I Just Call to Say I Love You

-Art:1, Sabtu 29 Oktober 2011-

Pembukaan Pameran Flight for Light

Tuhan adalah cahaya. Karena ia merambat begitu cepat, mungkin ia tak tertemukan jika tak ditangkap. Persepsi dan interpretasi adalah jaring yang digunakan manusia untuk menangkap esensi tuhan yang halus sekali – religiositas. 




Karena menurut saya seni adalah wujud paling halus dari persepsi dan interpretasi, di sanalah esensi tuhan dapat hadir cukup utuh. Dalam pameran “Flight for Light” yang digelar sebagai pembukaan Art:1, sebuah lembaga seni rupa yang terdiri dari new museum dan art space, seniman merepresentasikan persepsi dan interpretasinya mengenai religiositas ke dalam karya. Di bangunan agung tersebut terpasang beragam karya. Karena religiositas melampaui agama, karya-karya yang hadir kerap sudah tak lagi bersentuh dengan simbol agama. Ambil contoh jarum jahit bengkok pada “Jejak Ibu” karya Hanafi atau kebaya logam pada “Empty Kebaya’s” karya Sri Astari. Melalui setiap karya, religiositas hadir dalam cara-cara yang paling personal.



Jejak Ibu - Hanafi

Ketika saya tersesat di belantara karya, sesuatu yang sederhana menarik perhatian saya. Ia duduk di atas meja kecil. Mengamati seisi ruangan tanpa berkata apa-apa. Saya pun melompat-lompat menghampirinya.


“Hai,” sapa saya.
“Hai,” sahut benda itu.
“Kamu kan telpon. Kenapa kamu ada di sini?”
“Karena saya juga religius,” sahutnya.
“Tapi kamu bukan karya.”
“Tapi saya membawa sebagian sifat tuhan. Jadi saya perlu ada di sini.”

Saya mengamat-amatinya. Dan ….

U can trust

“Oh, iya!” seru saya riang.
“Dea, kamu ingat kata-kata Picasso? Art is a lie that makes us realize the truth,” kata telpon.
“Terus?” tanya saya lagi.
“Truth. Trust,” jawab telpon.

Saya terdiam. Telpon juga. Lalu kami saling berpandangan. Di tengah segala karya dan makna personalnya, telpon adalah sesuatu yang paling universal. Kendati begitu, ia membawa tuhan tanpa simbol agama apa-apa. Mungkin karena pada dasarnya tuhan itu personal sekaligus universal.

“Saya senang ketemu kamu, telpon,” kata saya.
Telpon tidak menjawab lagi.

Saya kembali berkeliling mengeja karya. Tetapi saya terus teringat pada telpon. Apakah saya semakin tersesat? Atau justru telpon menuntun saya menemukan sebuah jalan kebenaran?

Cahaya merambat, suara juga. 


Sundea

Pameran Flight for Light berlangsung pada tanggal 29 Oktober 2011 – 29 Januari 2012 di Art:1 Jln. Rajawali Selatan Raya no.3, Jakarta. Silakan berkunjung =)

Komentar