Erri Nugraha adalah salah satu manusia paling “sarwono” alias “serba ada” yang Dea kenal. Ia serba bisa dan serba ada di mana-mana. Saat ini, contohnya, ia yang berdomisili di Bandung namun sempat menetap di Bali sedang bertualang ke “Jawa” (entah Jawa bagian mana). “Ngapain, Ri ?” tanya Dea. “Jadi sopir cadangan sekalian jalan-jalan dan makan gratis,” jawabnya.
Di tengah sulitnya koneksi internet, Dea akhirnya berhasil mewawancara ilustrator Salamatahari #2 yang sarwono ini. Ini dia hasilnya:
Ri, dulu kan lu bilang dari kuliah lo udah di-train menjadi serba bisa. Cerita, dongdongdong gimana si kampus nge-train elu
Iya, De betul banget itu. Gue kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual. Di Unpas (Universitas Pasundan-red) , DKV masih jurusan. Sedangkan di tempat lain DKV udah jadi fakultas. Nah, dari situ udah kebayang kan, gue diajarin pelajaran sefakultas ibaratnya.
Kalo secara umum sih jadinya dibagi dua keahlian umum, yaitu keahlian di media cetak dan media audio visual. Kalo tentang dunia cetak, saya diajarin dari cetak screen (sablon) sampe cetak tinggi (offset). Terus untuk media audio visual, saya diajarin dari mulai gambar diam (fotografi salah satunya, salah duanya yang digambar manual ato yg di scan-lah), sampe gambar bergerak (videografi dan animasi, oh ya mungkin desain presentasi masuk juga kesini, De). Jadi gampangnya, gue bisa gambar manual sampe digital itu untuk kepentingan teknis. Sedangkan untuk kepentingan konsep cara visualisasi, gue juga belajar ilmu komunikasi umum dan komunikasi marketing. Karena biasanya produk DKV berhubungan dengan promosi perusahan atau produknya, kira-kira gitulah. Gue jd otomatis serba bisa hahahah …
Whew. Gue pusing bacanya. Buanyak banget. Hehehe. Terus, apa pengaruh seluruh pendidikan itu sama cara kerja lo sekarang?
Wah apa, ya, pengaruhnya.... mungkin jadi lebih ngonsep kali ya, ato lebih gayalah gara-gara bergelar S1 hahahahah …
Hahahaha… terus, dari elmu serba ada yang lo dapet, kalo boleh milih, mana yang pengen lo pilih sebagai profesi ?
Desain ehehehe... ya desain yang bikin saya bisa bercerita lebih banyak lah heuehuhue, apapun medianya. Terus, kalo boleh punya hobi dalam bentuk profesi, gue milih profesi dosen atau gurulah, sebangsaning semacam.
Ok. Kan lo punya sebuah “Kontemplacity”, nih. Cerita, dong, apa itu Kontemplacity …
Intinya dari SMA saya kepingin punya tempat yang luas untuk berkontemplasi hihi biar leluasa, tahun 2008 aja akhirnya terealisasi jadi Kontemplacity. Sekarang kegiatannya lebih banyak di media cetak, kayak bikin desain buku, logo, poster, dll, deh. Kalo yang audiovisual masih sekali-sekali, tak menentu gimana mood ajah.
Kenapa lo milih nama Kontemplacity, Ri ?
Itu sebenernya dari dua kata yaitu: kata “kontemplasi” dan kata “city” (kota). Jadi kalo uda keluar dari kontemplacity berarti udah jadi sesuatu, begitu sih ceritanya.
Terus siapa aja yg bisa gabung di Kontemplacity ?
Karena ini namanya studio, alias bengkel, jadi siapa aja boleh gabung kalo mau dan seirama. Kalau saya lebih senang dengan konsep mainan modular atau seperti lego, jadi bisa jadi apa aja tergantung komposisinya.
Hmmm … seru. Sejauh ini, Kontemplacity perkembangannya gimana ?
Sekarang sih udah menelurkan 15 bukulah (termasuk Salamatahari #2 –red) kurang lebih, yah termasuk buku saya sendiri. Kalo kerjaan desain yg lainnya saya gak begitu itung jelas uy. Udah punya printer laser warna untuk kebutuhan studio, punya meja kerja baru, terus apa lagi ya perkembangannya? Hmmmm udah mulai terrumuskan lebih jelas lagi bussines plan-nya, jadi mudah-mudahan lebih terarah lagih. Oh ya, udah punya kartu nama sekarang lho, siap disebar ke semua penjuru mata angin.
Asiiik … bagi, dooong … entar, ya, pulang dari Jawa, tukeran sama sticker kartu namanya Salamatahari.Eh, ngomong-ngomong soal Salamatahari, gimana rasanya jadi ilustrator Salamatahari ? Sarwono, nggak ?
Menyenangkan. Ada haru dan sedih juga. Tapi yg pasti bangga punya label salah satu ilustrator Salamatahari, karena di situlah akhirnya secara resmi, dalam profesi saya , saya jadi ilustrator hehe... (soalnya biasanya labelnya desainer).
Aduh, gue jadi terharu…. terus, Ri, setuju, nggak, kalo Kontemplacity juga disebut sarwono ?
Kalo untuk urusan serba ada dalam dedesainan setuju, karena hampir semua cabang desain saya pernah kerjain, bahkan sampe jadi konsultan pribadi ihihihi karena saya suka "keintiman" (lebih dekat maka akan lebih tau harus ngebikin apa yg enak buat si klien). Kalo bekerja, mungkin itu yang membuat jadi serba ada, bahkan yang ga ada pun jadi diada-adakan (ahahaha kebanyakan sharing, jadi banyak ide, jadi banyak PR, jadi kudu bisa dan tau banyak hal, bahkan diluar desain sekalipun).
Hahahaha … mengakibatkan kebanyakan ekspansi wilayah, ya ? Terus apa yang lo harepin dari Kontemplacity ini ke depannya ?
Tetep jadi sarana saya berproduksi untuk apa aja, khususnya untuk cerita-cerita terpendam saya :D (Kalo ada yang bisa jadi pendukung finansial saya, alangkah indahnya...)
Moga-moga ada pembaca Salamatahari yang baca jeritan hati lo barusan dan tergerak hatinya. Hehehe … ngomong-ngomong soal Salamatahari lagi, apa pendapat lo tentang zine-zine-an online ini ? Sarwono nggak ?
Menurut saya Salamatahari itu sarwono subagja mangkuning cahya a.k.a ruparupi dan serba-serbi pantulan sinar matahari dalam cerita. Heueheu lebay, tapi pantulannya itu emang tak terduga tak dinyana lho...
Hehehe … aw … thank you, lhooo …
Terimakasih yaa mau jadiin aku bahan wawancara heuehu …
The pleasure is mine. Makasih support-nya, ya, Ri …
Koneksi internet yang buruk memisahkan kami. Di tempat masing-masing, kami melanjutkan kegiatan kami. Dea menulis, Erri mungkin menyupir, jalan-jalan, atau makan-makan.
Pagi itu langit Jakarta sedang sarwono. Ia cerah di satu sisi, tapi gelap di sisi yang lainnya. Hujan turun kecil-kecil di satu bagian, tapi sepertinya tidak berencana jatuh di bagian lain.
Erri, cuaca di “Jawa” seperti apa, ya …?
Sundea
Kunjungi Kontemplacity Erri di sini
Komentar