Artis: White Shoes and the Couples Company
Produksi: Purapura Records (2010)
Harga: Rp 35.000,00
Pada suatu masa, Jakarta ramah dan lengang. Patung Selamat Datang belum terkepung gedung-gedung. Angin pantai bertiup lembut sampai ke tengah kota. Warna belum pudar dibakar matahari. Pemuda-pemudi bercinta-cintaan dengan malu-malu. Mereka saling mengintip dari atas atap, bertukar surat, merasakan dag-dig-dug dan kupu-kupu di perut mereka dengan cara paling sempurna.
Tiga dekade kemudian, Jakarta keruh dan penuh. Angin menggulung debu dan polusi. Matahari menggerus warna-warna. Cinta-cintaan tak lagi penuh ritual dan basa-basi. Lalu datanglah White Shoes and The Couples Company (WSATCC) menawarkan pemandu wisata yang menyenangkan; Album Vakansi.
“Jadi kita akan ke mana?” tanya saya pada Album Vakansi. “Berjalan-jalan,” sahutnya. Selanjutnya, ia membawa saya naik kapal sambil membaca peta. Suara laut dan samar camar menerpa telinga bersama angin pantai. Pembagian suara satu-dua khas 70an dan vokal yang bulat mengantar saya pada suasana yang masih resik berseri. Saya memejamkan mata menikmati perjalanan yang tiba-tiba saja sudah membawa saya sampai ke Bali. Wow.
Bas bernada jenaka disambut oleh gitar listrik yang kontras menggelitik. Album Vakansi kembali berdendang dalam “Vakansi”,
“Semilir bertiup angin di tepi pantai, daun-daun berdansa dan nyiur melambai …
Inilah waktunya kita berlibur panjang, melupakan semua problema hati …”
Drum bernuansa swing menawarkan ajakan bermalas-malasan yang tak bisa ditolak. Apalagi ketika dengan nakal “Vakansi” menggoda,
“Sibuk terus di kantor itu tak baik pula, slalu pulang malam dan lupa keluarga
Jangan marah, mari menyanyi saja …”
Saya tertawa. Menerima ajakannya.
Bersama Album Vakansi saya berlibur ke mana-mana. Mulai dari Jayapura sampai Perancis. Tak sekedar mengunjungi tempat-tempat bersangkutan, Album Vakansi terampil memintas masa dan memilih frekuensi paling teduh di masa tersebut. Ketika membawa saya ke tengah hiruk pikuk kota Jakarta dalam “Senja Menggila” pun ia sama sekali tak membuat saya menjadi gila. Pemilihan kata “senja” otomatis menyiramkan cantik lembayung ke latar lagu. Terompet, gitar, dan drum dinamis yang disertai kilasan gemerincing membuat saya lebih ingin berdisko ketimbang merasa hectic.
Jakarta. Tiga dekade yang lalu.
Malam turun. Album Vakansi menggiring saya ke sebuah “Kisah dari Selatan Jakarta”. Lagu jazzy dengan lirik penuh siratan makna ini seperti jalan gelap dengan lampu yang berpendar remang sekedarnya,
“Ijinkan hamba menutur sebuah cerita
Bukan gegap gempita serta baik buruk sarana”
…
“Hapus air mata, titisan duka lara
Jua hamba tak memelas dipuja
Derita dan buruk sangka, suka cita penuh tawa”
….
“Jika ada yang bertanya, oh, ini kisah tentang apa
Maafkanlah hamba oh sungguhpun hamba tak kuasa”
…
“Hamba tak akan pernah mampu menjawabnya …”
Saya mempertajam tatapan saya, mencoba menerka siapa “hamba” yang mencoba menjelaskan sekaligus menyembunyikan identitasnya itu. Menurutmu, siapa dirinya ?
Pagi menelan hari itu. Vakansi saya berakhir. Album Vakansi memulangka saya ke Jakarta 2010. Hiruk pikuk yang sesungguhnya. Patung Selamat Datang yang terkepung gedung-gedung. Warna-warna yang dikeruk banjir bandang dan ganas sinar matahari. Musik yang seragam. Polusi yang mengabut. Hati dan kepala yang harus kembali siap berjuang menghadapi zaman.
Sepanjang hari itu saya menapaki Jakarta. Mencoba memulung tiga dekade silam yang mungkin masih menyisa, menutur proses yang terlongkap, dan mengidentifikasi kupu-kupu yang mungkin mati, mungkin sekarat.
Bicara mengenai kupu-kupu, malam itu di selatan Jakarta 2010 ada yang tidak lagi demikian tersirat. Tetapi selama tiga dekade, sebuah panggung tetap memelihara dramanya.
Sundea
Kunjungi White Shoes and The Couples Company di www.wsatcc.com
Follow twitternya di @wsatcc
Komentar
Baru gw baca betul-betul setelah selesai menulis liputan showcase-nya itu, huhuhu...
Mana liputan showcase lu? Link, link, link ... gue mau baca ....