Suaka

"Kemungkinan dia datang dari lapo-lapo di sekitar sini," dari dalam karung aku mendengar suara laki-laki. Sepertinya ia sedang menjelaskan sesuatu kepada orang lain, sebab sayup-sayup aku mendengar tanggapan-tanggapan. Saat ia masih terus mengoceh, di dalam hati aku merutuk, "tuh dia tahu aku kabur dari lapo. Jadi kenapa aku dimasukkan ke karung lagi?"

Beritasatu.com


Aku memang kabur dari lapo terdekat. Upayaku untuk sampai ke tempat ini sangat lumayan. Aku mencuri dengar percakapan orang-orang yang mampir ke lapo untuk tahu di mana tempat ini. Meskipun tidak kenal Jakarta, sebisa mungkin aku menggambar peta di dalam kepalaku. Tidak banyak yang tahu, babi satwa cerdas.

Tidak mudah juga menyusup keluar tanpa ketahuan, apa lagi berjalan-jalan di kota tanpa menarik perhatian. Tapi, aku berusaha menyintas.

Begitu sampai di depan kantor Lingkungan Hidup--yang sebetulnya tak jauh dari lapo asalku--bebanku luruh. Dengan penuh harapan aku melangkah masuk, menapaki rumput hijau nan segar. Aku akan mengadukan nasibku dan teman-teman, aku akan minta dilindungi dan diselamatkan, ini adalah kantor Lingkungan Hidup, di sinilah tempatnya.

Aku mencapai pintu. Tak kusangka kedatanganku malah disambut histeris. Tidak ada yang menanyakan keadaanku, apa lagi sadar aku minta suaka. Aku berusaha menyampaikan dengan naik ke atas kursi sambil dengan demonstratif menirukan gestur penjagalan, tapi yang selanjutnya terjadi, seseorang malah menangkapku dengan karung. Segala sesuatunya langsung gelap. Bau goni. Aku takut. Karung adalah benda yang mengingatkanku pada berbagai kenangan buruk. Kendati begitu, aku berusaha berpikir positif, "aku berada di kantor Lingkungan Hidup. Tidak mungkin mereka akan mencelakakanku. Ini mungkin justru cara mereka menyelamatkan aku."

Setelah keriuhan di luar karung reda dan perdebatan dari mana asalku dihentikan tanpa simpulan, karungku diangkat. Akan dibawa ke manakah aku? Ah, ini, kan kantor Lingkungan Hidup. Tak mungkin mereka mencelakakanku lagi.


Aku terkenang kepada peternakan, tempat aku dibesarkan bersama handai taulan. Sesak, padat, tetapi hangat. Setiap hari kami berbagi makanan dan tak pernah kelaparan. Mungkinkah aku akan dibawa ke sana? Atau mungkin ada tempat lain yang belum aku ketahui, tapi memungkinkanku hidup dengan baik dan tercukupi?

Di tengah deru mobil dan suara jalan, dari dekat karung, aku menangkap suara, "biasanya laku berapa, ya?"


Cerita ini Dea tulis untuk CSWC edisi 27 Oktober 2022 dengan host Mamat. Hari itu Mamat meminta peserta mencari berita apa saja dan "bermain-main" dengan berita itu. Boleh di-twist, boleh dijadikan cerita, boleh dibuat puisi, pokoknya bebas.

Berita tentang babi ini jadinpilihan Dea. Menurut kabar di berita hari itu, si babi akhirnya dijual lagi, Teman-teman, padahal, selain diduga kabur dari lapo, ada kemungkinan babi itu peliharaan, tapi nggak tahu peliharaan siapa. Kalau iya, kasihan banget, nggak, sih?

 

Komentar