Kubus Persahabatan

Yang dikerjakan tim tapi bukan tim sepakbola 
NVO Judul Buku : Negeri van Oranje
Penulis : Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, Rizki Pandu Permana
Jumlah halaman : 477 halaman
Harga : Rp 49.000,00

BLUTUK ! Sebuah kubus jatuh di halaman rumah saya. Pada kemasannya tertulis Negeri van Oranje. Saya memungut kubus tersebut lalu membulak-baliknya. Lucu juga. Di setiap sisinya ada enam wajah berbeda; empat laki-laki dan dua perempuan.

Sebentar saja saya sudah asyik dengan si kubus. Rusuk-rusuknya mengikat dan menjaga seperti persahabatan. Sosok yang terpampang di sisi kubus pun mudah diakrabi ; ada Lintang yang lincah dan manja, Geri yang ganteng dan simpatik, Daus Anak Betawi yang konservatif sekaligus tengil, Banjar yang penuh semangat dan pandai berbisnis, serta Wicak yang diam-diam romantis. 

Ternyata ada alur yang terbangun. Kubus tersebut mengisahkan perjalanan tokoh di sisi-sisinya secara mengasyikan. Ada Banjar yang mendadak menjadi koki demi mencari uang tambahan (halaman 111), Daus yang punya tips-tips ampuh sekaligus kocak menjadi pelajar teladan (halaman 187), sampai serunya berlibur murah di Eropa berikut kiat-kiatnya (halaman 405).

Drama percintaan di antara mereka pun tak kalah serunya. Tersebutlah Lintang yang jatuh cinta setengah mati kepada Geri ketika Daus, Wicak, dan Banjar sama-sama menaruh hati padanya. Geri yang tahu-tahu berpacaran dengan seseorang yang tak pernah mereka duga. Perang dingin di antara Daus, Wicak, dan Banjar, hingga pernikahan antara ….

“Hai, tadi kubus saya jatuh ke sini, ya ?” tiba-tiba seorang laki-laki muncul di depan gerbang rumah saya. “Ini ?” tanya saya sambil mengangkat kubus yang sedang seru saya bulak-balik. “Oh, iya. Itu kubus buatan saya. Nama saya Wahyunigrat,” ia memperkenalkan diri. “Saya Dea,” sahut saya seraya membukakan gerbang.
Dari cerita Mas Wahyu, saya baru tahu bahwa kubus Negeri van Oranje dibuat oleh empat orang yang juga bersahabat ; Wahyunignrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan Pandu Permana. “Dulu kami sama-sama kuliah di Belanda,” ujar Mas Wahyu. Mereka yang menghadapi berbagai peristiwa di negeri orang berniat baik untuk berbagi pengalaman. Agar tidak hadir sebagai panduan praktis belaka, mereka mengemas pengalaman dan tips-tips tersebut dalam alur yang memikat. “Soalnya kadang masalah pelajar Indonesia malah sehari-hari banget, misalnya nanya di Belanda ada nasi putih apa enggak, cukur murah di mana,” papar Mas Wahyu. 

“Kubusnya asyik banget, Mas,” ujar saya sambil menimang kubus tersebut, enggan mengembalikannya.
“Buat kamu aja kalo gitu,” ujar Mas Wahyu seakan bisa membaca pikiran saya.
“Betul ? Makasih, ya …eh … tapi… sebetulnya dari tadi Dea ngerasa ada yang janggal …”
“Apa ?”
“Ini kan lima sahabat ; Daus, Wicak, Banjar, Geri, Lintang. Sementara kubus ini sisinya enam …”
“Berarti kamu belum betul-betul teliti memperhatikan kubus itu …”

Saya pun mengamati kubus itu lebih saksama. Tokoh-tokoh di sisi kubus tersebut bersahabat ; empat laki-laki dan dua perempuan. Eh, tunggu dulu. Dua perempuan ? 

Pada salah satu sisinya saya menemukan wajah saya sendiri. Utuh terlibat dalam cermin …

Sundea
gambar cover NVO diculik dari sini

Komentar

wahyuningrat mengatakan…
dahsyat! tidak pernah meragukan dan selalu menantikan keunikan torehan baru seorang sundea. thx udah dikasih nongol jadi cameo di salamatahari, dea. jempol!
salamatahari mengatakan…
Makasih dan sama2, Mas Wahyu ... glad you like it ^_^
Anonim mengatakan…
:) ah gua ngga bisa kasih komen dah, speechless kekekekeke, thanks juga yah...eh ini review pan? *kabur...*

adept
Sundea mengatakan…
Waaah .... ada Mas Adept juga ternyata.

Ini semacam review. Kalo cara nulisnya gini, ga tau namanya masih review ato bukan ... hehehe ...
Karen mengatakan…
Weisss!! Keren banget De. Jadi pengen baca juga bukunya. Ntar ah kalo pulang :D
salamatahari mengatakan…
Kita ada bukunya, Kay, tar baca, deh ... seru, lho ...