Bagi teman-teman yang sempat akrab dengan acara Cerdas Cermat, Taman Indria, Lagu Pilihanku, Ayo Menyanyi, dan Bu Kasur di TVRI, nama Bu Meinar tentunya familiar. Ibu kelahiran 14 Mei 1930 ini selalu setia duduk menghadap piano dan mengiringi anak-anak menyanyi.
Setelah acara anak-anak di TVRI mulai berguguran satu persatu, ia tak lantas berhenti mengiringi anak-anak. Tidak banyak yang tahu bahwa saat ini ia masih berkeliling dari TK ke TK. Setia pada musik dan anak-anak dengan ketulusan dan kesahajaan yang sama.
Pada suatu hari Minggu, Dea berkesempatan berkunjung ke kediamannya di Jln. Padang no.20, Manggarai, Jakarta Selatan.
Bu Meinar, Ibu sekarang kegiatannya apa aja?
Masih ke TK-TK. Senin ke Parkit sama Ade Irma, Selasa ke Budi Asih, Rabu-Kamis ke TK Halim, Jumat ke TK Aisyah. Cuma begini saja, ngisi-ngisi waktu, tarifnya juga serelanya saja.
Naik apa, Bu, kalau pergi-pergi biasanya?
Ada langganan bajaj, jadi Ibu selalu pergi naik bajaj.
Katanya masih ngelesin piano juga, ya, Bu?
Iya. Ada dua anak. Dua kali seminggu sore-sore, harinya terserah saja. Dulu Shahnaz, Marissa Haque, Soraya, tiga kakak beradik itu juga belajar sama Ibu. Datang les ke sini waktu masih anak-anak.
Oh, ya? Bandel-bandel nggak mereka?
Ah, ndak. Ndak bandel. Yang suka bandel kan remaja. Baru sebentar sudah ndak datang lagi.
Wahahaha … Ibu emang seneng ngajar anak-anak, ya, Bu?
Iya. Anak-anak selalu ada untuk diajar. Bikin semangat.
Ibu pertama kali belajar piano kapan ?
Umur dua belas. Dulu Ibu kan tinggal di asrama. Ada guru yang baik, suka mengajar sore-sore. Waktu itu dia pilih yang ada bakat. Ada tiga orang, termasuk Ibu. Teman-teman marah. Katanya gurunya pilih-pilih sih.
Wahahaha … kalau mulai ngajar pianonya kapan, Bu?
Umur dua puluh. Ibu terus belajar piano di PERWARI (Persatuan Wanita Republik Indonesia, sekarang Dharma Wanita) sambil mengajar.
Kalau di TVRI taun berapa, Bu?
Tahun 1972 sampai 2000.
Awalnya bisa main piano di TVRI gimana, sih, Bu?
Pak Mahmud (A.T Mahmud) kan disuruh membikin acara anak-anak di TVRI. Dia bikin “Ayo Menyanyi”. Yang ngajar Bu Fat. Terus yang mengiringi siapa? Pak Mahmud pilih Ibu. Dulu Ibu satu sekolah sama Pak Mahmud.
Suka-dukanya apa, Bu, di TVRI?
Dukanya mah nggak adalah … hahaha …
Seneng terus, ya, Bu? Dulu Ibu ngiringin buat acara apa aja?
Dulu ada Pramuka, Taman Indria, Ayo Menyanyi, Bintang Kecil, Cerdas Cermat, Bu Kasur. Banyak dulu acara Ibu. Dulu banyak teman-teman. Ada Bu Fat, Bu Kasur, Pak Dal, Pak Mahmud, sekarang sudah nggak ada semua, tinggal Bu Mul, istri Pak Mahmud, dia kerja di kedutaan.
Pemusik favorit Ibu siapa?
Siapa?
Misalnya, Ibu suka Frank Sinatra, atau Bethoven, atau Koes Plus gitu …
Hampir semua senang. Lagu anak-anak barangkali. Ibu suka “Ambilkan Bulan”.
Waaah … iya. Lagu itu emang bagus banget. Ibu suka lagu itu kenapa?
Bagus syairnya.
Ibu juga bikin, dong, lagu anak-anak. Sekarang jarang, lho, Bu, lagu anak-anak bagus yang kayak gitu lagi …
Ndak ada bikin. Syairnya ndak bisa.
Kalau ada syairnya, Ibu mau yaaa … bikin … kalau syair mah banyak lho yang mau bikinin …
Jangan panjang-panjang, empat baris saja. Nadanya juga nanti ndak banyak-banyak, paling satu oktaf.
Ibu pernah bikin lagu, nggak, Bu?
Dulu. Waktu penataran P4. Kan mau ngajar di SPG, pegawai negeri. Ya di situ aja satu-satunya. Ndak tau lagi lagunya ke mana, lagu anak-anak itu.
Ibu dari dulu emang selalu fokus ke lagu anak-anak ya nggak pernah tau-tau main atau bikin lagu-lagu lainnya?
Ndak, ndak pernah. Di anak-anak terus.
Bu, rumah Ibu ini kan kayaknya klasik banget, ya. Udah dari kapan tinggal di sini?
1952. Dulunya sama Belanda. Di depan Belanda, Ibu di belakang. Tahun 1959 Belandanya pulang, terus diurus sama Bapaknya Ibu. Bapaknya Ibu kan jaksa.
Ooo … terus kalau sekarang yang tinggal di sini siapa aja?
Sama adik-adik, sama Budi, anak Ibu.
Bapaknya Pak Budi?
Sudah meninggal tahun 1979.
Ooo … maafkan. Jadinya Pak Budi anak satu-satunya, ya, Bu?
Ada satu lagi, tapi sudah meninggal juga karena lever. Budi juga dulu kecelakaan, tuh tahun 1972. Ditabrak bus PPD sehari sesudah ujian SMP. Dia dibonceng naik motor. Pingsannya sebulan setengah di Cipto. Ibu duduk saja di rumah sakit tunggu dia. Terus Alhamdulillah satu-satu bergerak tangannya. Kemudian kakinya. Terus difisioterapi dia. Padahal dulu pandainya dia bermain piano. Maiiiin … terus sampai Ibu pusing. Kalau dia main, tetangga sampai datang dengar. Suaranya juga bagus, kalau menyanyi ada nada-nada tinggi dia yang ambil. Waktu anak-anak, pernah dia sampai bikin plat (piringan hitam) sama Mus Mualim.
Pak Budi |
Tapi sekarang masih bisa main piano Pak Budinya?
Sudah lambat gerakan tangannya. Yah suka duka. Untung masih ada adik-adik Ibu. Ramai mereka.
Bu, sekarang ini, apa harapan Ibu?
Ya supaya jangan sakit keraslah, supaya bisa terus berkarya. Guru-guru juga belajarnya yang baik, supaya jangan salah mengajar ke anak-anak. Kadang Ibu suka dengar mereka mengajar terus berpikir, “Kok jadi begini lagunya?”
Wahahaha …
Bu Meinar yang berusia 81 tahun ini serius terbuka untuk dikunjungi. Ia bahkan masih bersedia diminta bermain piano. Hari itu, dia sempat memainkan lagu “Ambilkan Bulan” dan bernyanyi-nyanyi bersama tante-tante, sepupu Dea, dan Dea.
Acara-acara dan stasiun televisi punya masa berlaku, tetapi bakti dan passion tidak. Meski lagu anak-anak tak terlalu populer di masa ini, Bu Meinar memilih apa yang membuatnya hidup dan selalu berarti.
Sundea
Terima kasih banyak buat Bu Ning, Tante Joyce, Tante Ina, dan Medina yang bisa bikin Dea ketemu Bu Meinar ;)
Komentar
Dea, selain acara Bu Meinar, aku jg suka bgt acara Pak Tino Sidin "Gemar Menggambar" sampe punya buku seri cara menggambarnya beliau! :D
Mohon doanya, semoga dilapangkan kuburnya, diampuni segala dosanya.