Evan Driyananda dan Attina Nurani Bagai Recycle dan Experience

Bersama robot-robot yang sebagian besar bahan bakunya dibuat dari sampah anorganik, Evan Driyananda dan Attina Nurani telah melanglang sampai ke Korea. Recycle Experience yang telah mereka giat selama empat tahun terus berkembang dan berkembang. “Tapi kita bukan komunitas, ini art project yang dibuat sama Evan sama Attina,” kata Evan. 

Apakah ini proyek yang muda yang bercinta …? 



Ok. Pertanyaan standard dulu, nih. Gimana awal kebentuknya Recycle Experience?
Attina: Awalnya kita punya ketertarikan aja sama Toys Art Movement. Terus kita suka mikir kenapa anak kampus kalau bikin karya suka nggak maksimal, ternyata karena mereka ngerasa materinya kurang. Jadi kita nyoba bikin karya dari apa yang ada, nggak harus mahal-mahal.
Evan: Kita berdirinya taun 2006, tapi baru mulai publish taun 2008. Kita pengen pameran, tapi waktu itu karya kita dibilangnya bukan seni, jadi saking pengennya pameran kita pameran di kampus.
Attina: Iya. Sampe sekarang kita masih suka disamain sama ibu-ibu yang suka bikin tas dari bungkus Rinso segala, padahal ini beda. Ini junk art dan junk art kan punya genrenya sendiri. 

Dan junk art adalah …?
Evan: Junk art itu … tapi ini menurut kita, ya …

Hehehe … ya iya, kan yang diwawancaranya kalian …
Evan: Ok. Junk art itu sebuah kegiatan berkesenian yang dalam proses kreatifnya memanfaatkan keberadaan beragam hal kecil yang seringkali terlupakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai media utamanya. Mengolah, menciptakan, dan menampilkannya sebagai sebuah transformation object menjadi sesuatu yang jauh lebih bernilai. Sampai sekarang kita masih terus aja bikin karakter di imajinasi dengan benda-benda temuan anorganik … ya … nggak seratus persen, sih, ada juga bahan yang sengaja kita beli untuk karya.

Ngomong-ngomong soal karya, karya kalian kan selalu warna-warni, tuh …
Attina: Oh, iya, karena kita pingin ngangkat kebahagiaan. Idup itu kan nggak selalu bahagia, jadi yang nggak bahagia nggak usah dibikin lagi. Mainan kan juga lambang kebahagiaan …

Cute. Sekarang cerita, dong, tentang salah satu mainan yang udah kalian buat dan karakternya …
Evan: Banyak, sih … ada yang udah diadopsi sama kolektor dari Pondok Indah, Man Wheelz dan Lady Freeze. Kita pengen bikin sosok laki-laki dan perempuan yang ideal menurut kita. Man Wheelz itu tubuhnya cenderung kubistis, soalnya laki-laki kan lebih tegap. Tangannya memeluk dan punya cengkraman. Secara logis itu lebih kuat. Sementara Lady Freeze cenderung lebih bergelombang, menunjukkan kecantikannya, dan kita lebih banyak pake tabung-tabung. Lady Freeze matanya cuma satu soalnya menurut kita perempuan jauh lebih fokus kalau ngeliat sesuatu. 

Terus kalian kayak Lady Freeze dan Man Wheelz nggak?
Attina dan Evan: Kepinginnya!

Kalau Manequin Plastic itu apa?
Attina: Kalau orang-orang bilang ini ruang lain kita untuk berimajinasi, bener banget. Awalnya kita nemu kulit-kulit asli jaket-jaket hewan yang dapet murah di Cimall (Cibadak Mall, pasar baju-baju bekas di Bandung). Pertamanya kita bikin boneka, lama-lama mikir untuk bikin kalung-kalung dan aseseoris karena kita tertarik sama fashion juga. Tadinya kita pake-pake sendiri, lama-lama jadi manjang, deh …

Denger-denger kalian abis dari Korea, ya? Cerita, dong …
Attina: Awalnya kita ikutan Bazaar Art Award. Kita nggak pingin menang juga tadinya, soalnya yang ikut aja se-Indonesia. Terus kita masih baru. Nggak taunya kita ditelpon gitu sama Bazaarnya, padahal tadinya kita juga udah agak-agak lupa.
Evan: Pertama karya kita dipamerin di Pacific Place Ritz Carlton, terus di Vanessa Art Link di Dharmawangsa, abis itu di Korean International Art Fair 2010, di Korea Coex Mall, itu bulan September.

Seru banget. Terus tanggepan orang-orang di Korea ke karya kalian gimana?
Evan: Kita sempet ngejualin artists merchandise dan ternyata laku juga. Mereka suka, meskipun komentar mah seadanya karena orang Korea kan terbatas Bahasa Inggrisnya. Jadi paling mereka cuma bilang “good”.

Sekarang … ehm … tentang kisah cinta di balik proyek ini. Apa Recycle Experience dijadiin art project yang dijalanin berdua aja supaya jadi proyek percintaan?
Evan: Wah … enggak … da kita mah jadian juga enggak … kita mah nggak pake status-status gitu.
Attina: Iya, orang pacaran kalo disuruh bikin karya seni bareng biasanya malah putus, geura …
Evan: Mbak Dea nggak tau, ya ? Kita mah nggak pacaran, pacarannya malah pas waktu SMA.
Attina: Kita ketemu lagi pas kuliah dan ternyata malah menemukan kecocokan yang nggak kita sadari …

Oh, ya? Baru tau, lho … tapi nggak ada romansa-romansa gimana gitu? Secara kan …
Attina: Kita mah gimana memposisikan dirinya. Kadang bisa jadi temen, kadang adik-kakak, kalau ada yang bilang pacaran … ya bisa. Kita bisa lebih fleksibel ke semuanya.

Terus selama empat taun ber-art project bersama, pernah, nggak masing-masing kalian pacaran sama orang lain … hehehe … pertanyaan gue jadi infotainment gini …
Attina: Ya … pernah. Tapi masing-masing pacar kita pasti jadi suka nanya, “Evan siapa, sih? Attina siapa, sih?” Kalau udah kayak gitu, Attina suka ngasih pilihan. Kalau nggak kuat ya mundur, kalau kuat ya terus. Rata-rata, sih, pada mundur. Dan kalau mereka mundur, artinya bukan yang terbaik aja …
Evan: Saya juga pernah. Malah dijodohin sama dia (menunjuk Attina). Tapi karena tau kerjaan saya bareng-bareng terus sama Attina, akhirnya (pacar saya) mundur juga. Evan prinsipnya dalam menjalin suatu hubungan kita harus percaya. Kalau percaya pasti akan sayang, nggak ada yang diumpetin. Tapi untuk percaya juga panjang prosesnya, kita juga udah ngelaluin macem-macem dulu. Jadi kalau Attina atau Evan mau pacaran sama orang lain, sok aja. Yang penting tau konsekuensinya dan kalau ada masalah, ya diurus sendiri. Kita urusannya kerjaan.

Hmmm … jadi kalian ini hubungannya …?
Attina dan Evan: Ya gimana orang ngeliatnya aja.
Evan: Tapi ini mah prinsip kita, ya …

Hahaha … lieur. Pertanyaan terakhir, deh. Dibuka dengan yang standar, ditutup dengan yang standar. Apa pesen-pesen buat temen-temen?
Evan: Kalau mau memulai apa-apa (karya), liat aja dari benda-benda yang ada di sekitar kita, jangan mikir terlalu jauh …
Attina: Kayaknya kita pesennya ke mana-mana emang ini terus, deh …

Meski berdampingan, Recycle dan Experience yang menjadi nama art project mereka berdiri sendiri-sendiri. “Soalnya kalau dalam Bahasa Inggris kalimat ‘recycle experience’ itu salah,” ungkap mereka. Experience berangkat dari semboyan dream-imagine experience yang mereka bawa-bawa di awal keberkaryaan mereka, sementara recycle diambil dari proses recycle “benda-benda temuan” (nama sayang Evan dan Attina untuk sampah anorganik) yang terus mereka eksplorasi.

Omong-omong tentang recycle dan experience dan nama sayang, apakah mereka berminat me-recycle experience kisah asmara masa remaja mereka dan saling memberikan nama sayang? Hmmm … ;)

Paragraf pangais pamungkas yang norak, bukan? Tidak apa-apa. Ini kan Salamatahari edisi “Sampah Pemuda” … hehehehe …

Sundea

Punya barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai? Berikan kepada Recycle Experience. Niscaya akan bermanfaat

Komentar