Merpati Salah Pergaulan

Dia Dea kasin nama Merpati Salah Pergaulan. 
 

Di antara geng burung gereja yang sering mampir ke kebun tengah rumah Ikanpaus dan Dea, dia satu-satunya merpati. Tapi dia nggak pernah canggung. Setiap Dea nyebarin nasi, Merpati Salah Pergaulan selalu makan-makan bareng sama burung gereja. 
 
 
 
Sampai, pada suatu hari, Dea ngeliat dia nangkring sendirian di kabel listrik.
 
Pas burung-burung gereja turun kebun tengah untuk makan nasi, Merpati Salah Pergaulan tetep nangkring di kabel listrik. Setelah temen-temennya pergi, baru dia turun ke rumput untuk nyari nasi-nasi yang masih kesisa. Dea jadi sedih dan ngerasa bersalah. Apa dia tau arti “Merpati Salah Pergaulan”? Jangan-jangan dia denger dan tersinggung karena Dea panggil begitu. Atau dia sadar aja kalau dia beda sama burung-burung gereja?
 
Pada suatu siang, Dea ngeliat Merpati Salah Pergaulan berdampingan sama burung gereja. Mereka nangkring di kabel listrik, tapi agak jauh-jauhan. Biarpun begitu, Dea kayak bisa denger mereka ngobrol-ngobrol. 
 

 
“Kamu kenapa, sih, sebetulnya?” tanya Burung Gereja ke Merpati Salah Pergaulan.
“Aku… aku bingung aja, sih,” saut Merpati Salah Pergaulan.
“Bingung kenapa? Karena kamu agak beda sama kami? Aduuuh, jangan lihat bedanya, dong, lihat samanya. Kita sama-sama burung, sama-sama terbang, sama-sama punya paruh, sama-sama suka nasi, dan sama-sama keturunan dinosaurus!” kicau Burung Gereja riuh.
“Bukan begitu. Aku ingin punya pacar.”
“Kamu naksir salah satu di antara kami?”
“Bukan, justru itu. Meskipun kalian baik sama aku, kita kan beda spesies. Cinta beda spesies jauh lebih berat daripada cinta beda agama. Ya kan?”
“Jadi?”
“Jadiii, aku nggak akan ngebiarin diri aku naksir burung gereja, makanya aku harus jaga jarak.”
“Nggak harus segitunya, deh.”
“Namanya juga antisipatif.”
 
Sejak saat itu, burung-burung gereja ngebiarin Merpati Salah Pergaulan ngejauh dari mereka. Bukan karena nggak sayang, tetapi karena burung-burung gereja ngehormatin prinsip Merpati Salah Pergaulan. Setiap makan-makan, sengaja burung-burung gereja nyisain nasi yang cukup untuk Merpati Salah Pergaulan. Mereka tau, setelah mereka selesai makan, Merpati Salah Pergaulan bakal makan juga. Sungguh mereka nganggep Merpati Salah Pergaulan sebagai bagian dari mereka.
 
Pada suatu sore, waktu Merpati Salah Pergaulan sedang bertengger soliter di kabel listrik, merpati lain mampir di dekatnya.
 
“Hai. Kamu merpati kan ya?” tanya merpati asing itu.
“Ya. Kamu juga?”
“Iya. Selama ini aku bergaul dengan kupu-kupu, sampai akhirnya aku sadar aku bukan mereka.”
“Aku bergaul dengan burung gereja sampai akhirnya aku sadar aku bukan mereka.”
 
 
Merpati Salah Pergaulan dan Merpati Asing langsung akrab. Kesamaan spesies dan nasib bikin mereka cepet tertaut. Kedua merpati itu jadi sering mampir ke kebun tengah Dea dan kabel listrik. Mereka selalu barengan. Dea ngeganti nama si Merpati Salah Pergaulan jadi Merpati Benar Pergaulan. Merpati Asing yang lama-lama nggak lagi asing Dea sebut Merpati Familier.
 
Di hari-hari berikutnya, kebun tengah Ikanpaus dan Dea jadi lebih meriah. Setelah punya pacar, Merpati Benar Pergaulan kadang-kadang gabung lagi sama burung-burung gereja, kali itu dia ngebawa pasangannya. Burung-burung gereja nerima dengan terbuka. Bareng-bareng mereka nyantap nasi yang Dea sebarin kayak lagi kenduri.
 
Dea juga jadi sadar, sejak saat itu kebun tengah Dea didatengin banyak kupu-kupu. Entah karena para kupu ngincerin bunga lantana yang mekar berseri atau pengen dekat aja sama Merpati Familier yang mereka sayangin. Dea juga jadi sadar, di antara mereka nggak ada yang salah pergaulan. Sejak semula mereka semua “benar pergaulan” karena saling nerima apa adanya.
 
Temen-temen mungkin bertanya-tanya. Apa cerita ini bener? Tapi, masih penting, nggak, bener dan salah di cerita ini? 
 

Komentar