Posting untuk merayakan April Mop
“Hah ?! Ini kan …” kalimat saya tersangkut di tenggorakan ketika iklan obat sakit kepala Dumin Paracetamol tayang di televisi. Bintangnya Ririn Dumin ; gadis yang sempat memeriahkan dinding-dinding kota dengan poster wajahnya, populer di jagat maya karena video perjuaangannya menuju dunia selebritas, dan … pernah saya wawancara sebagai penyalamatahari edisi “Doa”.
“Sial, ternyata viral marketing,” rutuk saya merasa tertipu. Namun, setelah dipikir-pikir lagi, akhirnya saya bisa menertawakan diri sendiri dan rangkaian peristiwa “Ririn Dumin” ini. Televisi sudah terlalu sempit untuk drama-drama. Kini mereka menjalar keluar dari layar kaca, menciptakan reality show dalam reality, menjadikan pemirsa tak berjarak dengan tontonannya, dan membiarkan drama berkembang liar tanpa bingkai yang membatasi.
Pasca penayangan iklan Dumin, facebook Ririn Dumin riuh. Berbagai komentar yang memaki, membela, mendukung, menjatuhkan, mesum, atau sekedar menanyakan siapa Ririn Dumin sesungguhnya, berantakan mencoreti wall facebook “Ririn”.
Seperti sengaja memancing, kadang “Ririn” memberi tanggapan yang agak provokatif, “doo … doo … terserah dee yah …ayo kita minum ajaahh … makasih yaa dah cape2 daritadi komen mulu…” atau “buat mbak2 dan mas2 yang malah nyukurin aku … ga msalah hahahaha aku bawa santé aja tuh!” (komentar di status-status facebook Ririn 29 Maret 2010).
Pemirsa dengan mudahnya tersedot untuk melibatkan dirinya sepenuh hati di dalam drama ini. Beberapa masih percaya bahwa Ririn Dumin adalah gadis yang berjuang keras demi cita-citanya, beberapa dengan serius mengungkapkan kemarahannya karena merasa tertipu. Jika obat sakit kepala Dumin mengedepankan tagline “sakit kepala tuntas, tanpa waswas”, efek yang ditimbulkan viral marketing ini justru sebaliknya, “sakit kepala tidak tuntas, penerimaan masyarakat membuat waswas”.
Drama ini masih terus mengalir. Entah mengapa saya membiarkan diri saya ringan mengikuti arusnya sambil sesekali berpartisipasi dengan ikcol-ikcol (iklan colongan) Salamatahari … hehehe …
Kapankah drama ini selesai ? Atau pada suatu hari nanti, kita tahu-tahu tersentak, “Kita sudah tidak menonton televisi ! Sekarang televisilah yang menonton kita !”
Di titik itu, barangkali kita sudah kehilangan jalan pulang …
Sundea
Komentar