Kesebelasan Kupu (bagian 4)



Bandung, 2 Mei 2020: Abiyasa

Jam setengah tujuh pagi, Ikan Paus tiba-tiba ngebangunin Dea, “Kupu-kupunya udah ada yang keluar.”

Tanpa males-malesan lagi, buru-buru Dea keluar dari kamar. Ternyata memang udah ada satu kupu-kupu yang ngegantung di tudung saji. Karena ini kupu-kupu pertama, kami sempet bingung musti ngapain. Ikan Paus sempet ngegeser tudung saji dikit supaya si kupu bisa terbang dari kolong. Tapi setelah kami pikir-pikir lagi, mungkin nggak akan efektif. Kupu-kupunya juga mungkin bingung karena ruang geraknya sempit. Berdiri di kebun sambil megangin tudung saji juga nggak terdengar sebagai usul yang masuk akal.


Akhirnya Ikan Paus punya ide. Dia ngelepas benang si kupu-kupu dan ngegantung kupu-kupu ini di stand mikrofon. Stand mikrofonnya sendiri ditaro di depan jendela yang kami buka lebar-lebar, supaya si kupu-kupu bisa leluasa terbang begitu siap.



Kupu-kupu ini Dea namain Abiyasa. Kenapa Abiyasa? Karena itu nama tengah papa Dea yang ulangtaun persis tanggal 2 Mei. Di pewayangan, Abiyasa dikenal sebagai Begawan yang welas asih, bijaksana, dan nggak serakah. Dia mencapai kesucian dan kesaktian karena tapanya yang khusyuk (seperti ulet dalem kepompong). Sebelum moksa, Abiyasa sempet dateng ke daerah pertempuran Baratayuda. Ketika ngeliat kerusakan dan jiwa-jiwa yang belum sempurna, hatinya tersentuh. Dia ngelakuin puja untuk memulihkan segala sesuatunya.

Di antara Kesebelasan Kupu, cuma Abiyasa si kupu-kupu sulung yang berangkat sendiri dalam sehari. Dia seperti pandu pembuka jalan, ngasih tau ke kami dan adik-adiknya cara-cara terbaik untuk melepaskan dan dilepaskan.

Di seluruh dunia, banyak mitos spiritual tentang kupu-kupu.
Semoga di balik kepak sayapnya, Abiyasa ngebawa kasih dan kebijaksanaan yang memulihkan.

Ini ada video dokumentasi hari pertama. Nggak ada lagu yang lebih cocok daripada "Kupu-kupu Hitam Putih"-nya Oom Iwan Fals. Lagu ini diaransemen ulang dan dimain di piano sama Ikan Paus. 


Komentar