Kesebelasan Kupu (bagian 2)



Sebelum naro telur-telurnya di dedaunan, kupu-kupu selalu ngitung. Dia harus mastiin daun-daun di situ cukup untuk makan anak-anaknya sampai mereka jadi kepompong. Uniknya kupu-kupu tau makna “cukup”. Dia naro anak-anaknya di daun-daun yang “cukup”. Nggak pernah berlebihan, nggak pernah kekurangan. Anak-ananya juga selalu makan sampai cukup aja, nggak pernah serakah gragas ngabisin si taneman sampai mati.



Induk kupu-kupu nggak kompetitif. Kalau liat udah ada telur kupu-kupu di daun yang diincer, dia bakal cari sumber makanan lain. Kupu-kupu ngehormatin yang udah dateng duluan dan sadar berbagi supaya semua makhluk bisa tetep ngelanjutin idup.

Setelah selesai makan secukupnya, ulet-ulet di kebun kami memasuki masa masa puasa yang kontempelatif. Mereka ngebungkus diri sebagai kepomong untuk memenuhi perjalanan metamorfosanya. Kepompongnya bagus banget, Temen-temen, kayak gini:




Tapi, di antara ulet-ulet kesayangan kami itu, ada yang telat jadi kepompong. Ulet yang satu itu memang rada clumsy. Cara makan daunnya nggak berpola. Kadang yang dia gigit batangnya, jadi daunnya jatoh dan dia nggak jadi makan. Terus kadang dia gelantungan di antara daun dan jaring, kayak bingung mau ngapain. Karena dia gemay sekali,  kami ngasih dia nama “Unyul”. Kenapa Unyul? Nggak tau, kayaknya dia  cocok aja dinamain Unyul.




Setiap hari kami ngamatin Unyul dan berharap dia berhasil memasuki fase berikutnya. Akhirnya, tanggal 27 April 2020, dia berhasil jadi kepompong meskipun bentuknya agak aneh. Kami senang dan ikut ngerayain keberhasilan Unyul sambil sarapan.

Tapi pas kami ngecek saudara-saudaranya, kami sadar nggak semua kepompong selamat. Ada yang dimakan semut, ada yang diisep dari luar sama tawon parasit, dan ada yang ilang dari gantungannya nggak tau ke mana. Kami jadi nggak tau harus sedih atau seneng pagi itu.

Besoknya, ada lebih banyak lagi kepompong yang ilang, termasuk Unyul. Ada predator misterius di kebun kami. Awalnya kami curiga sama Hanafi, kadal salah asuhan (dia dibesarin sama cicak. Kalau ada kesempatan kapan-kapan Dea cerita khusus tentang Hanafi) yang memang tinggal di kebun kami. Tapi, meskipun kami udah ngawasin Hanafi sebisa mungkin, tetep aja ada kepompong-kepomong yang ilang.

Kepompong bukan makhluk kuat. Sebelum jadi kupu-kupu, cara mereka ngelindungin diri cuma sembunyi di antara daun. Ternyata itu nggak ngejamin keselamatan mereka. Bahkan Ikan Paus dan Dea yang harusnya lebih kuat dari apapun predator mereka, nggak betul-betul tau cara ngelindungin mereka. Di alam semesta ini, ternyata ada hal-hal yang nggak selalu bisa dilawan dengan kekuatan kita dan rencana.

Naro telor kupu di tempat yang cukup makanan adalah hal terbaik yang bisa dilakuin induk kupu-kupu. Selanjutnya dia mempercayakan telur-telurnya kepada kearifan semesta. Ada yang tetep idup, ada yang harus gugur, dan ada yang butuh waktu belajar lebih banyak untuk tau gimana cara ngejalanin idup.

Buat predator misterius yang kami nggak tau siapa, mungkin kamu cuma sedang ngejalanin tugas kamu.

Di keseimbangan alam.


Komentar