“Dengan satu dan lain cara, kita memang harus melawan lupa.”
“Minum Gibolan”.
“Betul juga, ternyata melawan lupa itu gampang, ya …”
“Yo’i, melawan ingat kadang lebih susah … hahahaha …”
Awalnya, balas membalas komentar yang spontan itu saya anggap sebagai lucu-lucuan belaka. Tetapi, saat mencatatnya di buku harian, tahu-tahu saya menemukan muatan yang cukup serius di situ. Melawan lupa. Melawan ingat. Jika kita harus “melawan lupa” atas luka-luka Mei 98, bagaimana korban kekisruhan Mei 98 “melawan ingat” atas peristiwa yang sebetulnya ingin mereka lupakan itu ?
Kadang, semakin keras kita “melawan ingat”, semakin keras pula ia memukul kembali. Adakalanya kita perlu berhenti “melawan ingat” dan justru berdamai dengannya. Negosiasi butuh waktu, tetapi di sana kita dapat duduk tenang. Berhadapan dengan ingatan. Mengukur jarak kita dengannya, lalu menjadikan bayangannya tempat berteduh.
Minggu ini kita kehilangan dua orang terkasih yang istimewa, Mantan Ibu Negara Ainun Habibie dan pencipta lagu legendaris Gesang. Berteduhlah pada bayangan ingatan akan mereka sebelum akhirnya kembali melangkah di bawah matahari …
Semoga “ingat” menemukan tempatnya dalam harmoni, mungkin bukan sebagai “lupa”
Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,
Sundea
Mas Heru Hikayat, thank you comment-comment-an-nya, yaw …
Komentar
dua minggu lalu aku juga nulis soal ini: http://penabuluangsa.blogspot.com/2010/05/kenapa-lupa-harus-dilawan.html
hihihi...
kok kita senada seirama sih. *GR*
:">
ondemande!
salam buat onde dan totti ya
Percaya, nggak, gua emang gampang bersahabat sama orang Libra =p
wah.. tulisan Dea x ini bernuansa sdkt berbeda. Lebih dewasa namun tetap bertutur dengan gaya polosnya.
semoga daku bs meng'ingat' dan me'lupa' kan di saat yg tepat!
hehehe..