Kabar akan disudahinya operasi K.A Parahyangan cukup menghisap perhatian saya beberapa waktu yang lalu. Kematian selalu meniupkan kesedihan dan beragam ingatan sentimentil. Meski sempat hampir mengabaikan kereta, berita sensasional mengenai nasib K.A Parahyangan merendengkan sendiri berbagai gerbong yang berserakan di kepala saya.
Minggu ini ada posting-posting mengenai kereta api, khususnya K.A Parahyangan. Ada opini mengenai ke-Frankenstein-an K.A Argo Parahyangan, ada K.A Parahyangan yang memintas rel di tengah acara Hari Buku Sedunia, ada obrolan parahabis mengenai pengalaman berkereta dengan Lisa Boy, dan ada kereta preman bernama kereta Pakuan.
Kereta api adalah kendaraan umum yang sering hadir di lagu-lagu dan karya sastra. Ia yang bergandeng-gandengan dan setia menekuni rel lekat dengan hal-hal sentimentil penyerta perjalanan; pertemuan, perpisahan, dan kesendirian.
Mari memintas rel Salamatahari, mengeja kereta, lalu dengan takzim sekali ini memberi tribut pada kereta api.
Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,
Sundea
Kantor Informasi Stasiun Gambir |
Komentar