Mengalahkan kuasa besar dengan yang kecil. Mengikat janji. Menjadi juru damai. Dan belajar menjadi pemaaf seperti anak-anak yang bermain bersama 

Selamat Hari Anak Nasional 23 Juli
Selamat menyambut presiden dan wakil presiden Indonesia yang baru, Bapak Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla. Selamat bertugas, ya, doa kami mengawal kepemimpinan kalian.
Dan selamat bermaaf-maafan di Hari Raya Idul Fitri yang sudah menjelang…

Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,
Sundea

Komentar