Erri : De, gua ke tempat lu jam 9an, ya, mau nunjukin dummy Salamatahari.
Dea : Asiiik … okay, gua tunggu,ya …
… dan pada jam 9 pagi, waktu matahari sedang bagus-bagusnya, Erri dateng. Karena nggak kepengen nyia-nyiain cahaya matahari, kami berdua ngobrol di halaman rumah tantenya Dea. Mulai dari penggarapan Salamatahari, curhat-curhatan, sampai becanda yang tolol-tolol.
Erri dan Dea dan Salamatahari
Dua tujuh adalah bingkai
Diem-diem semut-semut nyerbu getuk . Akhirnya getuk itu diamalin aja buat para semut.
Abis dari sana, Erri dan Dea pergi ke Tobucil, nunjukin dummy ke Mbak Tarlen, bagian produksi . “Wah, kalo awannya begini bakal susah motongnya,” katanya. Jadi, demi ketentraman bersama, Si Awan bakal dipindahin ke samping, biar buka-tutupnya kayak pintu. Erri dan Dea nggak ada masalah.
Mbak Tarlen dan Salamatahari
Sebetulnya, minggu berikutnya adalah minggu yang cukup sibuk. Dea mulai ke Dipan Senja ngurus itung-itungan, list ini dan itu, rencana launching dan pre-launching, belajar gimana caranya ngejual buku dengan sistem indent … sayangnya kamera Dea lagi rusak, jadi nggak dipotret, deh … = (
Oh, iya, semua temen yang ngasih endorsement untuk Salamatahari udah ngasih komentar mereka, lho … Ini salah satunya :
"Sekali lagi kita dibawa ke dunia Dea yang ajaib. Dea menunjukkan sekali lagi perspektifnya yang segar, aneh, kadang nampak kekanakkan, sekaligus penuh makna tentang kejadian sekitar. Bacaan yang ringan, tapi bisa direnungkan. Hati-hati, pikiran Anda tidak akan sama lagi setelah membaca buku ini! *dalam arti yang baik, tentu ;)*"
-Farida Susanty, penulis Dan Hujanpun Berhenti, mahasiswi psikologi Universitas Padjadjaran-
Nah, ini Faridanya. Kami ketemuan di Reading Lights pada hari Pemilu.
Karena Reading Lights-nya ternyata tutup, kami ngobrol di dalem mobil sambil nonton penghitungan suara. Seru, deh …
Pssst … ada 4 pemberi komentar lagi. Siapa mereka … ? Ikuti terus behind the scene Salamatahari 2 ;)
Komentar