-Galeri Nasional, Jumat 13 Juli 2012 –
Gus Dur di Pameran “Karya Sang Juara”
Di salah satu sisi Galeri Nasional, Gus Dur duduk sendirian. Lampu menyorot tepat ke arahnya. Jok di samping lelaki bercelana pendek itu masih cukup luas; masih dapat diduduki dua sampai tiga orang lagi. Sudut di sana sepi. Tapi Gus Dur tak tampak kesepian.
“Halo, Pak Dur, Dea duduk di sini, ya,” kata saya seraya duduk di samping Gus Dur.
Meski tidak menjawab, saya tahu Gus Dur tidak keberatan. Jadi duduklah saya di sana.
Rasanya nyaman duduk bersisian dengan Gus Dur dan kesederhanaannya. Bangku panjang itu bukan singasana. Gus Dur pun tidak duduk sebagai pemimpin negara atau partai. Lampu sorot seperti cahaya surga yang membuat kami setara sebagai manusia ciptaan-Nya. Namun ketakziman saya membuat Gus Dur tetap menjadi sosok yang saya hormati: sebagai bapak.
Tahukah Gus Dur bagaimana mata Tuhan memandang Indonesia? Pernahkah Tuhan berbagi cerita dengannya di surga? Apakah Gus Dur menanggapi Tuhan dengan pernyataan favoritnya: “Gitu aja kok repot” ?
Tadinya saya ingin bertanya, tapi tidak jadi. Akhirnya saya hanya menyentuh tangan Gus Dur sambil bercerita tentang Indonesia tanpa berkata apa-apa. Ia diam saja. Tapi saya percaya ia mendengar dan mata hatinya melihat.
Pada Jumat sore itu, saya hanya “Duduk Bersama Gus Dur”*. Tapi bukan berarti saya bertemu dengan hantunya.
Sundea
*Duduk Bersama Gus Dur adalah judul karya Willy Syahnur dalam pameran “Karya Sang Juara”. Pameran yang dikuratori oleh Rizki Zaelani tersebut, berlangsung hingga 27 Juli mendatang. Menampilkan karya seniman-seniman yang pernah mendapatkan penghargaan dari Yayasan Seni Rupa Indonesia sejak tahun 1994-2010.
Komentar
Tau gak tebak2annya apaan?
...Ada deeh... ;p
@kikiepea