-Lembang, 7 Juli 2013-
Seperti infus, slang-slang yang diganduli botol bersumber pada sebuah bak besar. Mata Dea mengikuti arah slang-slang tersebut. Mereka menjulur cukup jauh. Karena terlihat menarik, Dea memotret-motretnya.
“Bade ka mana, Neng?” sapa seorang Ibu dengan ramah.
“Nggak tau mau ke mana, Bu, lagi jalan-jalan iseng aja … hehe … ngomong-ngomong ini sebenernya apakah?”
“Oh, ini namanya bak induk …”
Dari ibu yang ternyata bernama Ibu Cicih tersebut, Dea baru tahu bahwa setiap slang mengalir dari bak induk menuju rumah setiap warga di RT tersebut. Masing-masing warga mengurus airnya sendiri-sendiri. “Kalau punya saya biasanya yang ngurus anak saya. Ini punya saya,” katanya sambil menunjuk salah satu slang berbotol yang menjuntai tak jauh dari dirinya.
Air di bak induk sendiri bersih dan segar karena langsung berasal dari gunung. Gunung adalah sumber kasih yang tak habis-habis, dan sesuai namanya, bak induk adalah ibu yang menjaga, memelihara, dan menyalurkan kasih itu kepada warga se-RT.
Botol penampung beraneka bentuk dan berasal dari beragam produk. Slangnya pun warna-warni, mengalir menuju rumah dan keluarga yang berbeda-beda.
Tetapi ketika kita menelusuri dari mana mereka berpangkal, kita tahu bahwa mereka adalah kerabat. Bagaimana pun mereka berasal dari satu ibu.
Dan dalam perjalanannya, makna berbagi dan toleransi larut dibawa alirnya…
Sundea
Komentar
salam kenal gue Taufik..
mampir kemari juga ya storyopik.blogspot.com :D