Jika :) Menjadi Mata Uang

Nama Mas-mas ini mirip nama toko kaca terkenal: Fajar Abadi. Tapi ia tak menjual kaca. Yang dijualnya adalah kuehsenyum. Berapa harganya? Sesuai nama si kue, harganya adalah senyumanmu.

Proyek menyenangkan ini sudah berlangsung sejak tahun 2011 lalu. Alumnus Seni Rupa ITB 2003 jurusan patung ini sudah sempat membuat kuehsenyum di studio seninya dan teman-teman, di Car Free Day, dan di Galeri Nasional. Ketika membeli kue Fajar, setiap konsumen harus bersedia difoto sambil tersenyum oleh Fajar. Hingga saat ini, Fajar sudah mengumpulkan 125 senyuman.

Sempat ingin berjualan di Bursa Efek Jakarta, tapi tak ada hubungannya dengan bom yang sempat meledak di sana. Lalu kenapa?



Jadi apa yang bikin kamu kepikir bikin kuehsenyum ini, Jar?
Pertamanya sebenernya emang seneng sama senyum. Itu dari SMP ke SMA-lah. Jadi kalo liat orang senyum itu ada perasaan kayak … apa, ya? Kayak kamar agak eungap terus jendelanya dibuka dan ada angin siwir-siwir gitu. Pas SMA, ada seorang perempuan yang senyumnya lebar pisan. Tiap dia senyum, mulutnya seperti bisa mengembang sampe 70%.

Wahahaha …
Dulu aku suka ngikut-ngikutin dia senyum. Tapi nggak pernah mirip. Terus si orang itu kayak nganterin kata “senyum lebar” di kepala aku. Senyumnya kayak gerbang. Ato aku selalu bilangnya kayak black hole; menyerap, tapi yang diserap yang kesel-kesel. Rasanya seneng aja kalo liat orang itu. Dia bisa berbagi kebahagiaan padahal idupnya nggak seneng-seneng amat juga. Aku jadi sering membayangkan caranya bikin orang seneng itu gimana, ya? Jadinya sekarang hampir tiap karya aku berkaitan sama senyum.

Kalau kuehsenyum ini mulainya dari kapan dan gimana?
Mulainya di studio Keni (teman Fajar). Sebenernya awalnya pengen di Bursa Efek.

Wah … kenapa di Bursa Efek? Ada hubungannya sama bom?
Nggak, nggak ada hubungannya sama itu. Aku kepikir Bursa Efek itu kayak ABRI di bidang ekonomi. Tiap hari mereka menjaga stabilitas. Aku suka ngeliat temen-temen aku yang suka buka e-bay. Pas rupiah menguat, itu mempengaruhi pola harapan. Di situ aku jadi mikir sebenernya nggak ada nilai yang riil kecuali disepakati. Aku jadi kepengen orang menyepakati senyum sebagai nilai yang riil. Soalnya kadang-kadang senyum itu nggak gampang juga.

Cerita, dong, pengalaman kamu ke Bursa Efek …
Waktu aku ngasih proposal, aku disangka mau sampling. Disuruh kirim aja contoh sample-nya. Jadi minggu berikutnya aku ke Jakarta untuk ketemu langsung sama orang Bursa Efeknya. Aku ke salon, pake kemeja sama dasi. Sengaja bikin kartu nama khusus kuehsenyum. Kartu namanya ada dua versi. Yang pertama A4, satunya normal. Maksudnya buat ice breaking. Pas pertama, aku ngasih tunjuk yang gede. Pas orangnya bilang “ini gede banget” baru aku kasih tunjuk yang ukuran kartu nama normalnya.

Hahahaha … dasar. Ada-ada aja, deh. Terus diterima?
Tetep aja disangkanya mau sampling. Yang lucu, beberapa orang Bursa Efek pengennya cepet beres, pengen cepet nyimpulin, tapi nggak tepat nyimpulinnya. Ini bukan komersil tapi aku juga nekenin kalau ini bukan gratis. Senyum itu bentuk bayarannya. Akhirnya dimasukkanlah proposalnya ke sekretaris perusahaan. Minggu depannya aku ditelpon dan terjadi percakapan yang menarik.

Gimana, gimana?
“Mas Fajar dari Perusahaan Kuehsenyum, ya?”
“Bukan, Bu, itu nama judul karyanya. Saya seniman.”
“O jadi Mas Fajar ini fotografer yang ingin memakai karyawan kami jadi talentnya?”
“Bukan, Bu, ini audiensi publik. Karya ini bisa terjadi kalau ada publik buat berinteraksi. Karena konteksnya, saya harus berinteraksi dengan publik Bursa Efek.”
“Tapi ya Mas Fajar, senyum itu harus ada pertanggungjawabannya.”
“Bu, saya ini orang Indonesia pengen menyemangati orang Indonesia lainnya. Masa musti segitunya?”
Terus Ibu itu diem. Abis itu dia bilang, “Ya sudah. Nanti dibicarakan dulu.”
“Jadi kapan saya bisa telpon lagi?”
“Nanti biar saya yang hubungi.”
Abis itu sampe sekarang aku nggak ditelpon-telpon lagi.

Hahahaha … kocak.
Ada juga yang bilang (bukan dari Bursa Efek), “Terus kalau karyanya cuma senyum aja, kueh aja, orang tau seninya dari mana? Kecuali kalau kamu bikin karyanya muka koruptor atau susunya Melinda Dee”. Padahal karya ini maksudnya nggak ke situ. Kalaupun ada kritik atau protes, tidak untuk memperpanjang rantai dendam. Di kueh aku bahan-bahannya banyak mengandung susu, kok. Tapi sebagai protein yang menyehatkan. Hanya untuk menyebarkan energi positif aja. Soalnya orang lebih bertahan kan dengan energi positif. Menurutku seni itu pasti meminjam idiom dari hidup. Tapi entah kenapa, seni suka kepengen lebih penting daripada hidup. Aku nggak setuju sama itu. Yang keren mah hidupnya, kalau ga ada hidupnya, ga ada seninya.

Fajar Abadi dan senyum-senyum yang sudah dikumpulkannya

Yooo’i. Eh, cerita, dong, Jar, ada cerita apa aja di balik senyum orang-orang yang beli kue kamu …
Kalo di temen-temen, lucu aja. Kebanyakan mereka senyum-senyum sendiri. Kalo di Car Free Day agak beragam. Ada pembeli kueh yang kayaknya baru pacaran, ada yang cerita anaknya juga kuliah di ITB, ada yang baru dateng pas kuehnya abis, terus dia minta difoto doang …

Boleh nggak?
Ya nggak boleh. Artinya kan dia bayar tapi nggak beli apa-apa. Ada juga ibu-ibu yang ikut kelas tertawa. Dia senyumnya kayak penuh perjuangan gitu. Senyumnya kayak udah lepas, tapi keliatan ada artefak perjuangannya.

Hahahaha … terus, terus, ada apa lagi?
Pas di Galnas ada Mbak-mbak sama Mas-mas yang ngerasa terganggu pas lagi liat karya seni terus disamperin. Tapi abis keluar dan makan kuenya, mereka balik lagi dan jadi ramah. “Kuenya enak, minta resepnya dong …” Jadi pas di Galnas mah kebanyakan tukeran resep. Banyak ibu-ibu. Galnasnya jadinya bau kueh.

Btw, kenapa kue?
Mungkin karena rasa manisnya, karena bau harumnya. Inget dulu waktu Ibu mau bikin kueh pas Lebaran, dari belanjanya udah menyenangkan. Bikin hidangan utama juga seru, tapi serunya beda. Kalau di kueh beda temponya. Mulai dari belanja, pas baunya mulai muncul dari ovennya, terus pas kuenya lagi anget, pas dia ngembang, terus ada retakan-retakannya, itu teh estetik meskipun nggak digimana-gimanain.

Terus kenapa muffin?
Waktu itu emang sempet riset sama anak-anak, kuehnya enaknya kue apa. Keluarnya pisang goreng, putu, kelepon, pokoknya yang manis dan anget. Tapi pengennya yang compact packaging-nya. Waktu itu kebetulan ada kakaknya temen yang kursus bikin muffin. Jadi ya udah, muffin aja dulu. Nanti sih ke sana-sananya mungkin mau bikin kue baru, ada pilihan-pilihannya, tapi belom sekarang-sekarang. Dari awal juga kepikir ada yang orang bisa bawa selain kue yang bisa dimakan. Pengennya bikin mesin kasir yang ada struknya yang bisa dibawa pulang. Sekarang mah langi ngulik di situnya dulu aja.

Berarti ini Project jangka panjang, dong. Pengen ke mana aja?
Pengennya bisa keliling dunia …

Asik. Selanjutnya Kuehsenyum mau ke mana, nih?
Ke Art-1 di Jakarta. Tapi lupa lagi tanggal berapanya.

Booth kamu biasanya konsepnya gimana, Jar? Repot nggak sih bawa alat-alatnya?
Akunya sih ngamatin sambil masak aja. Yang ngejualin kuehsenyum itu Ibu sama Neng. Bukan karena karakter fisik ato karakter mukanya. Yang penting karakter Ibu dan Neng aja. Aku suka liat teteh-teteh atau ibu-ibu kalo abis masak suka di-share di blog. Meskipun mereka nggak secara direct ngomong soal perdamaian, nyampenya di aku kayak begitu. Kalau perlengkapannya, ada peti. Di dalem peti ada tokonya ada dapurnya – boothnya cukup knock down-lah. Terus ada oven. Ada peralatan-peralatannya. Si petinya jadi meja.

Misal ada yang nawarin jadi sponsor, kamu mau nggak?
Sebenernya sih nggak masalah. Cuma aku pengennya tetep aku yang paling banyak mengeluarkan uang di karya ini. Kan polanya bisa jadi kebalik. Siapa tau aku yang memang kepengen beli senyum (bukan orang lain yang kepengen beli kue).

Hehehe … iya juga, ya. Setelah punya 125 senyum ini, gimana perasaan kamu?
Aku ngerasa kaya! 


Jika ingin tahu lebih banyak seputar project ini kunjungi tumblr-nya: http://kuehsenyum.tumblr.com/. Fajar sendiri bisa dihubungi di cerita_hati@yahoo.com atau hanyaudara@gmail.com atau kunjungi blog pribadinya http://hanyaudara.blogspot.com/. FYI, dia tidak ber-facebook dan tidak ber-twitter. “Tapi aku ada google plus, kok …” katanya.

Project Kuehsenyum ini masih akan terus berlangsung dan berlangsung. Semoga Fajar semakin produktif dan semoga orang-orang semakin konsumtif. 

Tersenyumlah, tersenyumlah. Setiap senyum yang kau boros-boroskan sesungguhnya adalah investasi …

Sundea

Berikut adalah video dokumentasi ekspedisi perdana Kuehsenyum . Lagunya dibuat dan dinyanyikan sendiri oleh Fajar Abadi, lho:



Komentar