Cinderella-Cinderally

Cinderella bereinkarnasi! Jiwanya mewujud dalam Cinderally, mahasiswi manis yang jarang mengerjakan tugas kuliah. Kenapa saya yakin Cinderella dan Cinderally diusung jiwa yang sama? Hnah! Ini dia! Dengan konteks zamannya, Cinderally mengulang kisah Cinderella.

***

Cinderally adalah mahasiswi yang aktif. Hampir setiap kegiatan kampus ia masuki. Akibatnya, hampir setiap kegiatan kampus pun memasukinya; menuntutnya menyelesaikan ini dan itu, itu dan ini. Cinderally jadi sibuk setengah mati. Wajah manisnya tersaput mata keruh berkantung dan kulit keriput memucat.

Pada suatu hari, Mas Nara, asisten dosen paling ganteng se-kampus raya, memberikan tugas. “Saya tahu tugas ini nggak gampang, makanya kalian saya kasih waktu sebulan. Kumpulkan bahan bacaan sebanyak-banyaknya dan lakukan analisis sebaik-baiknya, oke?”

Cinderally bertekad membuat tugas yang mengesankan untuk Mas Nara. “Sebulan cukup lama, kok. Lagian gue nggak tolol. Bisa-lah bikin analisis yang mutu, mah,” niat Cinderally dalam hati.

Tapi ternyata kegiatan kampus memasuki Cinderally makin bertubi. Makin menuntutnya melakukan iniiiii dan ituuuu, ituuuu dan iniiii. Tugas dari Mas Nara tidak punya ruang unutk memasuk dan dimasuk. Sampai…hampir sebulan berlalu.

“Cin, udah bikin tugas Mas Nara belom,” tegur Peri, teman kos Cinderally. “Hah? Ya ampun! Dikumpulin besok, ya? Belom, Ri. Mampus, deh, gua! Gimana, dong…?” ratap Cinderally desperado. Peri geleng-geleng kepala, “ngerjain sendiri nggak akan sempet lagi, Cin. Browsing aja di internet.” “Browsing? Emang gak bakal ketauan, ya,” tanya Cinderally. “Kayaknya enggak. Gue tau site yang ok. Yok, gue temenin ke warnet sekarang,” ajak Peri. Dalam keterdesakan yang amat sangat, Cinderally menerima tawaran Peri.

Dan malam itu terjadilah klik…klik… save…edit…edit dan print. Dan pagi berikutnya Cinderally tidak sempat mandi. Ia hanya mencuci muka, membubuhkan bedak tebal-tebal di wajahnya, menyemprotkan minyak wangi banyak-banyak lalu pergi ke kampus untuk mengumpulkan tugas.

Ketika kuliah Mas Nara usai, Cinderally ingin segera pulang. Tidur. Tetapi ketika Cinderally hendak bangkit dari bangku kelas, Mas Nara menahannya,

“Cinderally …tunggu!”

Cinderally membeku. Jangan-jangan Mas Nara tahu.

“Tugas kamu bagus. Ternyata kamu cerdas, ya, bacaan kamu banyak.”

Cinderally menatap wajah Mas Nara. Mencari tahu. Barusan itu sindiran atau pujian, ya?

“Saya betul-betul suka,” ungkap Mas Nara lagi. Kali ini dia tersenyum. Cinderally menarik nafas lega. Dia membalas senyum Mas Nara dengan bahagia.

“Tugas kamu bisa dibikin jadi esei serius. Kalau kamu nggak keberatan, sekarang kita ngobrol, yuk, saya tertarik banget ngirim esei kamu ini ke koran.”

Gulp! Cinderally menelan ludah. Mendapat perhatian dari Mas Nara? Senang sekali. Mengobrolkan bahan jiplakan yang tidak terlalu Cinderally kuasai? Mampus sekali. Cinderally merasa kacau.

“Saya, euh…tapi saya harus pulang sekarang, Mas…ng…”

“Nggak masalah. Kalau besok gimana? Atau kamu bisanya kapan?”

Cinderally makin pucat, “Saya…eng…saya…” dengan gugup Cinderally menggeser pantatnya dari bangku kuliah. Bangku kuliah tersepak. Pinggang Mas Nara tertabrak. “Cin…” tahan Mas Nara. Tapi Cinderally tak peduli. Yang dia tahu saat itu dia harus berlari. B e r l a r i . B e r l a r i .

Ketika Cinde-rally me- rally, ada sesuatu yang mengejar. Dia teringat suatu masa ketika Cinde-rella, dia di kehidupan sebelumnya, harus pulang meskipun tak rella. Ketika jam dua belas tepat tiba. Ketika sihir luntur…

***

Terus ending-nya gimana? Sama, nggak sama cerita Cinderella di masa yang lalu? Will Cinderally get the prince charming ? Entah, ya, tapi buat saya, ending-nya berhenti di sebuah simpulan: no real thing comes instantly


(Sruput)

saya lalu menghirup kopi three in one yang pagi ini menemani saya menulis.

(Glek)

saya pun menelan sesuatu yang tidak real ternyata.

Komentar

destinugrainy mengatakan…
dea...tulisanmu membuat aku terpana...sungguh