Two drifters off to see the world
There’s such a lot of world to see
We’re after the same rainbows … *
Beberapa waktu yang lalu, saya mengobrol dengan ayah saya. Ketika ia membicarakan beberapa hal seputar isu global dan discourses dari kacamata dan pemikirannya, saya bingung. Sebaliknya, ketika saya membicarakan isu keseharian yang personal dan pritilannya, ayah saya yang bingung. Di titik itu, kami tidak saling memahami. Tetapi dalam konteks yang lebih luas, kami percaya bahwa kami berlari menuju ujung pelangi yang sama. Maka kami mencoba menarik garis yang lebih panjang agar dapat melihat dengan jelas di mana sebetulnya kami berdiri dan sejauh apa jarak yang terentang antara kami.
Pada akhirnya kami menyimpulkan bahwa tujuan besar memang tidak bisa dikejar sendiri. Seperti estafet, setiap kita harus tahu sampai di mana harus berlari, kemudian mengoper tongkat estafet pada pelari selanjutnya. Ada banyak rute. Urutan pelari dapat berganti-ganti, tapi perjuangan dan kemenangan ditentukan oleh kekompakan seluruh tim.
Minggu ini Salamatahari berbagi cerita seputar estafet. Ada Deni Rahman yang membawa “tongkat estafet ilmu dagang” ala Abah Surya, dokumentasi dalam pameran Re.Claim yang mengoper data dari masa ke masa menuju gambar yang utuh, Windy Ariestanty editor Gagas Media yang melihat menulis dan editing lebih daripada sekadar estafet, dan ada oper-operan buku antara Sinta Ridwan dan Sundea.
Wherever you’re going I’m going your way …*
Percaya bahwa kita adalah satu tim membuat kita senantiasa saling menopang, bukan menjatuhkan.
Teman-teman, mari berlari sepenuh hati sesuai proporsi.
Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,
Sundea
*diculik dari lirik lagu “Moon River”
Komentar