-Galeri Nasional, Minggu 8 April 2012-
Pameran Re.Claim
Di sayap kanan Ruang C Galeri Nasional Jakarta, frasa “Melawan Lupa” mendapat sorotan lampu. Pada bidang putih yang relatif luas, bagian sekaligus judul dari karya Mes 56 itu tampak sendirian. Cahaya pun menegaskan keberadaannya.
Menurut saya pribadi, pemandangan itu adalah inti dari seluruh pameran yang berlangsung pada 8-20 April 2012 tersebut.
Re.Claim adalah pameran yang diikuti oleh 63 seniman dari Bali, Bandung, Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan luar negeri. Mendokumentasikan adalah salah satu resep melawan lupa. Dikuratori Christine Cocca dan Jim Supangkat, seniman diajak menggali proses dokumentasi dan observasi melalui penciptaan karya seni berdasarkan arsip pribadi masing-masing. Hasilnya sangat beragam. Ruang Rupa yang pernah menggelar pameran arsip di ulangtahunnya yang ke-10 memaparkan kutipan-kutipan seperti ini:
Sementara dalam “My Personal Debris”-nya, Arief Tousiga sengaja meremukkan benda-benda pribadinya. “Itu barang-barang yang dipakai juga sama hampir semua orang,” ungkap Arief. Pada karya itu, ia pun semacam melakukan auto kritik. “Orang-orang, termasuk aku ternyata nggak ramah lingkungan,” lanjutnya.
Arief kemudian menyimpan remukkan tiap benda di dalam sebuah toples kecil. Gambar wujud benda itu sebelum menjadi serpihan ditempel di permukannya. Saya jadi teringat pada abu orang-orang yang dikremasi …
Seniman video Anggun Priambodo membuat karya dokumentasi yang lebih “tengil”. Dalam “Sekasur” ia mendokumentasikan pengalamannya tidur satu kasur dengan orang-orang yang ia kenal – baik laki-laki maupun perempuan. Kegiatannya bermacam-macam. Mulai dari sekadar mengobrol, membaca komik, menonton televisi, pijat refleksi, sampai tidur-tiduran sambil mendengarkan partner sekasurnya bermain gitar.
Masih karya video, seniman senior Khrisna Murthi menampilkan “Melani’s Digital Archeology”. Di sebuah layar yang besar, terpampang wajah Ibu Melani dengan teks arsipiah yang menggurat di sana. Nah. Lalu siapakah Ibu Melani?
Ibu Melani W Setiawan adalah dokter modis yang mengarsip seni rupa dengan caranya sendiri. Sejak tahun 1977 hingga saat ini, ia rajin hadir di acara-acara seni rupa, memperhatikan para seniman secara personal, mengumpulkan foto dirinya berpose dengan seniman dari masa ke masa, serta mencatat peristiwa kesenian secara teliti. Semua foto dan catatan dibuat berdasarkan kesukaan. Meski begitu, ternyata arsip personal yang dikumpulkannya secara konsisten menunjukkan perkembangan seni rupa Indonesia. Arsip-arsip tersebut pun akan dibukukan dengan tajuk “Dunia Seni Rupa Indonesia”. Pameran Re.Claim mengantarkannya.
Di dalam pelajaran matematika, anak-anak diajar untuk membilang. Ternyata mengumpulkan arsip dari masa ke masa seperti membilang sejarah untuk menciptakan sebuah gambaran yang utuh.
Seperti apa buku ini nantinya ? Tunggu tanggal mainnya … ;)
Sundea
Komentar