“Bunda, di BIP ada Ki Ep Si (KFC),” kata anak laki-laki kecil yang duduk di hadapan saya dalam angkot.
“Dari tadi KFC terus. Kakak laper, ya?”
Anak laki-laki di depan saya terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menyahut malu-malu, “Iya … Kakak laper.”
Ternyata namanya Kakak Hafiz. Usianya 2,5 tahun. Di tengah perutnya yang cranky di tengah hari, bocah itu tampak masih dapat bergembira merayakan apa saja. Bersama Sang Bunda, ia masih bisa bercerita tentang ambulan. Ketika sekelompok pengamen datang, dengan bersemangat ia berjalan ke pintu untuk memberikan receh. Ia juga sempat bercerita tentang Adik Habi-nya yang masih bayi.
“Kakak Hafiz kan suka ngobrol. Adik Habinya suka diajak ngobrol, nggak?” tanya saya.
Kakak Hafiz berusaha mengingat-ingat sebelum akhirnya menggeleng.
“Kenapa?”
“Adik Habi kan nggak bisa apa-apa.”
Saya tak bisa menahan senyum.
Lagi-lagi Kakak Hafiz bercerita tentang makanan. Kali ini tentang “permen uting-uting”.
“Permen uting-uting itu loli. ‘Uting-uting’ artinya ‘pusing-pusing’. Permen loli kan ada lingkaran-lingkarannya, makanya Kakak Hafiz nyebutnya ‘pusing-pusing’,” Sang Bunda menjelaskan.
Permen loli adalah permen kesukaan Kakak Hafiz. Sebetulnya, permen itu dapat membuatnya tenang dan tak banyak bicara ketika menempuh perjalanan jauh. Tetapi saya bersyukur siang itu tak ada ‘permen uting-uting’ di tangan Kakak Hafiz, sebab saya suka mendengar segala celotehnya.
“Ada Ki Ep Si, Bunda!” seru Kakak Hafiz saat angkot yang kami tumpangi melewati Superindo, Dago.
“Nanti yang di BIP aja, ya, sebentar lagi,” kata Sang Bunda.
“Iya. Yang di BIP aja,” akur Kakak Hafiz sambil mengangguk-angguk.
Untuk mengganjal kelaparan Kakak Hafiz, Sang Bunda memberinya sepotong wafer.
Karena Kakak Hafiz membuat hari saya cerah, tiba-tiba saya ingin memberinya sticker Salamatahari.
“Selamat hari ini, ya, Kakak Hafiz, ini hadiah buat Kakak Hafiz,” ujar saya.
Spontan Kakak Hafiz melempar pandang keluar jendela.
“Kenapa, Kak?” tanya saya.
“Ada awan sama mataharinya, kayak di sini,” kata Kakak Hafiz sambil menunjuk sticker yang saya berikan.
Lagi-lagi saya tak bisa menahan senyum.
Kakak Hafiz dan Sang Bunda turun di BIP sementara saya meneruskan perjalanan. Sebelum meninggalkan angkot, ia sempat melambai kepada saya.
“Dadah Kakak Hafiz, selamat makan di KFC,” pesan saya.
Kakak Hafiz tidak mendengar.
Awan dan atahari siang itu membias di jendela belakang angkot. Hangat. Mengucapkan “Salamatahari” kepada isi angkot Kalapa-Dago …
Sundea
Komentar