Happy Shocks, Victim Shakes, Guerillas Rawks
Perkenalkan, kami TV Eye bersaudara. Kami adalah makhluk-makhluk berkepala televisi, bertangan garpu, dan bersayap di punggung. Indieguerillas menciptakan kami sebagai tokoh yang putih dan tawar. Lalu dua puluh tiga seniman memberi kami topping-topping yang mengejutkan.
Perkenalkan, kami TV Eye bersaudara. Kami berkumpul di Lou Belle Shop Setiabudi, Bandung, pada tanggal 7 sampai 17 Mei 2011. Menjadi televisi yang menonton dan ditonton.
TV Eye adalah figur mainan berbahan dasar resin yang dikreasikan oleh seniman asal Yogya: Dyatmiko Lancur Bawono (Miko) dan Santi Ariestyowanti yang menamakan diri Indieguerillas. Mereka bekerja sama dengan Happy+Victim yang memproduksi merchandise.
Figur ini bukan dibuat tanpa filosofi. “TV mewakili screen apa saja. Bisa hp atau komputer, misalnya. TV menjadi kepala karena dari screen semua bisa masuk ke kepala,” papar Mbak Santi. Tak hanya itu, karakter-karakter wayang pun terselip di sana. Tubuh cembung TV Eye mewakili Bagong yang gendut, ceplas-ceplos, tulus dan berani. Kaki-kaki yang telanjang mewakili kaki tokoh-tokoh wayang yang kerap tak beralas. Dan sayap di punggung mewakili tokoh-tokoh wayang yang dapat terbang. “Di wayang, setiap karakter pasti ada. Dan inti sarinya, wayang mengajarkan untuk hidup dengan baik,” ungkap Mas Miko.
“Belajar hidup dengan baik” adalah pesan universal yang tak pernah terlalu usang untuk dibawa ke dalam konteks apapun. Maka ia yang bersemayam pada TV Eye ditayangkan dalam berbagai wajah oleh 23 seniman pilihan Indieguerillas. Tell Them X Kotoreparch, misalnya, mengangkat pernyataan fenomenal almarhum Kurt Cobain yang berkaitan dengan pencitraan, “I’d rather be hated for who I’m than loved for who I am not”. Sesuatu yang lebih optimis hadir pada sosok The Yellow Dino yang bertubuh kelam tapi berwajah cerah ceria. “Senimannya mau menunjukkan kalau hitam tidak selalu harus suram,” kata Mbak Santi.
I’d rather be hated for who I’m than loved for who I am not |
The Yellow Dino |
Rencananya seri TV Eye ini akan dibawa berkeliling. Karya-karyanya pun mungkin akan bertambah. “Kita memang kepingin berkarya bareng, pengen tau karya kita kalau direspon seperti apa. Ternyata hasilnya cukup mengejutkan,” tukas Mas Miko sambil tersenyum.
Teman-teman, pameran ini masih berlangsung di Lou Belle Shop, Jln. Setiabudi no.56 Bandung, hingga 17 Mei mendatang. Mampirlah untuk menonton lebih dari dua puluh televisi ini lalu jadilah juga televisi bagi mereka.
Ada cerita sepanjang zaman yang tak pernah lelah terus bertumbuh.
Ada keabadian dalam kisah wayang yang tak pernah lelah mencari tubuh.
Sundea
Indieguerillas
Facebook: indieguerillas
Twitter: @indieguerillas
Komentar