Menangkap Embun

Bagi saya, mimpi itu seperti embun. Di siang yang panas ia adalah uap air yang terperangkap di udara. Ketika suhu turun, uap terbebas dan berkondensasi. Mengembunlah ia di permukaan rumput, daun, atau kaca; menjadi bening yang hening di malam dingin dan pagi buta.

Namun, usia embun tidak panjang. Ketika matahari datang, ia menguap dijemput hangat. Sebentar kemudian embun kembali terperangkap di udara dan hadir diam-diam di keseharian kita yang sibuk.

 ***

Mimpi adalah manifestasi dari pikiran dan pengalaman kita sehari-hari. Ketika kesadaran kita sedang penuh, ia terperangkap dalam realitas yang menetapkan banyak batas. Pikiran dan pengalaman menjelma mimpi yang sureal—terbebas dan berkondensasi—saat kesadaran kita turun seperti suhu udara; entah dalam keadaan tidur atau sekadar cukup rileks.

Begitu kesadaran kita kembali, mimpi lekas-lekas menguap. Realitas kembali memerangkapnya dalam pikiran dan pengalaman yang disekat logika. Mungkin itu sebabnya kita sering lupa mimpi kita sendiri jika tak segera mencatatnya sesaat setelah bangun.

Di edisi ini kita berbagi cerita tentang mimpi. Ada takokak yang membawa Ikan Paus ke dunia mimpi, ada Neneng yang tetap tidur dan bermimpi meskipun sudah berusaha terjaga, dan ada obrolan seputar mimpi dengan Evan Jehian, mahasiswa S2 Psikologi yang merasa akan punya alternate ending di perjalanan hidupnya.

Jika mimpi seperti embun, menangkap kehadirannya seperti berada di tengah halimun.

Demi menyentuhnya, kita harus berlomba dengan fajar…

Selamat Hari Keseimbangan

Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,

Sundea


 

Komentar