-Lou Belle Shop, 26 November 2010-
Layung Berkarat
Langit berkarat. Tingkat kelembaban yang tinggi melahap warna-warna, menyisakan hitam dan putih. Tidak ada lembayung. Tidak ada matahari sore yang berpamitan hangat. Sementara itu, di panggung taman belakang Lou Belle Shop, bersiap “layung berkarat” lainnya; kolaborasi Sarasvati berkarat (bersama Karinding Attack) pada suatu layung (senja).
Seperti kontras hitam dan putih yang saling menghidupkan, Sarasvati dan Karat saling memberi nyawa. Diiringi instrumen tradisional Karat, keeratan Sarasvati dengan semesta yang mistis semakin terasa. Sebaliknya, musik-musik Sarasvati yang kekinian menghantar Karat menyentuh jantung kota tanpa canggung. Ambil contoh lagu “Question” yang dijembatani dengan suling Sunda atau “Fighting Club” yang dihantar oleh goong tiup dan talu perkusi tradisional yang membangun tegangan. Sarasvati berkarat pun membawakan salah satu hits almarhum Chrisye, “Surya Tenggelam”, dengan sendu. Diiringi aransemen yang matang, vokal Risa yang lirih sekaligus powerful mendekap penonton.
Adzan dan hujan membelah Layung Berkarat menjadi dua sesi. Menjelang maghrib, ketika hujan mulai turun, panggung dikosongkan. Para penonton berkeliling menghampiri zombie-zombie-an yang membawa penganan gratis. Pada akhirnya “seram” dan “ramah”, “hitam” dan “putih, berbaur.
Ketika Sarasvati membawakan “Story of Peter” di sesi ke dua, Peter yang diperankan oleh Steven tampil bersama Risa. Tetapi apakah Peter si hantu cilik yang sungguhan hadir di kesempatan itu? Bisa jadi. Di sela-sela penampilannya Risa tahu-tahu menyapa “teman-teman”-nya yang hadir dan menclok di mana-mana. Hmmmm ….
“Setiap Sarasvati main, pasti ‘pada dateng’, lagi,” ungkap salah seorang kru Sarasvati. Pada akhirnya “hantu” dan “manusia” berbaur juga seperti segala kontras yang berpadu dalam Layung Berkarat. Saya berdiri di salah satu sudut. Berbagi ruang dengan “teman-teman” Risa.
Layung berkarat diamplas waktu. Malam membuat karatnya berubah hitam, bintangnya menjadi cerlang …
Sundea
Komentar