Peraturan

-Selasa, 26 Juli 2011-

Dalam sebuah perjalanan berangkot, tak sengaja telinga saya menangkap percakapan yang kira-kira seperti ini:
“Nggak bener itu yang siang-siang nyalain lampu kendaraan!” rutuk si supir angkot.
“Tapi di daerah Jawa ada aturan harus nyalain lampu kendaraan siang-siang,” sanggah ibu di sebelah supir angkot tersebut.
“Yang nggak bener yang bikin aturannya itu. Artinya dia nggak percaya sama Tuhan.”
“…”
“Siang-siang Tuhan udah kasih matahari buat menerangi. Buat apa harus pakai lampu-lampu segala lagi, coba?”





Saya menahan tawa. Diam-diam saya memotret bangku depan angkot yang dibatasi teralis. Hari sudah malam. Angkot yang minim cahaya tidak membantu kamera saya menangkap foto yang jelas. Apalagi kamera kecil saya hampir kehabisan baterai. Tetapi tidak apa-apa. Saya suka warna kemerahan yang dipendarkannya.

Tiba-tiba telinga saya menangkap tawa yang lain tepat di bawah kaki. Ternyata diam-diam tuhan merapat ke bangku depan, mendengarkan percakapan tadi, dan ikut tertawa geli. Suaranya halus sekaligus renyah. Saya suka. Meski kamera tak bisa memotret suara, saya memotret tuhan yang sedang tertawa.


Supir angkot dan Ibu di sebelahnya masih mengobrol tentang apa saja. Mengenai aturan pemerintah dan kesenjangan, mengenai daerah tempat si ibu berasal, hingga akhirnya kembali kepada lampu kendaraan. Sebelum si ibu turun, supir angkot mengulang kembali pernyataannya.

“Tuhan udah kasih matahari untuk menerangi kalau siang-siang …”
Saya tersenyum.
Saya adalah penumpang terakhir di dalam angkot. Ketika semua penumpang lain sudah turun, supir angkot menatap saya melalui spion.
“Turun di mana, Neng?” tanyanya.
“Depanan dikit, Pak …”

Angkotnya melaju dan berhenti di tempat yang saya tunjuk. Ketika saya membayar, ia mencetuskan pernyataan yang ajaib lagi.

“Kalau semua orang tau-tau jadi miskin, mau nggak orang yang sekarang kaya disuruh bawa angkot?”
“Hah?”

Saya lalu melirik tuhan. Ia masih ada di tempat semula meski tidak tertawa-tawa lagi. Dia tidak bercahaya seperti matahari, tetapi ia memantulkan kembali cahaya lampu kendaraan yang melintas di sebelah angkot. 


Saya tahu tuhan masih terus mendengarkan, maka diam-diam saya menitipkan doa.

Tujuan membuat setiap penumpang pada akhirnya pergi meninggalkan angkot. Tetapi tuhan tetap menyertai angkot, entah sampai ke mana …

Sundea

Komentar